Brebes, 15-23 Juli 2010; sekitar 30 perempuan yang sebagian besar petani dari desa Bentar dan Bentarsari kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah melaksanakan pelatihan ketrampilan Membatik . pelatihan ini difasilitasi oleh Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Brebes. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan pembatik agar memperoleh batik tulis yang berkualitas dimana akan mampu meningkatkan pendapatan keluarga. Fasilitator pada pelatihan ini adalah Bapak Abdul Khanan sebagai pemilik galeri Batik Tulis Khas Brebes yang berlokasi di Kecamatan Bumiayu dan Ibu Hj Suratni sebagai Pelopor Batik di Desa Bentar Kecamatan Salem.
Sejarah Singkat Batik Tulis Brebes
Batik Brebes berkembang pada akhir abad 19 (tahun 1860-an) berkat perjuangan sepasang suami istri yang bernama Bapak Soetarso dari Desa Bentar Sari Kecamatan Salem, Brebes dan Ibu Sartoemi dari Wiradesa Pekalongan. Keahlian Ibu Sartoemi diperoleh dari keluarganya yang juga pembuat batik pekalongan. Setelah beliau menetap di Brebes dikembangkanlah motif batik yang sesuai dengan budaya lokal.
Pada tahap awal ciri khas motif batik Brebes berupa Glathik Emas dan Soga Berlian, namun pada berikutnya berkembang juga motif Kangkung dan motif Sayur Asem yang lebih akrab dengan keadaan masyarakat yang sehari-harinya bertani. dan dua motif tersebut dapat diterima oleh masyarakat .
Sekarang ini perkembangan batik Brebes yang berbasis industri kecil mengalami kemajuan yang cukup pesat , pada satu dasa warsa belakangan ini, sudah ada lebih dari 200 KK yang tersebar di wilayah Kecamatan Salem Kabupaten Brebes yang menggeluti dunia batik , tentunya usaha kerajinan batik ini sangat membantu dalam peningkatan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat pembatik yang ada di daerah Salem Brebes.
Adanya penerimaan pasar yang cukup baik terhadap produk batik Brebes, bisa dimengerti dari makna yang terkandung dalam motif Kangkung dan motif Sayur Asem. Secara filosofis orang jawa memaknai Kangkung dihubungkan dengan kata Galih Kangkung, yang merupakan simbolis dari tahapan moral, yaitu keikhlasan, sebab Galih Kangkung berbeda dengan Galih Jati dan Galih Asem. Jika Galih Kangkung ( Hatinya Kangkung itu Ikhlas, tanpa pamrih), namun Galih Jati dan Galih Asem masih ada bekasnya. Jadi Galih Kangkung bermakna kebesaran batin, sedangkan Galih Jati dan Galih Asem adalah kebesaran Lahir. Tentu simbol Kangkung ini sangat suci dan luhur dimana batik juga merupakan karya anak bangsa yang harus dilestarikan, agar tidak lupa sejarah dan tergantung dengan bangsa lain. Motif Sayur Asem juga menunjukkan proses jalan dan tahapan kehidupan sebagaimana Sayur Asem yang bahan-bahannya warna-warni, dari darat dan laut, manis, pahit dan asamnya kehidupan harus dijadikan bekal amal di dunia dan di akhirat nanti. Lebih lanjut Kebhinnekaan Sayur Asem menunjukkan perbedaan antar suku, agama, dan bahasa di Indonesia, sehingga harus bersatu agar nusantara menjadi bangsa yang tangguh.
Proses Pelatihan
Pelatihan dilaksanakan di Balai Desa Bentar kecamatan Salem. Kegiatan ini dimulai dari jam 08.00- 13.00 selama 9 hari. Hari pertama diisi dengan pembukaan dan sambutan dari Kepala Desa Bentar, Kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan Brebes, dan Perwakilan Kepala Dinas Perdagangan Perindustrian Brebes. Hari kedua sampai hari keempat diisi dengan materi design batik, hari kelima dan keenam diisi pengenalan teknologi Kerekan, hari ke tujuh dan ke delapan belajar tentang pewarnaan dan hari terakhir diisi dengan Evaluasi dan penutupan acara oleh Dinas terkait.
Secara umum peserta pelatihan memiliki partisipasi yang cukup baik, pelatihan ini dilaksanakan dengan metode orang dewasa sehingga ketika ada materi yang tidak dipahami, langsung saja para peserta bertanya pada fasilitator. Hasil nyata dari pelatihan ini adalah adanya hasil batik tulis yang lebih baik dari sebelumnya, efisiensi waktu pembuatan batik melalui teknologi kerekan, dan meningkatnya kemampuan design para peserta pelatihan.
Membatik Sebagai kegiatan Off Farm Petani Perempuan
Secara umum pembatik di kecamatan salem adalah petani perempuan. Mereka melakukan kegiatan membatik digunakan sebagai usaha sampingan diluar usaha pertanian yang menjadi sumber pokok pendapatan keluarga. Kegiatan membatik dilakukan setelah menyelesaikan kegiatan produksi pertanian di sawah ataupun diladang. Pada musim tanam dan musim panen yang memerlukan waktu lebih besar untuk di sawah atau ladang, produksi batik akan menurun. Akan tetapi ketika pasca musim tanam dan sebelum musim panen, petani perempuan mempunyai waktu yang lebih banyak untuk memproduksi batik.
Dalam satu bulan petani perempuan hanya mampu memproduksi maksimal tiga potong kain batik tulis, dengan penghasilan tambahan maksimal sebesar Rp 200.000. Pendapatan ini cukup membantu keluarga petani terutama di musim tanam dan paceklik, dimana petani sangat membutuhkan uang untuk keperluan produksi dan kebutuhan sehari-hari.