Rabu, 22 Desember 2010 | 20:35 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta -Rencana pemerintah membangun Waduk Marunda mendapat tentangan keras dari warga. Pasalnya nilai ganti-rugi tanah yang akan dijadikan waduk dianggap merugikan warga.
“Untuk tanah yang ada bangunannya per meter hanya diganti Rp 100 ribu, sedangkan tanah empang per meternya hanya Rp 40 ribu,” kata Sri Yanto, warga Kampung Bambu Kuning Rt 12/02 Kelurahan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (21/12).
Nilai ganti tanah tersebut dinilai tak sesuai, sebab harga tanah di lokasi tersebut Rp 600 ribu per meter. Selain itu, Sri Yanto melanjutkan, harga ganti rugi tanah tersebut dipatok tanpa melibatkan warga sama sekali. “Kami tidak pernah dilibatkan,” katanya.
Meski harga belum disepakati, Sri Yanto melanjutkan, para petugas pengukur tanah telah melakukan pengukuran. Warga semakin resah karena mendapat intimidasi dari sekelompok massa. “Mereka datang lagi siang tadi, sekitar 500 orang,” katanya.
Intimidasi agar warga melepas tanah mereka, kata Sri Yanto, telah berlangsung lama. Ia mencontohkan sekelompok warga juga mendatangi kampungnya kemarin. “Mereka mengintimidasi, kami siap setiap saat,” katanya.
Tokoh masyarakat, Haji Hambali, mengatakan intimidasi juga dialami dirinya semalam. Sejumlah petugas mendatangi rumahnya meminta ia menyepakati nilai ganti rugi tersebut. Tanahnya disini seluas 5 hektar. “Mereka memaksa,” katanya.
Fitri, warga lainnya, mengatakan warga bukan menolak pembangunan waduk selama harga ganti rugi tanah sesuai dengan nilai saat ini. “Kalau diganti harga Rp 100 ribu per meter nanti kami mau beli rumah di mana,” katanya.
Saat ini ratusan warga masih berjaga-jaga di Kampung Bambu Kuning Rt 12/02 Kelurahan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Mereka bersiap jika ada sekelompok orang yang akan melakukan intimidasi kembali. Beragam senjata tajam disiapkan.
Pembangunan Waduk Maruda, menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomer 77 Tahun 2009, rencananya seluas 148 hektar, yang terdiri atas 56 hektar luas waduk, 12 hektar tempat pengelolaan sampah terpadu, 5,8 hektar fasilitas asphalt mixing plant, 43,3 hektar untuk peruntukkan hijau umum, serta 29,9 hektar sarana dan prasarana penunjang.
Pembangunan waduk tersebut mencakup enam RT, yaitu RT 02, RT 03, RT 10, RT 11, RT 12, dan RT 13. Total warga yang tinggal di wilayah tersebut sebanyak 1.126 kepala keluarga. Dari enam RT tersebut, hanya RT 12 yang belum diukur.
Data dari Kantor Walikota Jakarta Utara menyebutkan dari 232 hentar tanah ilegal yang tersebar di Jakarta Utara, lahan yang akan dijadikan waduk tak termasuk dalam daftar tanah ilegal tersebut. “Kami bayar pajak dan punya surat garapan, sebagian punya sertifikat,” kata Fitri.
Rencana pembangunan Waduk Marunda tercetus pada 2009 lalu namun hingga kini proses pembebasan lahan mangkrak. Sri Yanto mengatakan intimidasi yang dilakukan kepada warga disebabkan pada akhir Desember ini proses pembebasan lahan harus sudah selesai.
Pembangunan Waduk sendiri masuk dalam program persyaratan jumlah polder yang seharusnya ada di DKI Jakarta, yaitu 48 polder. Saat ini DKI Jakarta baru mempunyai 33 polder.
DWI RIYANTO AGUSTIAR