Pemerintah telah merilis sejumlah strategi penangkal krisis Eropa dan Amerika yang diyakini akan segera mendatangi Indonesia, strategi dimaksud terdiri lima strategi utama: Menstabilkan Pasar SUN; Pasar Modal; Sektor Riil; Sektor Keuangan; dan Menstabilkan Rupiah. Seharusnya pelaksanaan reforma agrarian menjadi salah satu strategi untuk menangkal krisis yang sedang berlangsung.
Rencana pengesahan RPP reforma agrarian bisa menjadi angin segar. Sebagai contoh, dalam strategi sektor riil, salah satu yang akan dilakukan pemerintah adalah penguatan pasar domestik. Penguatan pasar domestic hanya bisa terjadi melalui peningkatan pendapatan. Pasar domestik berarti mengandalkan daya beli 230 juta penduduk Indonesia. seperti kita tahu, dari 230 juta tersebut, mayoritas rakyat berada dalam level menengah ke bawah, hanya sekitar 9% rakyat yang bisa disebut kategori kaya.
Penguatan daya beli tidak bisa dilakukan melalui penguatan pada sektor penjualan, karena persoalannya adalah pendapatan rakyat yang tidak bisa didongkrak begitu saja. Salah satu contoh, ada sekitar 40 juta petani yang saat ini tidak bisa meningkatkan daya belinya karena tidak memiliki tanah. Hal yang mungkin dilakukan dalam konteks penguatan pasar domestik untuk petani adalah menjalankan reforma agraria sehingga ada peluang peningkatan pendapatan yang dengan sendirinya akan meningkatkan pembelian dari pasar domestik.
Selain itu, strategi peningkatan pasar domestik tersebut tidak diimbangi dengan system pengucuran kredit bagi sektor produksi riil. Bank masih sangat sulit mengeluarkan kebijakan kredit untuk produksi dan lebih mudah mengeluarkan kredit konsumsi. Kredit konsumsi dalam pemahaman saya cenderung beresiko lebih tinggi karena belum ada jalan keluar peningkatan pendapatan sehingga peluang terjadinya kredit macet menjadi sangat tinggi.
Stretegi lain dalam sector riil yang akan dijalankan adalah mempercepat belanja pemerintah. Saya menangkap bahwa pemerintah berasumsi, dengan percepatan belanja akan menjaga pasar domestik tetap tinggi. Yang dilupakan pemerintah adalah perbandingan penggunaan belanja pemerintah yang lebih besar untuk belanja pegawai, bukan untuk pembangunan. Dalam jangka pendek memang konsumsi akan terjaga, tetapi dalam jangka panjang pemerintah harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi akibat pembangunan yang mandeg. Dan celakanya, biaya pembangunan ini diambil jalan pintas melalui utang luar negeri sehingga kita tidak mampu melakukan pembangunan secara mandiri.
Seharusnya pemerintah lebih mengedepankan penguatan sector riil dalam bentuk pembukaan akses yang meluas. Dengan strategi ini, penyebaran peluang pendapatan menjadi lebih tinggi. Dalam jangka pendek ada beberapa peluang penguatan basis pendapatan masyarakat dalam sector pertanian dan tenaga kerja: pemberlakuan dengan segera PP Tanah Terlantar dan PP Reforma Agraria. Pemberlakuan dua kebijakan teknis ini akan meningkatkan basis produksi dan penghapusan pengangguran lebih dari 4 juta jiwa. Hal ini menurut saya lebih efektif ketimbang membuang APBN ke belanja pegawai yang lebih menjurus pada konsumsi dan bersifat jangka pendek.
Di sisi lain, dari 5 strategi di atas nampak jelas jika pemerintah menempatkan pondasi ekonomi indonesia dibangun di atas ekonomi pasar uang dan saham. Sementara kita tahu bahwa sekalipun berbagai regulasi sudah diterapkan, pemerintah gagal mengerem prilaku spekulan, yang seringkali melakukan aksi jual/beli tidak berdasar analisa/data riil. Lebih parahnya lagi, spekulan-spekulan yang bermain tersebut tidak hanya spekulan Dalam Negeri, tetapi lebih didominasi spekulan asing.
Karena itu, strategi menstabilkan pasar SUN dan Rupiah menurut hemat saya ibarat membuang garam di laut. Kita seharusnya belajar pada krisis ekonomi 98 maupun 2008, di mana daya tahan rupiah dan pasar saham kita seringkali goyah oleh serbuan spekulan asing.
Sector keuangan sebagai factor ekonomi seharusnya ditempatkan sebagai pendukung dari model pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, dan sector produksi menjadi tumpuan utama pembangunan nasional. Hal ini sesuai dengan karakter Indonesia yang memiliki cadangan sumber daya alam yang sangat besar, sangat jauh berbeda dengan singapura, misalnya. Cadangan sumberdaya alam sampai saat ini dikelola dengan mengedepankan pajak sebagai pemasukan utama, imbasnya adalah keuntungan terbesar dari sumber daya alam tersebut tidak terserap oleh pemerintah.
Kendala PP Reforma Agraria
Tersedianya tanah Negara seluas 6 juta ha untuk menjadi objek land reform sungguh-sungguh merupakan berita gembira. Inisiatif BPN ini patut diapresiasi sebagai langkah yang berani untuk menerobos sekat-sekat politik di kementrian. Tetapi PP reforma agrarian sebagai jumping politik nampaknya masih harus diuji realisasinya. Selama ini kehutanan dan perkebunan, sebagai objek utama PP RA, sangat sulit melepaskan tanah-tanah untuk petani. Dengan berbagai alasan, kehutanan lebih mudah melepaskan asset untuk dijadikan lahan investasi dan kepentingan fasilitas Negara.
Reforma Agraria memang harus dimulai dengan langkah penataan ulang penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Semangat reforma agraria harus berlandaskan keadilan dan keberpihakan kepada rakyat. Konsep landlord sudah usang dan tidak adil. konsep ini kembali berulang di indonesia dengan adanya kapitalisme tanah yang ujung-ujungnya sengketa lahan dan konflik agraria.
Suatu strategi realistik dengan kinerja tinggi dan ekonomis untuk menciptakan jasa pengembangan usaha (BDS), setidaknya harus didasarkan pada tiga tiang utama: Pertama, harus diciptakan kondisi untuk menggairahkan pengembangan sektor swasta. Sektor swasta bagaimanapun memerankan peran yang signifikan bagi pengembangan UKM, oleh karenanya pemerintah harus mengkondisikan iklim usaha yang kondusif yang berdampak positif bagi pasar dan bisnis. Kedua, pengembangan pasar BDS yang semakin diprioritaskan. Artinya pola penyediaan jasa BDS yang berdasar pada ketersediaan dan subsidi pemerintah, harus digeser ke arah pola yang mengembangkan lingkungan pasar yang efektif, sehingga memungkinkan penyediaan BDS. Ketiga, upaya mengembangkan pasar BDS swasta seyogyanya dilengkapi dengan pengurangan dan rasionalisasi keterlibatan sektor pemerintah. Pengurangan peran konvensional pemerintah dalam penyediaan jasa didorong dengan cara memperketat aturan pengembalian ongkos (cost recovery) BDS agar program ini bisa berlanjut secara finansial, menggunakan sektor swasta untuk menyalurkan BDS yang didanai pemerintah, dan melakukan evaluasi lebih ketat terhadap dampak yang terkait dengan alokasi anggaran untuk BDS. Rasionalisasi pengucuran dana pemerintah untuk BDS dapat diikuti dengan swastanisasi program yang telah sepenuhnya mencapai cost recovery.