Kamis, 10 Februari 2011 | 19:59 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta – Kredit bermasalah yang dialami oleh perbankan dalam menyalurkan kredit pertanian dan perkebunan hingga Desember 2010 hanya 1,82 persen. Hal ini dinilai mematahkan anggapan jika pertanian merupakan sektor bisnis berisiko tinggi.
Demikian diungkapkan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rochadi saat menghadiri rapat dengar pendapat mengenai RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (10/02). “Kredit sektor pertanian sangat mungkin untuk dikembangkan,” katanya.
Perbankan, kata Budi, perlu untuk melirik kredit sektor itu seperti halnya kredit sektor usaha kecil dan menengah. Selain itu, peluang untuk pendirian sebuah bank yang bergerak khusus untuk pembiayaan para petani sangat mungkin untuk dilakukan.
Bahkan, peluang untuk adanya bank khusus yang tidak harus menggunakan aturan standar dari Bank Indonesia juga masih dimungkinkan. “Modelnya seperti Bank Ekspor yang menggunakan kebijakan khusus di luar aturan standar kami,” ujarnya.
Sayangnya, hingga saat ini penyaluran kredit untuk sektor pertanian belum terlalu besar. “Baru 17,6 persen dari total kredit yang tersalur,” ujarnya. Di antara bank di Indonesia, dia menyebutkan, Bank Agro dan Bank Rakyat Indonesia merupakan bank yang cukup banyak bergerak di sektor itu.
AHMAD RAFIQ