PERS RELEASE
MASIH ADAKAH KEADILAN UNTUK PETANI KECIL DI INDONESIA
Petani kecil sangat sulit mendapatkan keadilan. Petani adalah aset yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia. Kita adalah sebagai bangsa yang mengedepankan nilai-nilai keadilan berdasrkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945. Petani mempunyai kontribusi yang sangat besar sejak sebelum indonesia mendeka hingga sekarang ini. Petani menyediakan pangan bagi 260 juta penduduk Indonesia, menyediakan lapangan pekerjaan bagi 40,10 juta penduduk yang tinggal di pedesaan. Petani kecil mengeluarkan 485.73 triliun/tahun untuk memproduksi pangan, terutama beras.
Penyediaan pangan merupakan kontribusi nyata dari petani untuk bangsa ini, meskipun ditengah-tengah resiko rugi akibat penyakit, kekeringan dan harga jual panen mereka. Akan tetapi petani tetaplah petani, mereka tetap memproduksi untuk menyediakan pangan bagi kita semua. Beradarkan data statistik th 2018, Saat ini jumlah petani di indonesia 33.49 juta diantaranya 16.26 adalah petani dengan luas lahan >0,5 Hektar, merupakan produsen pangan pagi 260 juta penduduk Indonesia.
Sejak Indonesia merdeka 74 tahun yang lalu, petani, khususnya petani kecil selalu menjadi subordinat dari kebijakan pembangunan nasional. Padahal diakui atau tidak peran petani sangat penting dan strategis dalam menyediakan pangan, tenaga kerja bagi masyarakat pedesaan. Bahwa Perlidungan dan kehadiran negara sangat kecil dirasasakan oleh petani, bahkan kadang-kadang sebaliknya, kehadiran negara justru tidak melindungi petani kecil, misalnya konflik pertanahan, kebijakan impor, kriminalisasi petani pemulia benih. menurut catatan Aliansi Petani Indonesia (API) ada 14 petani kecil di kediri sebagai pemulia benih pernah ditangkap, diadili dan dipenjara, hanya karena melakukan pemulian benih dan menjual kepada sesama petani. Mereka dituduh melanggar undang-undang No 12 th 1992 tentang Sistem Budidaya tanaman, karena melakukan pemulian dan menjual benih tanpa izin dan label.
Pada tahun 2012, Aliansi Petani Indonesia (API) dan organisasi petani lainnya didukung dengan organisasi masyarakat sipil lainnya menggugat UU no 12 th 1992 di Mahkamah Konstitusi. Beberapa permohonan atas gugatan terhadap UU No 12 th 1992 telah dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. Mahkamah konstitusi dalam Amar putusannya No 99/PUU-X/2012 menyatakan
Apakah dengan adanya putusan MK diatas, upaya-upaya untuk mensubordinasi dan kriminaliasai petani kecil pemulia benih berhenti. Ternyata tidak!!. Pada tanggal 23 Juli 2019 bapak Munirwan Petani kecil sekaligus sekaligus Geuchik (Kepala Desa) dan Diektur PT.Bumades Nisami Indonesia dari Desa Meunasah Rayeuk, Kecamtan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara, provinsi Aceh menjadi tersangka berdasarkan surat ketetapan Polda Aceh No. S.Tap/16/VII/RES. 2.1/2019 atas tuduhan memproduksi dan mengedarkan secara komersial benih Padi IF8 yang belum dilepas varietasnya. Oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Aceh, Pak Munirwan Didakwa melanggar Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman No. 12 tahun 1992 pasal 12 ayat (2) jo pasal 60 ayat (1). Bunyi ayat (1) Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri sebelum diedarkan terlebih dahulu harus dilepas oleh pemerintahyang; ayat (2). Varietas hasil pemuliaan atau introduksi dari luar negeri yang belum dilepas sebagaimana ayat (1) dilarang diedarkan.
Ketika Aliansi Petani Indonesia bersama Saudara Muhammad Nur Uddin dari Tenaga Ahli Utama Penasehat Menteri Kemendesa PDTT, Saudara Nurohman Joko Wiryanu, Tenaga Ahli Bidang Penanganan Masalah Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Desa Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendesa PDTT menemui Bapak Dr. Ir.Erizal Jamal, MSi, selaku Kepala Pusat PVT. Bapak Erizal berpendapat bahwa “mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 99/PUU-X/2012 terkait UU Sistem Budidaya Tanaman, maka tuduhan dan dakwaan dengan pasal 12 ayat (2) jo pasal 60 ayat (1) secara hukum tidak bisa jadikan dasar pengaduan dan dakwaan kepada bapak Munirwan”.
Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa “Bapak Munirwan dikategorikan petani kecil”. Untuk menindaklanjuti hasil putusan MK tersebut, Kementerian Pertanian telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40 /PERMENTAN/TP.010/11/2017 tentang Pelepasan Varietas Tanaman. Pada Bab IV, pasal 36 menjelaskan, ayat (1). Varietas hasil pemuliaan yang dilakukan oleh perorangan petani kecil dikecualikan ketentuan mengenai pengujian, penilaian, tata cara pelepasan, dan penarikan varitas dalam Peraturan Menteri ini; (2). Perseorangan petani kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan petani perseorangan yang melakukan usaha-usaha budidaya tanaman pangan dilahan paling luas 2 hektar atau paling luas 25 hektar untuk budidaya tanaman perkebunan; ayat (3). Varietas hasil pemuliaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap ahrus diberi nama yang menunjukkan tempat kegiatan pemuliaan dilakukan; (4). Varietas hasil pemuliaan perorangan petani kecil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftar oleh Dinas yang melaksanakan sub urusan pemerintahan dibidang tanaman pangan, perkebunan, atau peternakan.
Didalam penangkapan petani kecil (Muniwan) di Aceh, Terdapat kesalahan penerapan UU No 12 th 1992 sebagaimana telah diubah oleh Mahkamah Konstitusi dan penerapan PERMENTAN Nomor 40 Tahun 2017 dalam kasus Benih Padi IF8 dan bapak Munirwan. Dimana Bapak Munirwan didakwa melanggar UU Sistem Budidaya Tanaman Pasal 12 ayat (2) jo pasal 60 ayat (1). Dengan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 99 tersebut, maka dakwaan tersebut seharusnya tidak berlaku bagi petani kecil.
Aliansi Petani Indonesia API berpandangan, Mengacu pada Permentan No 40 tahun 2017, sesunguhnya Dinas Pertanian dan perkebunan Kebupaten Aceh Utara dan Propensi Aceh telah lalai dalam menjalankan kewajibannya untuk mendaftar benih-benih yang dihasilkan dari pemulian petani kecil individu. Mengingat bahwa benih IF8 adalah benih hasil pemulian petani kecil yang diminati oleh banyak petani kecil lainnya di Aceh utara. Benih IF8 rencanya akan direplikasi di beberapa tempat di Aceh Utara. Oleh karena itu, Dinas Pertanian dan Perkebunan Propinsi Aceh dan Kabupaten Aceh Utara seharusnya memahami subtansi PERMENTAN Nomor 40 Tahun 2017 sebelum melaporkan kepada kepolisian pada kasus benih padi IF8 yang menimpa bapak Munirwan. Seharusnya dinas tersebut aktif untuk mendaftar benih-benih tersebut sebelum diedarkan, tetapi hal itu tidak dilakukannya. Justru sebaliknya, Dinas pertanian dan perkebunan Aceh utara dan provinsi Aceh melaporkan Munirwan kepa kepolisian.
Ini sebuah ironi, bagi negara agraris seperti Indonesia. Ketika petani kecil ingin berkontribusi terhadap negara dalam mencapai swasembada dan kemandirian pangan sebagaimana visi dalam nawacita Presiden Joko Widodo diataranya adalah membangun 1000 desa mendiri benih ditengah tengah kemiskinan dan keterbatasan mereka seharusnya mendapatkan apresiasi dan perlindungan yang memadari dari aparatur negara. Ditengah-tengah bangsa ini menghadapi ancaman kerawanan pangan, perubahan iklim, regenerasi petani dan alihfungsi lahan yang terus menerus, kehadiran petani-petani kecil seperti Pak-Munirwan dan petani-petani pemulia benih lainnya sangat dibutuhkan untuk mewujudkan kadaulatan dan kemandirian pangan Indonesia untuk mewujudkan visi Pemerintah (Nawa Cita)
Namun kenyataanya berbeda bahkan terbalik, semangat petani-petani kecil untuk mandiri benih dalam rangka mewujudkan kamandirian dan kedaulatan pangan serta mengurangi beban subsidi pemerintah atas benih dengan melakukan pemulian benih dan menjual antar sesama petani berujung menjadi tersangka (dikriminalisasi). Masih adakah keadilan untuk petani kecil dinegara kita tercinta ini, masih adakah perlindungan dari negara dan aparatur negara terhadap petani kecil pemulia benih. Pertanyaan-pertanyaan ini telah mengusik nurani kita, dimana setiap hari kita
makan dari hasil jerih payah petani kecil dengan perjuangan mereka yang luar biasa. Sementara tidak semua sanggup seperti petani-petani kecil lakukan saat ini. Haruskah kita menggantungkan benih kita, makanan kita kepada bangsa lain. Mari Nurani kita harus mejawab itu semua.
Mempertimbangkan berbagai hal diatas, maka: (1) kami menuntut pihak-pihak terkait untuk membebaskan Bapak Munirwan tanpa syarat; (2) kami menuntut Kementerian Pertanian pemerintah Kabupaten Aceh Utara, dan Provinsi Aceh untuk mencabut laporan ke Kepolisian dan melakukan kewajibannya sesuai Keuptusan MK atas UU No 12 th 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Permentan No 40 th 1917 tentang Pelepasan Varietas Tanaman; (3) Meminta Gubernur (Plt Gubernur) untuk Memecat Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Aceh, karena telah lalai dalam menjalankan fungsinya berdasarkan Permentan No. 17 tahun 2017, Tentang peredaran benih, bahkan melaporkan petani kecil sebagai pemulia tanaman padi IF18 yang diminati oleh sebagian besar petani Aceh karena produktifitasnya sangat baik.
Maka dengan rasa hormat kami mengundang kawan-kawan untuk solidaritas dan mendukung pembebasan bapak Munirwan selaku petani kecil pemulia benih yang dijadikan tersangka atas laporan dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Aceh Utara dan Provinsi Aceh.
#bebaskanmunirwan