Jakarta, Kamis (16/10/2014). Hari ini Aliansi Petani Indonesia(API), melakukan aksi pementasan seni-budaya yang merupakan rutinitas tahunan, sebagai refleksi atas meningkatnya ketergantungan pangan di indonesia terhadap impor dan nasib ketahanan pangan dalam negri. Dan lagi-lagi, ini menyangkut nasib kesejahteraan keluarga petani yang turut serta membentuk esensi karakter ekonomi keberlanjutan keluarga, sosial, budaya, dan jangan sampai kita sebagai bangsa agraris yang akan bergeser pada pola monokultur(pertanaman tunggal) salah satunya adalah perkebunan plasma yang diakuisisikan sebesar 20% dan HGU prusahaan yang justru pembukaan lahanya cendrung konflik di areal tanah masyarakat, serta kerusakan lingkungan pun tidak bisa kita hindarkan, dan masih banyak catatan corporat besar yang melanggar ekosistem dan keanekaragaman hayati, sebab cara budidaya polikultur dengan penyesuaian musim tanam itu tidak menjadi perhatian khusus, maka impor pangan itulah menjadi alasan untuk menguasai dan perlahan akan menjadi transnasional atau industrialisasi pangan, serta akses pasar dan nilai tawar disektor pertanian yang berpihak pada petani pun tak kunjung tiba atas ketentuan keberpihakan pasar pada petani yang menjadi produsen pangan utama bangsa ini.
Namun sytem merupakan takdir yang harus diterima oleh petani kita, dengan kebijakan pemerintah yang tidak secara langsung memutus mata rantai pasar dengan kebijakan impor pangannya, serta liberalisasi pangan ASEAN juga mendorong pengambil-alihan aktor penyedia pangan(petani) ke tangan korporasi melalui industrialisasi pangan, ini sama halnya bangsa ini bunuh diri diantara jurang dualisme dari mekanisme ketahanan pangan pemerintah kita, seperti impor pangan yang terjun bebas didalam negri menjadi ekpansi pasar yang mematikan bagi ekonomi petani. Indonesia, adalah salah satu lumbung padi di asia yang terbesar tetapi kini berubah kalimat’ menjadi “anak ayam mati di lumbung padi”.
Dalam aksi pementasan seni-budaya ini yang dituangkan dan dikemas oleh Seknas API, serta kolaborasi dengan beberapa relawan yang terlibat sebagai pemeran petani dalam teaterikal dipelataran Taman Ismail Marzuki(TIM) jakarta-pusat, menteng. Seperti biasanya Aliansi Petani Indonesia(API) mengambil momentum Hari Pangan Sedunia bersama Aliansi Kedaulatan Pangan(AKAP) yang terdiri dari: Aliansi Petani Indonesia (API) bersama beberapa organisasi lain seperti IGJ, FPPI, Solidaritas Perempuan, KRKP, SNI , YFM, FIELD, KIARA, dengan tema “Hentikan Industrialisasi Pangan, Kembalikan Kedaulatan Pangan”
Aksi teaterikal ini, melibatkan beberapa pemuda relawan berperan sebagai petani yang diperankan oleh delapan orang seperti biasanya tampak beraktifitas layaknya di sawah. Dengan gerak tubuh mengayuh cangkul dan menyemai, lalu mereka mengisi dan menjaga lumbung pangan mereka. Serta keadaan tersebut didukung dengan simbolisasi keselarasan dengan sosok perempuan Dewi Sri serta symbol anak ayam yang membayangi lumbung pangan.
Lalu tiba-tiba keadaan menjadi berubah, ketika berbagai kebijakan pemerintah dan corporat besar, baik nasional maupun internasional mulai “menyatroni” para petani dan lumbungnya. Berbagai kebijakan terkait pertanian dan pangan banyak meminggirkan nasib petani lalu tidak memberikan ruang leluasa bagi petani untuk meningkatkan pendapatan mereka. Berbagai kasus agraria makin memperkecil akses petani kepada lahan produksi,” selang lama kemudian petani gelisah dan melawan, lalu mereka bebas dan merdeka, setelah itu mereka melambungkan balon-balon ke udara dengan tulisan spanduk “SELAMAT HARI PANGAN”.