Bila dibedakan sedikitnya terdapat dua type situasi yang dihadapi organisasi-organisai petani anggota Aliansi Petani Indonesia (API). Pertama, type organisasi petani berbasis konflik dan Kedua, type organisasi berbasis produksi (non-konflik). Type pertama mengacu pada keadaan dimana petani secara umum atau organisasi petani secara spesifik mengalami persoalan menyangkut klaim pemilikan lahan serta persinggungannya dengan pihak-pihak yang terkait dengan kepemilikan tersebut, baik institusi negara maupun swasta, dalam hal ini perusahaan. Sedangkan type kedua adalah petani atau organisasi petani tanpa basis konflik yang berupaya mengembangkan produksi pertaniannya untuk mendapatkan surplus ekonomi untuk perbaikan nasibnya.
Keadaan yang dihadapi oleh type kedua ini lebih banyak berhubungan dengan matarantai produksi, dimana para petani selain mengalami berbagai kesulitan dalam regulasi politik, ekonomi dan hukum seperti persoalan harga pupuk, hak paten dan modal produksi, mereka juga masih dihadapkan pada persoalan market, dimana rantai distribusi hasil produksi tidak semata-mata berada dalam kendali pemerintah, namun justru banyak dikuasai oleh sektor swasta. Dari sinilah lantas terjadi yang dinamakan monopoli dan oligopoli yang secara signifikan lantas menjerembabkan petani dalam situasi-situasi yang selalu rentan dan bahkan melulu merugi.
Situasi dari dua type tersebut diatas telah lama menjadi catatan dengan garis tebal yang menjadi agenda kerja Seknas Aliansi Petani Indonesia. Selain menyelenggarakan berbagai advokasi langsung di basis-basis petani – terutama petani dengan basis konflik – berbagai pelatihan, baik untuk tujuan Adovokasi itu sendiri maupun pelatihan-pelatihan untuk petani berbasis prosuksi digelar di berbagai tempat di basis-basis organisasi petani anggota API. Dan untuk semakin mempertegas komitmen dan kesatuan tujuan perjuangan petani, beberapa waktu lalu (6-11 November 2008) diselenggarakan pelatihan advokasi petani yang dihadiri perwakilan perwakilan organisasi petani anggota API di seluruh Indonesia meliputi Jawa, Bali, Sumatra dan NTT.
Pelatihan yang diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tersebut bertujuan selain untuk memberi perbekalan kognitif, affektif dan psikomotorik dalam hal advokasi, juga diharapkan dapat semakin mempertinggi nilai kebersamaan dalam visi perjuangan dan solidaritas.
Pembukaan dimulai dengan pengantar lagu Indonesia Raya stanza III yang dinyanyikan dengan penuh khidmad oleh seluruh hadirin. Setelah beberapa sambutan dan doa bersama tiga agama (Islam, Katholik dan Hindu) acara kemudian dilanjutkan dengan pengantar teknologi tepat guna oleh seorang pengusaha dan praktisi, Bpk. Jhoni dari PT. Dian Niaga. Selanjutnya rangkaian acara pelatihan advokasi dengan pendekatan Analisa Sosial dan pemetaan kekuatan (swot) banyak di isi dengan brain storming (curah pendapat) dan role play.
Rangkaian materi yang difasilitasi Bpk. Farid Adhikoro, praktisi hukum, ini memang sengaja diterapkan untuk berusaha menganalisa langsung relasi-relasi masalah yang sedang secara riil dihadapi petani dengan berbagai pendekatan teoritik melalui metode partisipatif. Dengan demikian out put yang diharapkan bukan saja mengacu pada besaran pengetahuan namun lebih pada bagaimana peserta dapat “terlibat” dalam keseluruhan isi materi.
Irama pelatihan menjadi tampak semakin dinamis dan bersemangat ketika masing masing peserta terlibat dalam sharing pengalaman dan dinamika kelompok. Pelatihan yang berlangsung runtut selama lima hari berturut-turut itu ditutup dengan hearing bersama dua instansi pemerintah pusat, yakni Badan Pertanahan nasional – BPN – (menyangkut issu-issu agraria dan aduan kasus para petani) serta Departemen Pertanian -Deptan – (untuk issue PVT dan hak paten terkait kasus benih jagung kediri ditambah beberapa kasus lain lain-lain). [Dzi]