TAHAP FORMING ALIANSI PETANI INDONESIA MENUJU MEA 2016
Globalisasi dan pasar bebas dibidang pertanian sudah tidak terhindarkan lagi, ditengah-tengah kehidupan petani yang semakin berat, pasar bebas di ASEAN atau MEA dapat menjadi peluang sekaligus ancaman bagi petani Indonesia. Atas dasar ini lah kemudian Aliansi Petani Indonesia (API) akan menyiapkan segala sumberdaya yang dimiliki anggota serta kemampuan, potensi pertanian, solidaritas dan kegotongroyongan seluruh komponen API untuk mengahadapi segala tantangan yang ada baik dari dalam dan luar organisasi.
Menyadari bahwa semakin besar tantangan dan juga peluang yang ada, pada tanggal 28-29 September 2015, API melakukan rapat dewan pimpinan petani yang diselenggarakan di Desa Taman Jaya Ujung Kulon. Dalam rapat yang dihadiri oleh 14 perwakilan dewan pimpinan API dari propinsi Jabar, Jatim, Jateng, Bali, NTT, NTB, Sulteng, Sulsel, Sulbar, Sumut, Jambi Dan Sumsel ini, menjadi momentum untuk kembali memperkuat visi, misi dan program organisasi API, dimana API menyadari bahwa tantangan yang akan dihadapi oleh petani Indonesia khususnya petani di pedesaan akan semakin berat. Maka dari itu API dituntut harus terus belajar demi memperbaiki diri agar selalu menjadi organisasi yang siap sedia menghadapi peluang dan tantangan untuk mensejahterakan anggota dan petani pada umumnya.
API yang lahir pada tahun 2003, secara bertahap berkembang menjadi organisasi yang cukup dikenal baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Perkenalan API dengan banyak institusi/lembaga baik pemerintah dan non pemerintah di setiap level, menjadikan API dituntut untuk menjadi organisasi yang legal dan tampil dengan peforma yang terbaik, disinilah kemudian API masuk dalam fase forming. Dimana dalam fase tersebut API diharapkan mampu membentuk organisasi yang secara kaualitas dapat mengembangkan bentuk pelayanannya kepada anggota, melakukan pengembangan dalam advokasi kebijakan dan pengembangan penguatan kapasitas kepada anggota sesuai dengan kebutuhan anggota.
Dalam rapat dewan pimpinan petani ini, banyak hal yang kemudian menjadi agenda dan pembahasan para pimpinan petani tersebut baik diinternal maupun eksternal organisasi. Berangkat dari sinilah kemudian API kembali menegaskan fungsi dewan pimpinan petani yang telah dimandatkan oleh Musyawarah Nasional API pada tahun 2014. Dimana dewan tani API berfungsi sebagai pembuat kebijakan yang kemudian berfungsi menterjemahkan GBHO dan membuat perencanaan strategis organisasi, fungsi budgeting/penganggaran dan fungsi pengawasan atau monitoring kinerja baik program dan keuangan Badan Pelaksana Harian Aliansi Petani Indonesia. Selain itu, untuk menunjang kerja-kerja organisasi API, dewan pimpinan petani ini juga akan ditempatkan dalam bidang-bidang di kepengurusan dewan pimpinan petani sesuai dengan kopetensinya. Bidang-bidang tersebut seperti bidang Pemasaran dan produksi (kewirausahaan), pengorganisasian dan kaderisasi, pemuda dan pemberdayaan perempuan, serta bidang reforma agraria. Pembagian bidang tersebut diharapkan mampu memaksimalkan kopetensi yang ada dimasing-masing dewan pimpinan petani untuk melakukan penguatan dan pemberdayaan kepada seluruh petani anggota API diberbagai wilayah di Indonesia.
Rapat dewan pimpinan petani ini juga diharapkan mampu memberikan inspirasi bagi para anggota API, sebab dalam rapat tersebut banyak cerita sukses anggota API yang kemudian tertuang dalam laporan-laporan dan pandangan umum anggota dari masing-masing wilayah. Hal ini terungkap seperti cerita sukses pemasaran bersama anggota API di Polewali Mandar Sulbar yaitu Koperasi AMANAH, dimana dalam pengembangan bisnisnya AMANAH telah mampu melakukan pemasaran bersama yang melibatkan lebih dari 10.000 petani kakao di Polewali, saat ini koperasi AMANAH telah juga melebarkan sayap bisnisnya ke Majene. Di Majene 1000 petani telah diajak dan diajarkan bagaimana melakukan pemasaran bersama. Dari sini kemudian diharapkan para petani tersebut mau bergabung menjadi anggota koperasi AMANAH. Kemampuan dan kapasitas koperasi AMANAH ini kemudian menjadikan koperasi AMANAH dianugerahi sebagai koperasi terbaik di kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2014. Lain AMANAH lain pula di Ujung Kulon. Anggota API Ujung Kulon yang tergabung dalam Serikat Tani Ujung Kulon (STUK) juga telah mampu melakukan pemasaran bersama sekaligus pelan-pelan secara bertahap melakukan penyelesaian konflik lahan antara petani dan Taman Nasional Ujung Kulon. Petani Ujung kulon, sebagian besar adalah petani yang memanfaatkan hasil hutan yang bukan kayu sebagai penghasilan utama. Ini sebagian besar adalah petani madu hutan, dari sinilah kemudian STUK bersama-sama petani berinisiatif melakukan pemasaran bersama dengan mendirikan koperasi Hanjuang yang kemudian hari mampu menjalin kerjasama sama dengan pihak swasta untuk melakukan pembelian madu hutan dari Ujung kulon.
Selain cerita sukses terkait metode pemasaran bersama, ada pula cerita sukses anggota API dalam mengatasi konflik lahan yang terjadi di wilayah anggota, seperti di Ujung kulon dan di Serikat Tani Indramayu (STI). Sampai dengan saat ini, di dua wilayah tersebut telah terbentuk panitia IP4T (Invetarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan Dan Pemanfaatan Tanah) yang bertugas untuk melakukan invetarisasi lahan-lahan yang menjadi objek konflik yang diakui milik masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa pelan tapi pasti konflik lahan yang ada di anggota API dapat terselesaikan dengan tidak meninggalkan proses pemberdayaan dan penguatan potensi produksi petani diwilayah konflik.
Terakhir dalam rapat dewan pimpinan petani tersebut, bahwa API menegaskan kedepannya harus ditingkatkan lagi kerja bidang advokasi kebijakan (politik dialog) sebab sebagai organisasi petani posisi API masih cukup lemah berhadapan dengan pemerintah. Padahal ada banyak hal yang dapat menjadi bahan advokasi kebijakan kepada pemerintah, sebab API menyadari bahwa ada banyak isu pertanian dan pemberdayaan petani yang mempunyai dampak langsung dan tidak langsung kepada anggota atau pun kepada petani Indonesia bisa dijadikan bahan untuk advokasi kebijakan. Disisi lain API juga mempunyai tanggung jawab penguatan kepada anggota dengan melakukan transfer pengetahuan dan mengakumulasi pengetahuan yang telah dimiliki anggota API. Pengetahuan-pengetahuan tersebut bukan hanya untuk anggota API tetapi harus juga disebar luaskan kepada seluruh petani Indonesia. Disini juga ditegaskan bahwa secara organisasi API selalu menekankan bahwa kepemimpinan organisasi petani haruslah bersifat kolektif kolegeal, artinya setiap pengambilan keputusan harus disepakati secara bersama-sama dan pelaksanaan keputusan juga harus dilakukan secara bersama-sama, disinilah prinsip yang selalu BPH dan seluruh dewan pimpinan petani API pegang.
Penutup, sebagai organisasi API diharapkan tetap tidak lupa pada dasar pijakannya, bahwa API ini ada untuk memperkuat serikat-serikat tani yang ada di Indonesia dalam bentuk pelayanan, advokasi kebijakan dan penguatan kapasitas dan pengembangan organisasi tani.
“Kita tidak bertanggung jawab atas kesejahteraan Petani tapi kita bertanggung jawab memastikan kita ada demi proses menuju kesejahteraan itu”