Aliansi Petani Indonesia (API) dan Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan Studi Pengukuran Kesejahteraan Petani Padi Dan Perumusan Kebijakannya Berdasarkan Agroekosistem. Hasil kajian bahwa pendapatan petani di lahan irigasi lebih tinggi ketimbang di lahan tadah hujan.
Ini merupakan penelitian API lakukan dengan peneliti dari PSEKP (Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian) Kementan. Secara umum, studi ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kesejahteraan petani padi.
M Nurrudin Sekretaris Jendral Aliansi Petani Indonesia mengungkapkan, ada empat tujuan API melakukan penelitian ini. Pertama, menganalisis tingkat kesejahteraan petani padi berdasarkan beragam agroekosistem. Kedua, menganalisis hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan sumbangan dari usatani padi berdasarkan beragam agorekosistem.
Ketiga, mempelajari pengaruh kebijakan terhadap tingkat kesejahteraan petani padi. Keempat, merumuskan pola dan sistem peningkatan kesejahteraan petani padi berdasarkan pada kebijakan pemerintah.
“Penelitian yang kami lakukan ini mengambil dua contoh wilayah rumah tangga petani pada dua agroekosistem yang berbeda. Dengan kriteria tersebut dipilih petani padi sawah irigasi di Kabupaten Indramayu dan sawah tegalan di Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Survay ke Kabupaten Indramayu dilakukan minggu ke tiga Oktober dan survay ke Kabupaten Cianjur pada minggu ke dua bulan November 2014, di dua wilayah tersebut, kami mengambil sampel tiga rumah tangga kaya, tiga rumah tangga setengah kaya dan tiga rumah tangga miskin,” ungkap Valeriana peneliti PSEKP Kementan.
Valeriana menambahkan bahwa pada lahan irigasi pendapatan dari pertanian khususnya dari hasil padi sangatlah ditentukan oleh jumlah penguasaan lahan. Responden keluarga kaya mendapatkan penghasilan dalam dua kali musim tanam selama setahun sebesar Rp. 47.690.000 atau 27,6 persen dari total pendapatan keluarga.
Dia menambahkan, keluarga sedang mendapatkan pendapatan dari usahatani sawah sejumlah Rp. 13.213.000 atau sebesar 14.8 persen dari total pendapatan keluarga. Sedangkan pendapatan keluarga miskin dari hasil budidaya padi sawah irigasinya sejumlah Rp. 10.303.000 atau 20.6 persen dari total pendapatan keluarga.
“Selain itu pendapatan yang paling besar di sektor pertanian justru diperoleh melalui menggadaikan lahan sawah. Menggadaikan sawah ini terjadi dikeluarga kaya dan keluarga sedang dengan masing-masing nilai gadai sebesar Rp. 43.750.000 dan Rp. 21.876.000 pertahun. Hal yang sama juga terjadi dengan penguasaan lahan yang berbeda-beda, maka pendapatan keluargapun menjadi tidak sama,” jelasnya.
Bagi keluarga kaya dengan penguasaan lahan tadah hujan seluas 1.01 ha, pendapatan menanam padi dalam satu tahun bisa mencapai Rp. 7.403.000. Bagi keluarga yang sedang dengan penguasaan lahan tadah hujan seluas 0.4 ha pendapatan sawah sebesar Rp 2.894.000 dan keluarga yang menguasai atau menggarap lahan sawah tadah hujannya seluas 0.33 ha mendapat penghasilan sebesar Rp. 2.158.000. Padi di lokasi ini hanya bisa dipanen satu kali dalam satu tahun. “Kondisi ini menyebabkan penghasilan dari pertanian tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga dalam satu tahun. Untuk mencukupinya dibutuhkan sumber pendapatan dari non pertanian,” pungkasnya.
[Beledug Bantolo]
Sumber berita: http://www.agrofarm.co.id/m/pertanian/1324/hasil-kajian-api-dan-kementan-pendapatan-petani-di-lahan-irigasi-capai-rp-47-jutatahun/#.VKISMDAIE