“MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN : TOLAK IMPOR PANGAN”
Sudah 39 tahun Dunia menyuarakan tentang ketersediaan pangan yang merupakan kebutuhan utama bagi suatu bangsa—Hari Pangan Sedunia—(FAO 1976). Indonesia sebagai negara agraris sampai saat ini masih disibukkan dengan berbagai masalah, seperti kemiskinan, konflik agraria, kelaparan, alih fungsi lahan pertanian dan kekurangan gizi yang disebabkan ketidakmampuan dalam Pengelolaan Pangan berbasis pada Kedaulatan Pangan. Petani sebagai garda terdepan dalam kegiatan produksi pangan juga masih dibenturkan dengan berbagai kebijakan Pemerintah yang secara sistemik memiskinkan petani. Perlu dicermati dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, Indonesia membuka kran impor besar-besaran berbagai macam komoditas pangan, seperti kedelai, gandum, beras, jagung, dan daging sapi yang justru melemahkan dan menghilangkan kedaulatan pangan.
Pasal 36 ayat (1) Undang – Undang nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan dengan tegas menyatakan “Impor Pangan hanya dapat dilakukan apabila Produksi Pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri”. Kepastian impor beras sebesar 1 juta ton dari Vietnam membuktikan Pemerintah telah gagal untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Kekurangan stok Bulog yang hanya 1,7 juta ton dan penurunan produksi akibat kekeringan yang disebabkan El Nino menjadi alasan Pemerintah untuk memuluskan langkah impor.
Pada hakikatnya sumber karbohidrat tidak hanya berasal dari Beras saja. Perubahan pola konsumsi untuk kembali kepada pangan lokal merupakan solusi yang nyata. Akan tetapi, Pemerintah memilih jalan pintas untuk melakukan kebijakan impor. Kebijakan impor pangan secara jelas tidak mewujudkan kedaulatan pangan.
Oleh karena itu, untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan sesuai dengan amanat Nawacita, “POSKO PEMANTAUAN DAMPAK KEKERINGAN” mendesak Pemerintah untuk:
- MELAKSANAKAN REFORMA AGRARIA 9 JUTA HA;
- PERUBAHAN POLA KONSUMSI KE PANGAN LOKAL;
- HENTIKAN IMPOR PANGAN;
- HENTIKAN PENGGUNAAN BENIH YANG DIPRODUKSI KORPORASI;
- MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK;
- SISITEM PERTANIAN AGROEKOLOGI;
- MERUBAH KELEMBAGAAN PETANI SESUAI UU 19/2013 DAN PUTUSAN MK 87/PUU-XI/2013;
- SINERGIKAN BULOG DENGAN KOPERASI DAN USAHA-USAHA TANI;
- MERUBAH ORIENTASI PASAR PERTANIAN UNTUK KEPENTINGAN NASIONAL.
“POSKO NASIONAL PEMANTAUAN DAMPAK KEKERINGAN”
SPI – API – IHCS – ISMPI – POPMASEPI – FKK HIMAGRI – HMPTI – FPPI.
Jakarta, 15 Oktober 2015