Penulis: Regina Rukmorini |
Senin, 1 Juni 2009 | 19:18 WIB
TEMANGGUNG, KOMPAS.com – Lahan kritis di kawasan Gunung Sindoro, Sumbing, dan Prahu di Kabupaten Temanggung dan Wonosobo, mencapai 41.301 hektar. Selain lokasinya yang berada di kemiringan lebih dari 40 persen, tanah tersebut juga gundul, nyaris tidak tertutup pepohonan.
Asisten Deputi III Urusan Pengendalian Kerusakan Hutan dan Lahan Kementerian Negara Lingkungan Hidup Heddy S Mukna mengatakan, luasan itu diperoleh dari hasil pencitraan foto satelit.
Hasil foto satelit tersebut menjadi data awal bagi kami untuk mengecek kondisi lapangan dan melihat seberapa parah kerusakan yang terjadi, ujarnya, saat ditemui dalam acara dialog publik bertema Mencari Desain Keseimbangan antara Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan di Pendopo Pengayoman Kabupaten Temanggung, Senin (1/6).
Dari kerusakan tersebut, Heddy mengatakan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup akan terlebih dahulu mendorong kota/kabupaten pengampu wilayah untuk segera melakukan rehabilitasi lahan.
“Untuk melaksanakan kegiatan ini, pemkab ataupun pemkot bebas mencari dana dan bekerjasama dengan pihak ketiga seperti perusahaan ataupun LSM (lembaga swadaya masyarakat),” ujarnya.
Hal ini dilakukan seiring dengan dicanangkannya program Menuju Indonesia Hijau. Bagi pemerintah daerah yang telah berhasil melaksanakan penghijauan atau rehabilitas lahan dengan baik, Kementerian Negera Lingkungan Hidup akan memberikan penghargaan dan bantuan dana berkisar Rp 50 juta hingga Rp 100 juta per kota/kabupaten.
Bupati Temanggung Hasyim Affandi mengatakan, kerusakan lahan di wilayah Gunung Sindoro, Sumbing, dan Prahu di wilayah Temanggung, sudah sangat parah.
“Berdasarkan data yang kami himpun, erosi tanah dari setiap hektar tanah di kawasan tiga gunung tersebut yang terdorong ke sungai-sungai di bawahnya mencapai 60 ton per tahun,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah Nurtantio Wisnu Brata mengatakan, mulai tahun ini, pihaknya akan membantu merehabilitasi 200 hektar lahan rusak.
Upaya ini dilakukan dengan menerapkan pola penanaman tembakau dengan sistem terasering, menanami tanaman keras kayu seperti sengon atau suren di sepanjang turus jalan, serta menanam bambu di daerah bantaran sungai.
“Upaya ini sengaja kami lakukan sekaligus untuk menepis anggapan bahwa tembakau adalah tanaman yang merusak lahan di kawasan Gunung Sindoro-Sumbing,” katanya.