Baru-baru ini Aliansi Petani Indonesia (API) mengadakan Peer Review yang bertema: “STUDI PENGUKURAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI DAN PERUMUSAN KEBIJAKANNYA BERDASARKAN AGROEKOSISTEM” (Senin, 15 Desember 2014. Pancoran, jakarta-selatan.)
Agenda ini rutin dilakukan pada setiap tahun. Agenda ini berangkat berdasarkan riset dan kunjungan dibeberapa tempat Anggota-anggota API di berbagai daerah, kemudian API (Aliansi Petani Indonesia) bersama peneliti dari PSEKP Kementan telah melakukan penelitian mengenai hal ini. Lalu beranjak sebagai Database yang menjadi alasan kuat atas keberadaan dari Forum ini untuk memantau setiap kebijakan Pemerintah, serta dari masalah-masalah temuan baru dilapang, hingga refleksi sebuah kepemerintahan dari dan sebelum pergantian system pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, hingga kepada pergantian Pemerintahan Jokowi-JK saat ini, justru menjadi perhatian khusus bagi forum ini yang diantaranya melibatkan banyak kalangan profesional, seperti para pemerhati dan stakeholder. Terlihat ada beberapa kalangan yang hadir, seperti ada Peneliti PSEKP Kementan RI, Organisasi Tani dan NGO, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, HKTI, SPI, KTNA, Bina Desa, WAMTI, VECO Indonesia FA Jakarta, KRKP, Field, IHCS, AOI, dll.
“Terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan petani”. (Dikutip dari kalimat pembukaan Peer Review yang disusun oleh panitia Slamet Nur Hady/Ferry Widodo).
Visi ini kemudian dituangkan dalam empat sukses pembangunan pertanian, yaitu pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan terakhir adalah peningkatan kesejahteraan petani.
Kesejahteraan merupakan lawan kata dari kemiskinan. Dari aspek ekonomi kemiskinan merupakan kesenjangan antara lemahnya daya pembelian dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar (normatif) dan salah satu kebutuhan dasar adalah masalah pangan. Dari arti sederhana ini, muncul pertanyaan apakah petani petani Indonesia sudah cukup memenuhi kebutuhan dasarnya?. Mari kita lihat data BPS (Badan Pusat Statistik) yang menyatakan jumlah masyarakat miskin di Indonesia, terbanyak masih di masyarakat pedesaan dengan 17,77 juta jiwa, dibandingkan dengan perkotaan yang hanya sekitar 10,51 juta jiwa. Jumlah yang cukup besar dimasyarakat pedesaan tersebut, masih didominasi dengan petani gurem yang hanya memiliki lahan sekitar 0.3 ha 0.8 ha.Melihat fakta tersebut dapat dikatakan bahwa kesejahteraan petani masih jauh dari harapan dan lagi lagi petani hanya menjadi objek dari pembangunanatau pembangunan pertanian.”
Kata pembangunan atau pembangunan pertanian selalu dikaitkan dengan mensejahterakan petani. Dengan membangun pertanian, maka otomatis petani akan sejahtera. Hal yang senada juga terlihat pada indikator pembangunan pertanian yang bisa kontra/berlawanan dengan indikator kesejahteraan petani. Contoh, dengan naiknya produksi padi sehingga kita swasembada secara nasional, padahal kesejahteraan petani tidak langsung terangkat naik. Kenapa? Satu mata rantai yang putus adalah karena penguasaan lahan yang sempit sekali. Dengan tanah hanya seperempat hektar, hasilnya hanya 1,5 ton atau penghasilan kotor sebanyak Rp. 4,5 juta dalam 4 bulan. Artinya, hanya bersih sekitar setengah juta rupiah per bulan, yang tentu saja tergolong sebagai keluarga miskin. Dengan 5 anggota keluarga, maka pendapatan perkapita hanya seratus ribu sebulan.
Dengan kata lain, kedua objek ini tidaklah sejalan. Apapun yang dilakukan dalam konteks pembangunan pertanian, jika kurang tepat strateginya tidak akan mensejahterakan petani. Terkait dengan kesejahteraan petani inilah, kemudian API (Aliansi Petani Indonesia) bersama peneliti dari PSEKP Kementan telah melakukan penelitian mengenai hal ini
Tentu saja, hasil penelitian ini masih memerlukan masukan dari berbagai pihak. Maka dari itu API melakukan peer review untuk melengkapi hasil dari penelitian tersebut dengan harapan hasil penelitian tersebut mampu menjadi gambaran bagi kita semua tentang situasi dan kondisi kesejahteraan petani di Indonesia.