Jakarta, 5 Juni 2025 – Dalam momentum strategis menuju keberlanjutan sistem pangan nasional, berbagai pemangku kepentingan di Indonesia bersatu membentuk Joint Coordinating Committee on Family Farming (JCC) atau Komite Koordinasi Bersama Pertanian Keluarga Nasional. Workshop pembentukan JCC yang digelar hari ini di Jakarta mengukuhkan komitmen kemitraan antara Pemerintah Indonesia, badan PBB, dan organisasi petani dalam memperkuat posisi dan peran pertanian keluarga sebagai tulang punggung ketahanan pangan nasional.
Workshop ini dihadiri oleh tokoh-tokoh strategis dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, IFAD (International Fund for Agricultural Development), FAO (Food and Agriculture Organization), dan Komite Nasional Pertanian Keluarga (KNPK). Mereka berdiskusi secara intensif mengenai pembentukan JCC sebagai platform koordinasi yang terpadu dan inovatif guna menjawab tantangan krusial yang dihadapi sektor pertanian keluarga di Indonesia.
Koordinasi Multi-Pihak sebagai Kunci Keberhasilan
Direktur Pangan dan Pertanian Kementerian PPN/Bappenas, Jarot Indarto, membuka sesi dengan menegaskan pentingnya wadah JCC untuk memperkuat sinergi lintas sektor. “Perjalanan kita telah dimulai sejak 2018 dengan komitmen banyak pemangku kepentingan. JCC diharapkan menjadi ruang inklusif yang mencerminkan tujuh pilar global, mempererat kolaborasi antara pemerintah, lembaga internasional, akademisi, NGO, dan kelompok petani,” ujarnya.
Dalam pandangan Jarot, Indonesia dapat mengambil pelajaran dari pengalaman negara-negara seperti Brazil yang berhasil mengintegrasikan pertanian keluarga dengan program-program pemerintah, termasuk penyediaan makanan sekolah. Dengan menempatkan pertanian keluarga dalam kebijakan strategis yang memadukan koperasi dan agenda pembangunan berkelanjutan (MBG), JCC akan memperkuat posisi petani keluarga dalam ekosistem pertanian nasional.
Peran Lembaga Internasional dan Organisasi Petani
Rossi dan Bayu, perwakilan IFAD, memaparkan peran IFAD dalam mendukung petani keluarga melalui skema pembiayaan terkoordinasi dengan pemerintah. Program IFAD berfokus pada pengentasan kemiskinan di pedesaan, memberdayakan petani muda dan perempuan, serta memperkuat kelembagaan petani sebagai basis penggerak pembangunan berkelanjutan. Bayu menekankan pentingnya inklusivitas dalam jaringan stakeholder serta perlunya sistem monitoring yang terintegrasi guna memastikan indikator keberhasilan program sesuai dengan rencana aksi nasional dan global.
FAO, melalui perwakilan Sari, menyambut baik inisiatif JCC sebagai platform fasilitasi dialog kebijakan yang efektif. FAO menyoroti pentingnya agenda penjaringan petani perempuan dan pemuda dalam program nasional serta pemberdayaan sumber daya lokal melalui small grant scheme yang membuka kesempatan bagi kelompok petani kecil untuk berkembang. Sari juga mendorong penerapan konsep agro-silvo-kultur sebagai upaya pemanfaatan lahan tidur dan penguatan pembentukan kelembagaan pertanian keluarga yang lebih holistik.
Sedangkan dari KNPK, Gunawan menyuarakan pentingnya pembentukan JCC sebagai wujud konkret advokasi hak-hak petani yang berkesinambungan. Ia menekankan perlunya pengakuan hukum dan koordinasi berjenjang yang kuat agar Rencana Aksi Nasional Pertanian Keluarga (RAN PK) dapat diimplementasikan secara efektif hingga ke tingkat desa, menyesuaikan dengan kekhasan lokal dan dinamika kebijakan nasional.
Kesepakatan dan Langkah Strategis Ke Depan
Workshop ini berhasil menyepakati struktur dan mekanisme kerja JCC dengan BAPPENAS sebagai ketua, didukung oleh IFAD, FAO, dan KNPK sebagai mitra inti. Agenda implementasi mencakup rapat rutin triwulanan, sinkronisasi program dengan RAN PK, serta pembentukan sekretariat teknis yang akan berperan sebagai penggerak koordinasi. Dokumen resmi pembentukan JCC direncanakan akan ditandatangani dan dipublikasikan pada Juli 2024 sebagai dasar penguatan kelembagaan pertanian keluarga di Indonesia.
Nur Avianto dari BAPPENAS berujar, “Penting untuk tidak hanya menjadikan JCC sebagai forum koordinasi, tetapi juga sebagai mekanisme monitoring dan evaluasi yang transparan dan akuntabel. Kami akan memastikan setiap indikator keberhasilan dapat diukur dan dilakukan pelaporan secara terintegrasi dalam perencanaan pembangunan nasional.”
Sementara itu, peserta dari KNPK menyampaikan optimisme kuat bahwa JCC akan menjadi penghubung vital antara komunitas petani, pemerintah, dan mitra pembangunan, memperkuat suara akar rumput dalam mendukung kebijakan pangan nasional. “Kami telah membangun jaringan KNPK di berbagai daerah dan berharap JCC dapat menjadi ajang konsolidasi nasional yang inklusif dan strategis,” ujar Ika dari KNPK.
Harapan Besar demi Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani
Pembentukan JCC merupakan milestone penting dalam agenda pemberdayaan pertanian keluarga yang selaras dengan komitmen global Sustainable Development Goals (SDGs) dan Dekade Pertanian Keluarga 2019-2028. Dengan mengintegrasikan tema keberlanjutan, inklusivitas, dan kolaborasi multi-sektor, JCC diharapkan mampu mengatasi kendala struktural seperti kurangnya akses sumber daya, fragmentasi kebijakan, serta keterbatasan dukungan institusional yang selama ini menjadi hambatan utama bagi petani kecil di Indonesia.
Melalui JCC, para pihak berkomitmen untuk menjalankan fungsi strategis sebagai
1. Forum diskusi dan konsultasi kebijakan yang terbuka dan inklusif
2. Platform kolaborasi pelaksanaan program yang terkoordinasi dan terintegrasi
3. Mekanisme monitoring dan evaluasi efektivitas kebijakan serta dampak socio-ekonomi pekerja pertanian keluarga
Dengan semangat kolaborasi dan tekad yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan, pembentukan JCC bukan hanya menjadi simbol keharmonisan antar lembaga, tetapi juga sebuah wujud nyata perjuangan meningkatkan kesejahteraan petani keluarga dan mengukuhkan ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan.