JAKARTA–MEDIA: Sejumlah negara Barat melakukan aksi ambil untung dari isu global warming melalui cara-cara yang sulit dideteksi, karena mereka memang menganggap itu sebagai peluang ekonomi maupun politik bagi mempertahankan hegemoni atas dunia. Demikian analisis ditinjau dari perspektif filsafat ekonomi politik oleh mantan Ketua Umum PB HMI periode 2003-2005, Hasanuddin, di Jakarta,Sabtu (15/12).
Aktivis kampus yang tengah menyelesaikan studi ilmu politiknya di Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia (UI) itu lebih lanjut mengungkapkan secara sistematis analisisnya terhadap pertemuan di Bali dari perspektif filsafat ekonomi politik tersebut.
“Intinya, pertama, negara-negara Barat melihat global warming (pemanasan global) dalam tiga perspektif teori. Yakni, teori Malthus, Karl Mars, dan Simon Moris. Kemudian, mereka membayangkan dampak yang akan terjadi atas peradaban manusia berdasarkan teori Darwin,” ungkapnya.
Dalam kaitan itu, lanjut Hasanuddin, mereka (negara-negara Barat) itu melihatnya (isu tersebut) sebagai peluang ekonomi yang jauh lebih menarik ketimbang perang dunia kedua, perang dingin, perang semenanjung China, perang Vietnam, perang di Afganistan, perang terorisme, bahkan great distruption sebagaimana pernah dialami Amerika.
“Karena itu, mereka menyiapkan pertemuan ekonomi negara utama. Selain itu, mereka juga melihat peluang mengambil untung ketika konflik perbatasan antarnegara terjadi sebagai dampak atas global warming,” tutur Hasanuddin.
Perspektif kedua, demikian Hasanuddin, potret yang terjadi di Bali, ialah, konflik kelas antara negara borjuasi dan negara proletar. “Dalam hal ini, pertarungan antara Uni Eropa (UE) dan ‘United States of America’ (AS) dkk tidak lebih adalah strategi merebut pengaruh politik. UE ingin dapat politik sekaligus ekonominya. USA lebih fokus pada ekonominya saja,” beber Hasanuddin blak-blakan.
Pertarungan keduanya, menurutnya, dapat dilihat sebagai representase dua aristokrasi keuangan. “Pertanyaannya, Inggris di mana? Kenapa di UE yang muncul adalah Jerman, bukan Prancis atau Inggris? Tesis saya, kepentingan Inggris dimainkan Kevin Rudd, dan Prancis lebih baik diam, karena gagasannya sudah dimainkan kelompok trilateral commision (Jepang, AS, dan Kanada),” ungkap Hasanuddin lagi.
Sementara itu, lanjutnya, pertemuan ekonomi negara utama (sehabis konferensi perubahan iklim di Bali), sedang disiapkan oleh Bilderberger. “Dalam kaitan ini, teori yang akan dipakai adalah collective action to collective goods. Mudah-mudahan dengan realitas di lapangan selama ini, Indonesia bisa belajar lebih banyak, bahwa negara-negara (non utama) berkembang termasuk kita, jangan hanya jadi pelengkap penderita dalam konstelasi percaturan global,” tandas Hasanuddin. (Ant/OL-03)