Pers Release Aksi Solidaritas Amankan Tani
“Salatiga Peduli Kendeng”
Perjuangan para petani Kendeng melawan pendirian pabrik semen milik PT. Semen Indonesia di Rembang belum menemukan titik terang. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo tak mengindahkan putusan Mahkamah Agung yang telah memenangkan gugatan para petani Kendeng. MA melalui surat putusan No. 99 PK/TUN/2016 menyatakan bahwa Surat Izin Lingkungan, Penambangan dan Pendirian Pabrik Semen di Kendeng, yang telah dikeluarkan Gubernur Jateng sebelumnya melalui SK No. 660.1/17 tahun 2012 harus dicabut.
Putusan MA No. 99 PK/TUN/2016 keluar sejak 5 Oktober 2016 atau setelah warga melakukan tahapan Peninjauan Kembali sebagai upaya hukum luar biasa sekaligus terakhir di Mahkamah Agung. Tapi, kondisi ini diperparah oleh ulah Ganjar, yang mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang izin lingkungan baru pada 9 November 2016 yaitu SK No 660.1/30 tahun 2016. Padahal dalam pertemuan antara Perwakilan Warga Rembang dengan Presiden Jokowi di Kantor Presiden pada 2 Agustus 2016, Presiden telah meminta Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KHLS) Pegunungan Kendeng, dan selama kajian itu dilakukan semua operasi di pabrik harus dihentikan.
Di lain kesempatan, Ganjar pernah mencabut SK No 660.1/30 tahun 2016, melalui Surat Keputusan Gubernur No 660.1/4 Tahun 2017 pada 16 Januari 2017. Namun demikian, toh Ganjar masih mengeluarkan SK baru pada 23 Februari 2017 yaitu SK Nomor 660.1/6 Tahun 2017. Ini aneh karena Ganjar mengeluarkan SK baru disaat Amdal induk sudah dinyatakan cacat yuridis oleh MA karena ada ketidakbenaran substansi, cacat data dan informasi. Maka dari itu, pada kesempatan ini Ganjar hanya sedang mem-pingpong warga rembang menggunakan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkannya. Satu hal yang perlu diketahui pula, dalam hal ini Ganjar telah mengangkangi keputusan yang telah ditetapkan oleh MA, sebagai lembaga hukum tertinggi di Indonesia.
Selain diselimuti dengan berbagai macam kebijakan yang telah dikeluarkan Ganjar, setidaknya ada dua argumen (baca juga: mitos) yang selalu disebarluaskan oleh pemerintah kepada masyarakat bahwa membangun pabrik semen ini; pertama, menyejahterakan masyarakat sekitar pertambangan, dan kedua, Pegunungan Kendeng tak memiliki sumber mata air sehingga tak masalah jika dilakukan eksploitasi besar-besaran. Parahnya lagi, pada 30 Maret 2017, Menteri ESDM melalui surat NO. 2537/42/MEM. S/2017 HAL: Dukungan Pemetaan Sistem Aliran Sungai Bawah Tanah CAT Watuputih Rembang Jawa Tengah ke Menteri KLHK meyatakan “CAT Rembang tidak ditemukan sungai bawah tanah dan seolah-olah sudah menyimpulkan bahwa CAT Rembang tidak Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK).”
Dua mitos, berikut pernyataan Menteri ESDM itu dangkal. Data Sensus Pertanian Kabupaten Rembang 2013 telah menunjukan bahwa 108.359 dari 166.199 rumah tangga di sana melakukan usaha pertanian dan tidak melakukan kerja-kerja pertambangan. Maka dari itu, mengedepankan sektor pertambangan dikala masyarakatnya bergantung pada sektor pertanian ini bagai api yang jauh dari panggang, karena kedua sektor tersebut pun sebenarnya juga sangat berbeda dari sudut pandangnya. Pertanian adalah usaha padat karya yang lebih banyak menyerap tenaga kerja. Sementara pertambangan milik PT. Semen Indonesia itu adalah usaha padat modal yang lebih menguntungkan segelintir orang saja. Toh, menurut data Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2015, konsumsi semen Nasional menyisakan surplus. Kemudian pada 2016, kapasitas produksi semen Nasional diperkirakan kembali meningkat menjadi 92,8 juta ton dengan beroperasinya beberapa pabrik baru, seperti PT Semen Padang, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR).
Mitos Pegunungan Kendeng tak memiliki sumber mata air lagi-lagi terasa dangkal kala disandingkan dengan data dari PDAM Rembang. Data tersebut menunjukan bahwa sekitar 153.402 jiwa di Kabupaten Rembang bergantung langsung pada Cekungan Air Tanah Watuputih di Pegunungan Kendeng, yang mengalirkan ratusan mata air. Bahkan aliran mata air ini juga mencukupi kebutuhan air minum di Kabupaten Pati, Blora dan Tuban. Oleh karena itu, jika pemerintah hendak memuluskan upaya PT. Semen Indonesia mendirikan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, tak lain dan tak bukan mereka hanya menghendaki masyarakatnya terlibat konflik atas air. Persoalan air menjadi lebih serius karena air adalah sumber kehidupan bagi semua mahluk hidup, kecuali Ganjar dan Menteri ESDM. Mereka makan dan minum semen.
Selanjutnya, perjuangan warga menolak pabrik semen di Rembang untuk memperoleh keadilan dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup juga tak dimanusiakan. Gugurnya (Alm) Ibu Patmi (48) dalam perjuangannya untuk menyelamatkan Kawasan Resapan Air Tanah (KARST) di Rembang pun, barang sedikit tidak mengetuk hati nurani Ganjar Pranowo dan Presiden Jokowi. Terakhir, keluhan dua orang perwakilan warga, yakni Gunarti dan Gunarto kepada Presiden Jokowi di Istana malah tidak digubris. Mempermainkan hukum demi kepentingan industri tak lain hanyalah siasat mengelak dari kewajiban mematuhi hukum dan putusan pengadilan. Ini adalah preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan, dimana pembangkangan hukum justru dilakukan pejabat publik dan badan usaha negara, yang justru seharusnya memberi contoh mentaati putusan peradilan yang bersifat final dan mengikat.
Maka dari itu, kami, para pemuda, petani, seniman, mahasiswa, pegiat HAM dan lingkungan hidup yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Anti Kekerasan Terhadap Petani (Amankan Tani) menuntut;
1. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mematuhi Putusan Mahkamah Agung yang keluar sejak 5 Oktober 2016, yaitu Surat Putusan MA No. 99 PK/TUN/2016.
2. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mencabut semua kebijakan yang telah dikeluarkannya, sehubungan dengan Surat Izin Lingkungan, Penambangan dan Pendirian Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng,
3. Presiden Jokowi, sebagai pemegang tampuk kekuasaan tertinggi di negeri ini, menggunakan kapasitasnya untuk memanusiakan semua orang yang telah merelakan waktu dan tenaga untuk menjaga Rahim (Ibu Bumi), dan
4. Menghentikan kriminalisasi terhadap petani di Jawa Tengah,
5. Menyelesaikan konflik agraria yang ada di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah.
6. Menjaga lumbung padi, termasuk memperbaiki sistem regenerasi petani di Jawa Tengah.
7. Mewujudkan reforma agraria sejati di seluruh negeri ini.
“Ibu Bumi Wis Maringi, Ibu Bumi Dilarani, Ibu Bumi Kang Ngadili.” Salam Lestari!
Kami yang turut berpartisipasi bersama Amankan Tani;
1. Kerja Kreatif Akar Rumput
2. Aliansi Petani Indonesia (API) Jateng
3. Konsorium Pembaruan Agraria (KPA) Jateng
4. Yayasan Kristen Trukajaya Salatiga
5. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jateng.
6. Salatiga Peduli
7. Prosa Nada
8. Benci Buncit
9. Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT)
10. Yayasan Lingkar Studi Kesetaraan Aksi dan Refleksi (YLSKAR)
11. Jejer Wadon
12. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Salatiga
13. Teater Getar IAIN Salatiga
14. Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota (DK) Yogyakarta
15. PPMI DK Semarang
16. Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Salatiga
17. Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP)
18. Individu Merdeka
19. Yayasan Desantara
20. Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Salatiga
21. Skeptis
22. Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) Salatiga
23. SUH Upcycleandart
24. Front Mahasiswa Progresif dan Revolusioner Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
25. Akar Merdeka