Kamis, 03 Maret 2011
SUKABUMI, KOMPAS – Seiring anjloknya harga sayur-sayuran, terutama tomat, petani tidak mampu menjual seluruh hasil panennya untuk mengurangi kerugian yang diderita. Jika harga tak kunjung naik, buruh tani akan dikurangi dan ladang pun dijual.
Saya sudah panen tomat seminggu yang lalu. Dari total lima hektar ladang, sekitar tiga hektar tak berproduksi. Sebagian memang tidak lagi ditanami tomat karena tiga bulan lalu benih sulit didapat. Sebagian lagi saya biarkan saja, sebab buahnya kecil-kecil. Kalau buah yang kecil itu seperti tidak ada harganya, kata Dodo Sutardi (55), petani tomat di Kampung Cipaku, Desa Langensari, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (2/3).
Tomat kecil yang dimaksud Dodo adalah tomat yang berdiameter sekitar tiga sentimeter. Tomat seukuran itu hanya dihargai Rp 10.000 per peti yang berbobot sekitar tiga kilogram. Harga petinya saja sudah Rp 6.000 satu buah. Jadi daripada rugi, saya biarkan saja membusuk di pohonnya. Kalau ada warga yang mau ambil, ya silakan, ujar Dodo pasrah.
Hasil panen Dodo kali ini mencapai 200 ton tomat yang ia jual langsung ke pedagang di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta. Dengan harga jual hanya Rp 300 per kilogram, Dodo meraup Rp 60 juta. Namun, modal yang telah dihabiskan sekitar Rp 100 juta.
Untuk menutupi kerugian itu, ia berencana menjual satu hektar ladangnya. Jika harga jual tomat tidak membaik, dia pun terpaksa mengistirahatkan sebagian dari 50 pekerjanya.
Dulu waktu harga tomat masih Rp 4.000 per kilogram, saya mempekerjakan 100 orang. Pada musim tanam lalu, jumlah pekerja sudah saya kurangi menjadi 50 orang. Kalau harga tomat masih terus rendah, mungkin saja saya terpaksa mengurangi lagi, katanya.
Sementara itu, harga tomat di tingkat eceran sekitar Rp 1.500 per kilogram. Ajin, seorang pedagang sayur di Pasar Gudang, Kota Sukabumi, mengaku harga itu sudah berlangsung dalam dua bulan terakhir. Waktu cabai mahal, pembeli tomat berkurang. Nah, saat harga cabai sudah sekitar Rp 30.000 per kilogram, pembeli tomat belum normal kembali, kata Ajin.
Petani Ciamis pesimistis
Sementara itu, petani di Desa Sukamanah, Kecamatan Sukamanah, Kabupaten Ciamis, pesimistis dengan kualitas panen cabai dua bulan ke depan. Alasannya, curah hujan tinggi dan serangan hama membuat tanaman cabai tak bisa tumbuh baik.
Hal itu terjadi pada semua bibit cabai, baik keriting atau lokal. Hujan terus-menerus dan serangan hama, seperti serangga dan bakteri membuat tanaman banyak yang layu dan daunnya rusak. Hal ini pasti menurunkan kualitas cabai, ujar Sain (45), petani dari Kelompok Tani Sarimukti di Desa Sukamanah, Kecamatan Sindangsari, Ciamis.
Bantu bibit
Para petani kakao diharapkan telaten merawat tanaman sekaligus menggunakan bibit yang toleran terhadap hama. Serangan hama penggerek buah membuat panen kakao turun hingga 60 persen.
Kepala Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan Burhanuddin Mustafa mengakui bahwa hama menjadi musuh petani saat ini. Untuk mengantisipasinya, pemerintah masih terus membantu bibit. Sejak 2009 hingga tahun 2011 sudah sekitar 7,7 juta bibit yang dibagikan, sekaligus mendukung program gerakan nasional kakao, ujarnya di Makassar, Rabu (2/3). (HEI/CHE/SIN)
http://cetak.kompas.com/read/2011/03/03/0422087/petani..siap.jual.lahan