Pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture) dapat dilihat melalui dua kriteria utama, yakni pertama berkelanjutan secara ekonomi dan kedua berkelanjutan secara ekologis. Secara ekonomi keberkelanjutan pertanian akan mampu diukur dengan menjawab pertanyaan apakah sebuah proses pertanian yang dikembangkan bisa menjamin investasi dalam bentuk tenaga dan biaya yang telah dikeluarkan petani, serta hasil yang didapatkan petani mampu mencukupi kebutuhan keluarganya secara layak. Keberlanjutan ekonomi berarti juga meminimalkan atau bahkan meniadakan biaya eksternal dalam proses produksi pertanian. Dalam kaitan ini fakta yang ada menunjukkan masih lemahnya posisi petani dalam menerapkan pola ini, baik itu dikarenakan oleh faktor modalitas, manajemen maupun akses pasar, baik juga dilihat dari sudut pandang internal petani sendiri maupun berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi seperti kebijakan dan sebagainya.
Selain itu Pertanian yang berkelanjutan juga mengacu pada pengertian tetap sinambungnya hubungan ekosistem alam mengingat kegiatan pertanian berkait langsung dengan keadaan lingkungan seperti tanah, udara, tumbuhan serta binatang. Keberlanjutan ekologis merupakan upaya mengembangkan agroekosistem agar memiliki kemampuan untuk bertahan dalam kurun waktu yang lama melalui pengelolaan terpadu untuk memelihara dan mendorong peningkatan fungsi sumber daya alam yang ada. Pengembangan sistem seperti ini juga berorientasi pada keragaman hayati (biodiversity). Karenanya praktik-praktik budidaya tanaman yang menyebabkan dampak negatif dan apalagi secara agresif bisa menyebabkan kerusakan pada lingkungan seperti pemakaian pestisida kimia secara terus menerus harus dihindari.
Sistem Pertanian Organik
Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, pertanian organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia. Penggunaan input di luar pertanian yang menyebabkan degradasi sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik. Sebaliknya, sistem pertanian yang tidak menggunakan input dari luar, namun mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian organik, meskipun agro-ekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik.
Ada dua pemahaman tentang pertanian organik yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pertama, Pertanian organik dalam artian sempit yaitu pertanian yang bebas dari bahan-bahan kimia. Mulai dari perlakuan untuk mendapatkan benih, penggunaan pupuk, pengendalian hama dan penyakit sampai perlakuan pasca-panen tidak sedikiti pun melibatkan zat kimia, semua harus bahan hayati, alami. Sedangkan kedua, pertanian organik dalam arti yang luas, adalah sistem produksi pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari atau membatasi penggunaan bahan kimia sintetis (pupuk kimia/pabrik, pestisida, herbisida, zat pengatur tumbuh dan aditif pakan). Dengan tujuan untuk menyediakan produk produk pertanian (terutama bahan pangan) yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen serta menjaga keseimbangan lingkungan dengan menjaga siklus alaminya.
Berbagai manfaat dan kelebihan dimiliki oleh pola pertanian organik ini, misalnya 1. Peningkatan aktivitas organisme yang menguntungkan bagi tanaman. 2. Meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan organisme pengganggu, 3. Memperpanjang unsur simpan dan memperbaiki struktur. 4. meningkatkan cita rasa dan kandungan gizi produk pertanian, serta 5. Membantu mengurangi erosi pada lingkungan.
Selain itu, dalam kaitannya dengan pertanian yang berkelanjutan, pola pertanian organik juga akan memberi keuntungan lebih bagi petani. Aktivitas produksi bisa dilakukan secara mandiri oleh petani dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya alam yang ada di sekitarnya, misalnya untuk kebutuhan pupuk. Sehingga dengan demikian, disamping mendapat banyak manfaat mendasar dari pola pertanian organik, petani juga di sisi lain menjadi memiliki kesempatan untuk tidak bergantung pada produk-produk pabrikan, baik itu dalam bentuk pupuk organik itu sendiri atau lebih-lebih pestisida kimia. Selain bermanfaat untuk keseimbangan lingkungan hal tersebut juga dapat mengurangi ongkos produksi dan menjauhkan petani dari kerentanan di saat terjadi kelangkaan pupuk akibat aksi spekulasi dan permainan pasar.
Meningkatkan Kualitas Produksi Pisang Di Kabupaten Lumajang Dengan Sistem Pengendalian Hama dan Penyakit Yang Ramah Lingkungan
Sebagaimana pada produk-produk pertanian lain, pola produksi pisang dapat pula dilakukan dengan melalui pendekatan yang lebih ramah lingkungan, yang berorientasi bukan saja pada peningkatan kuantitas dan manajemen produksi, tapi hal yang juga penting dilakukan adalah mendorong perbaikan kualitas, dimana antara proses dan hasil produksi adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan.
Kabupaten Lumajang merupakan entitas produsen pisang potensial yang dapat menjadi salah satu andalan dalam memenuhi kebutuhan buah pisang, baik itu untuk kebutuhan pasar dalam negeri maupun ekspor. Dan dalam kaitan tersebut proses serta sistem pengendalian hama dan penyakit sebagai salah satu masalah yang sering dihadapi oleh petani perlu menerapkan pendekatan dan perlakuan yang lebih ekologis dan ramah terhadap lingkungan. Hal tersebut dirasa penting untuk tetap mendorongkan pertanian berkelanjutan, yang tidak semata-mata memaksakan produksi secara kuantitatif saja namun terlebih penting adalah menjaga keberimbangan ekosistem yang akan berdampak baik pada peningkatan kualitas tanah dan segala unsur hayati yang menopang pertumbuhan tanaman pisang. Untuk itu menghindari pemakaian pestisida kimiawi dengan tujuan pengendalian hama dan penyakit adalah pilihan yang sangat tepat dan sebagai gantinya adalah mengembangkan model perlakuan yang lebih berwatak ekologis, yang bukan saja bermanfaat bagi tanah dan lingkungan untuk jangka panjang, namun juga dapat mendorong peningkatan kualitas buah pisang secara lebih signifikan.
Terkait hal tersebut Aliansi Petani Indonesia (API) bekerjasama dengan Serikat Petani Lumajang (SPL) menyelenggarakan “Workshop Budidaya Pisang Dan Pengendalian Hama dan Penyakit” di desa Papringan dan Salak, Lumajang (4-6/7/13). Acara yang dimaksudkan untuk mempromosikan sistem pertanian alami serta mengurangi ketergantungan petani atas produk-produk kimia pabrikan ini menghadirkan seorang praktisi pertanian alami asal banyumas, Pak Sutriyono.
Dalam pengantarnya, sutriyono menyampaikan tentang pentingnya menjaga keselarasan ekosistem dalam bercocok tanam karena adanya hubungan mutual yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. “Kita bertani dan memproduksi hasil pertanian seharusnya dilandasi pemikiran jangka panjang. Kalau tanah kita rusak karena kesalahan pada pola produksi kita, itu akan juga akan berdampak pada nasib tanah kita di masa mendatang, dan dengan demikian kita mewariskan kualitas tanah yang buruk bagi anak cucu”, paparnya.
Pelatihan yang dikemas belajar bersama dan banyak menggunakan media praktek lapangan ini diikuti oleh sedikitnya empat puluh peserta dari lima desa dan dua kecamatan. Selain materi pengendalian hama dan penyakit, sebagai materi tambahan juga diadalakan pelatihan pembuatan pakan ikan. Peserta untuk sesi sub-ekonomi petani ini diselenggarakan khususnya untuk petani yang tinggal di daerah Papringan dan sekitarnya yang memang banyak mengembangkan budidaya ikan di beberapa ranu (danau) yang ada di wilayah tersebut dengan sistem kerambah, seperti yang ada di Ranu Lading dan Ranu Klakah.
Prakt
ek lapangan pembuatan nutrisi dan formula-formula alami melibatkan seluruh peserta dengan membawa berbagai bahan yang dapat diperoleh dari lingkungan sekitar, seperti pepaya, jeroan ikan, gula tetes serta beberapa tanaman liar. Bahkan para petani dapat memperoleh sejenis azola yang banyak tersebar di permukaan danau untuk selanjutnya dapat dibudidayakan secara kolektif untuk tambahan gizi ikan.
“Masih banyak yang belum tahu kegunaan azola ini. padahal ini sangat besar manfaatnya serta sedang jadi percakapan hangat di kalangan ahli”, ujar Sutriyono sembari mengambil beberapa sample azola di pinggiran ranu klakah.
Acara workshop tersebut ditutup dengan demonstrasi pengukuran kandungan nutrisi dan formula alami dengan menggunakan media listrik. Demonstrasi itu sendiri menarik setiap peserta yang hadir. Tegangan dan volume listrik yang berbeda antara satu cairan yang berisi asupan nutrisi dengan yang lainnya menandakan kandungan yang berbeda. “Melalui metode pengukuran seperti ini petani ataupun pembudidaya akan dengan mudah mengetahui akan seberapa besar kandungan yang bisa diaplikasikan pada, baik tanaman ataupun pakan ikan”, papar Sutriyono. [Lodzi]