“beberapa anggota sudah mulai enggan mengikuti pertemuan organisasi”, demikian dikatakan Pak Suli, salah seorang petani anggota Bina Tani Makmur saat mengikuti acara pemutaran film dokumenter “Benih Kami Daulat Kami” bersama staf seknas API IGJ dan beberapa aktivis Kibar di Kediri. Film ini menceritakan perihal penangkapan petani oleh kepolisian menyangkut kasus benih jagung dalam konflik hukum melawan PT. Bisi Indonesia, sebuah perusahaan asing yang memproduksi benih jagung hibrida.
Ditanya alasan mengapa beberapa anggota mulai enggan berkumpul, pak Suli hanya menarik nafas dalam, “seperti ada perasaan trauma dan ketakutan bila apa yang menimpa Pak Burhana akan terjadi pada diri mereka”, jawabnya. Sebagaimana diketahui Pak Burhana adalah salah satu dari petani anggota Bina Tani yang sempat berurusan dengan pengadilan terkait kasus jagung. Burhana dan juga beberapa petani lain dijerat dengan pasal UU nomor 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan sertifikasi tanaman dengan tuduhan sertifikasi ilegal. Bapak satu anak itu dihukum 5 bulan penjara.
Kasus benih tersebut kemudian berkembang menjadi issue penting di tengah situasi kerawanan pangan seperti saat ini. Selain tetap mendukung upaya-upaya perjuangan melalui jalur advokasi dan pengorganisasian dengan penekanan pada kerja-kerja produktif Seknas Aliansi Petani Indonesia juga berupaya mensosialisasikan perkembangan kasus kepada jaringan perjuangan petani di Indonesia serta pihak-pihak pengambil kebijakan. bahkan kasus tersebut sempat diangkat sebagai salah satu poin materi dalam pertemuan di Bonn, Jerman.
Dalam kaitan itu API bekerjasama dengan Institute for Global Justice memproduksi sebuah film dokumenter berjudul Benih Kami Daulat Kami (Our Seeds Our Soveregnty). pembuatan film ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya agar kasus yang telah merugikan petani ini dapat diketahui banyak pihak, sehingga kelak akan menjadi pertimbangan penting untuk mendorong keberpihakan negeri ini kepada pertanian dan petaninya sebagai sektor penting yang dibengkalaikan.
“petani bahkan tidak diuntungkan dengan kenaikan harga pangan dunia saat ini”, demikian dikatakan oleh Lutfiyah Hanim, penasehat untuk penelitian API, suatu ketika di desa Samudra Jaya Bekasi.”Pertama, adanya rantai distribusi yang panjang antara konsumen di perkotaaan dengan produsen di pedesaan. Sehingga keuntungan atas kenaikan harga biasanya dieproleh oleh para pedangang dan distributor, bukan oleh petani. Kedua, perdagangan beras dalam skala besar dikuasai oleh sedikit pedagang, yang menguasai jalur distribusi. Pulau Jawa misalnya, yang merupakan penghasil beras terbesar dikuasai oleh kurang dari lima distributor/pedagang beras”, lanjutnya.
Sementara itu dalam kesempatan berbeda, Nuruddin, Sekjend API berkomentar, “Kalau bapak-bapak petani itu ditakut-takuti untuk mengembangkan benih sendiri dalam upaya memotong ketergantungannya pada produk pabrik sebagaimana juga upaya melakukan pola pertanian organik untuk memotong ketergantungan pada pupuk kimia maka itu sama halnya negara melarang petani untuk mempertahankan hidupnya yang itu berarti pula melarang petani menjadi produktif. Sementara sektor pertanian merupakan sektor paling potensial. Kalau pemerintah memberi titik tekan pada sektor manufaktur tanpa memperhatikan sektor pertanian, bukan saja petani yang akan dirugikan secara ekonomi tapi bahkan juga negara secara keseluruhan. Terjadinya krisis pangan dunia merupakan pertanda bahwa sektor ini harus lebih serius didukung dan pemerintah mestinya lebih proaktif dengan berpihak pada kepentingan produksi petani. Jika soal benih saja petani harus masuk penjara, bagaimana mereka dapat mendukung pemenuhan produksi pangan untuk juga kepentingan nasional kita”.
film yang dikemas DVD tersebut diproduksi dalam jumlah lumayan besar, yakni 500 keping dan dibagi-bagikan baik kepada para petani sendiri, LSM, ormas serta pihak-pihak terkait lainnya. Dalam hal ini kami sangat berterimakasih kepada kawan-kawan Kibar (Dian, Dawud dan lain-lain) yang selama ini secara intens berada di basis perjuangan petani di Kediri dan telah banyak memberi akses informasi dan bantuan lain untuk pembuatan video tersebut.
Sementara itu kasus tersebut juga mulai direspon banyak pihak. Metro tv misalnya telah mendatangi sekretariat Bina Tani Makmur, Kediri untuk melakukan pengambilan gambar dan mewawancarai beberapa petani yang menjadi korban dalam kasus Bisi tersebut. Hasilnya, sebuah feature tentang konflik itu telah diangkat dalam segmen Oasis di Metro Realitas pada 24 Juni lalu. Beikut sinopsis tayangan bertajuk Balada Benih Jagung tersebut:
“Sungguh ironis. Betapa tidak. Seorang petani jagung yang berhasil menemukan benih jagung unggul harus masuk penjara karena temuannya itu. Begitulah nasib Tukirin, petani jagung yang tinggal di Nganjuk Jawa Timur. Tukirin yang turun temurun dari keluarga petani ini bahkan harus masuk penjara karena digugat sebuah perusahaan pengembangan benih jagung, karena dituduh telah meniru formula benih jagung unggul yang dikembangkan perusahaan itu.
Setelah keluar dari kungkungan sel besi, Tukirin kembali bertani, meski tetap dibayangi trauma yang dalam akibat nasib tragis yang dialaminya dengan masuk penjara itu. Inikah potret lain dari dunia pertanian di Indonesia, dimana petani kecil terpinggirkan?”
Perkembangan berikutnya, seperti beberapa email yang masuk belakangan ini ke Seknas API, banyak pihak menginginkan agar pak Tukirin, salah satu korban yang juga terjerat kasus tersebut diusulkan untuk menerima Kehati Award 2008. Untuk dukungan menominasikannya silahkan kunjungi link berikut Tukirin for Kehati Award Semoga dengan diterimanya Award tersebut akan dapat bermanfaat untuk “menjewer” telinga kita agar lebih serius memperhatikan kepentingan petani, selain juga menguatkan hati dan menjelaskan kepada mereka bahwa mereka tidaklah sendiri. Amien. [Lodz]
ada dua tanggapan saya dalam hal ini, yaitu dalam kasus hukum , memang pemalsu benih termasuk melanggar hukum, apapun alasannya, jadi mestinya bukan BISI yang harus dipersalahkan, kedua, masalah benih untuk petani, maka seharusnya pihak pemerintah melalui pemda ikut membantu mencari solusi masalah ini.. kita sudah sama sama tahu bahwa masalah benih dan juga pupuk yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah sudah terabaikan sejak lama …petani perlu ketersediaan benih dan pupuk itu mutlak, nah pemerintah melalui bulog mestinya ikut memikirkan ini ..