Pemilik Kedai Kopi se-Malang Raya Pantau dan Beri Pembinaan kepada Petani Kopi di Kecamatan Dampit
SURYAMALANG.COM – Pemilik kedai kopi yang saat ini sedang menjamur di Kota Malang dan sekitarnya ternyata benar-benar selektif dalam pemilihan biji kopi. Para pemilik kedai kopi pun menginginkan hasil kopi yang memiliki label khusus dari petanikopi.
Yakni mereka memakai Kopi Sri DonoRetno Kecamatan Dampit,Kabupaten Malang. Kopi Sri Dono Retno ini merupakan singkatan dari tiga desa di Kecamatan Dampit, yakni Desa Sri Mulyo, Desa Sukodono, dan Desa Batu Retno.
Hal ini diungkapkan oleh satu di antara pemilik Kedai Kopi di Kota Malang, Demsi Danial. Ia menceritakan, ide revolusi kopi melalui cara petik merah ini diawali dari petani kopi di tiga desa itu. Parapetani di sana mulai sadar bahwa mereka kehilangan rasa asli dari kopi Sri Dono Retno.
Akhirnya mereka para petani membuat suatu inovasi untuk membuat kualitas kopi mereka kembali serta memperbaiki pemasaran kopi mereka. Yakni, memperbaiki cara pemetikan kopi. Dari yang awalnya hanya metik asal-asalan, dan menjemur hanya di lantai, sejak tahun 2015 petani sudah menerapkan cara pemetikan yakni petik merah.
“Petik merah atau gelondong merah ini ialah memetik biji kopi yang masih merah seperti warna buah cerry. Awalnya mereka menjual kopi ini ke PTPN 12, tetapi kurang memenuhi standar. Karena di sana, sering dibuat penelitian oleh mahasiswa di Universitas Brawijaya, maka terlibatlah pihak kampus untuk ikut memperbaiki perekonimian berserta kualitas kopi,” ujarnya saat ditemui SURYAMALANG.COM di Kedai miliknya, Kedai Remboeg Pawon, Selasa (13/9/2016).
Setelah itu, beberapa pemilik kedai ini mengunjungi dan memantau sendiri ke lokasi petani kopi di tiga desa itu. Setelah melakukan pemantauan, pemilik kedai kopi ini melakukan pembinaan terhadap para petani kopi di tiga desa itu.
Pembinaan untuk para petani ini untuk meyakinkan bahwa mereka pemilik kedai kopi yang menyajikan kopi berkualitas tahu proses dari awal kopi yang diseduhkan untuk konsumen mereka.Kopi yang dihasilkan ini merupakan kopi yang menghasilkan GAP (Good Agricultural Practices), dalam artian memiliki riwayat yang bagus terhadap perlakuan dari petani kopi.
Pemetikan merah, sudah dilakukan oleh petani kopi sejak tahun 2015. Tahun inipun mereka para petani membentuk Koperasi Petani Kopi untuk mendistribusikan hasil kopi mereka. Sebelum kopi masuk koperasi yang siap dijual, para petani harus melalui Unit Pengelola Hasil (UPH). UPH ini dibentuk untuk menampung hasil dari petani begitu setelah dipetik merah. Demsi mengatakan kopi yang dijual ini harus sudah terdaftar.
“Melalui UPH yang akan menyeleksi hasil kopi dari petani apakah siap dijual atau tidak. Hanya kopi yang berkomitmen saja yang bisa lolos uji UPH,” terangnya.
Ia mengatakan, semisal dalam sebulan rata-rata setiap kedai membeli 50 kg kopi setiap bulannya. Dari petani juga memberikan harga yang berbeda-beda, yakni sekitar Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu perkilogramnya. Karena yang menentukan harga langsung dari petani kopi. Ia mengungkapkan, setiap kedai bisa meminta proses kopi langsung dari petani.
Ada tiga proses kopi, yakni Honey Process, Semi Wash, Full Wash. Ketiga proses ini juga diajarkan kepada petani kopi, yang difasilitasi oleh Aliansi Petani Indonesia, lembaga pendidikan. Agar menghasilkan kopi yang lebih bagus, sehingga dari segi harga bisa dipertanggungjawabkan kualitas kopinya.
“Agar sesuai konsep, yaitu kopi adil dan beradab,” tegasnya.
Para pemilik kedai ini membentuk Komunitas Kedai Kopi Malang untuk mendukung dalam mendistribusikan kopi Sri Dono Retno. Ada sekitar 40 pemilik kedai, bahkan ada yang dari luar Malang Raya. Ada dua jenis kopi yang dihasilkan oleh petani Sri Dono Retno, yakni Kopi Robusta dan Kopi Exselsa (kopi nangka). Untuk kopi robusta, ada kopi lanang/pieberry, kopi ratu, serta kopi reguler.
sumber: http://suryamalang.tribunnews.com/2016/09/14/pemilik-kedai-kopi-se-malang-raya-pantau-dan-beri-pembinaan-kepada-petani-kopi-di-kecamatan-dampit?page=2