Jakarta, 14 Juni 2025 – Komite Nasional Pertanian Keluarga (KNPK) menggelar workshop penyusunan kertas kebijakan yang menyoroti pentingnya penguatan peran perempuan dan kaum muda dalam sistem pertanian keluarga. Acara ini berlangsung selama dua hari di Jakarta dan dihadiri oleh berbagai elemen organisasi masyarakat sipil, akademisi, serta perwakilan lembaga pemerintah dan riset.
Dengan mengusung tema “Urgensi Penguatan Peran Perempuan dan Kaum Muda di Pertanian Keluarga”, forum ini bertujuan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan yang konkret dan berbasis bukti. Pembukaan dilakukan oleh SC KNPK, Gunawan, yang menekankan bahwa diskursus tentang regenerasi petani tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah gerakan pemuda dan perjuangan petani yang panjang.
“Jangan sampai digitalisasi dan inovasi menyingkirkan agenda-agenda fundamental seperti reforma agraria. Regenerasi bukan soal pasar dan teknologi semata, tapi keberlanjutan kehidupan,” ujar Gunawan dalam sambutannya.
Dalam sesi diskusi, dua narasumber utama yakni Dwi Astuti (Direktur Bina Desa) dan Vanda Ningrum (Peneliti BRIN) memberikan paparan mendalam tentang tantangan struktural yang dihadapi perempuan dan generasi muda dalam dunia pertanian.
Vanda menjelaskan bahwa partisipasi perempuan dalam pertanian sangat besar, terutama dalam praktik berkelanjutan seperti penggunaan pupuk organik dan pestisida nabati. Namun, peran ini belum sepenuhnya diakui dan diberdayakan oleh kebijakan negara.
“Kebijakan yang ada perlu lebih kontekstual dan sensitif terhadap budaya lokal. Ketimpangan gender dan hambatan struktural masih menjadi persoalan utama,” ungkap Vanda.
Sementara itu, Dwi Astuti menyoroti ancaman industrialisasi pertanian terhadap pengetahuan lokal dan nilai-nilai agraris yang selama ini dijaga oleh perempuan dan kaum muda.
“Kita sedang berhadapan dengan hegemoni korporasi pangan yang masuk hingga ke dapur-dapur rumah tangga melalui produk instan. Padahal, pengetahuan perempuan dalam mengolah benih dan merawat tanah adalah aset berharga yang tidak boleh hilang,” tegas Wiwik.
Diskusi menghasilkan beberapa rekomendasi kunci, antara lain:
- Pengakuan dan perlindungan atas peran reproduktif sosial perempuan dalam pertanian;
- Peningkatan akses perempuan dan pemuda terhadap sumber-sumber agraria;
- Dukungan pelatihan dan pendidikan berbasis agroekologi;
- Dorongan terhadap partisipasi politik dan perumusan kebijakan pertanian oleh kelompok perempuan dan pemuda;
- Kolaborasi riset partisipatif antara masyarakat dan lembaga riset seperti BRIN.
Workshop ini juga membahas strategi advokasi kebijakan melalui penyusunan policy paper yang ditargetkan kepada sejumlah kementerian terkait, termasuk BAPPENAS, Kementerian Pertanian, KKP, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. KNPK berkomitmen akan mendorong keterlibatan aktif kementerian tersebut dalam penguatan Pilar 2 dan 3 dari Rencana Aksi Nasional Pertanian Keluarga.
Rangkaian kegiatan ini dijadwalkan akan berpuncak pada workshop nasional dan press conference pada 16 Juli 2025, yang sekaligus menjadi momen peluncuran policy brief hasil konsolidasi, disusul dengan Rapat Tahunan KNPK pada 17 Juli 2025.
Sebagai penutup, Aditya dari SC KNPK menekankan pentingnya menjaga semangat kolektif di tengah keterbatasan sumber daya.
“Kita bekerja bukan hanya karena ada program, tapi karena ada mandat perjuangan dari basis. Ini tentang keberlanjutan hidup di desa, tentang kedaulatan petani, tentang generasi yang akan datang,” pungkasnya.