Sementara itu, dalam pesan solidaritasnya, Sekretaris Jendral Asosiasi Petani Asia (Asian Farmers Association/AFA) menyampaikan, bahwa awasan Asia dan Pasifik adalah tempat sebagian besar petani-petani keluarga di dunia, sekaligus menjadi tempat tinggalpenduduk miskin dan kelaparan.
“Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan dan program untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kelaparan itu harus diciptakan di kawasan tersebut,” tambah Esther Penunia, Sekjen AFA yang juga Dutabesar Khusus IYYF untuk Kawasan Asia dan Pasifik. “Alasan kita untuk merayakan dan menaruh harapan dari Tahun Internasional Pertanian Keluarga, adalah ketertarikan dan kuatnya penegasan kembali dari berbagai pihak tentang pentingnya pertanian keluarga bagi ketahanan pangan dan memerangi kelaparan dan kemiskinan”.
Sehingga banyak wakil pemerintahan negara-negara menyatakan komitmennya untuk mendukung pertanian keluarga dan kebijakan serta program yang telah mereka hasilnya. Selain itu, para peneliti juga menyatakan bahwa pertanian keluarga adalah kunci pemecahan persoalan ketahanan pangan di dunia . Menurutnya, banyak manfaat yang bisa diperoleh dari perayaan Tahun Internasional Pertanian Keluarga ini 2014.
Contohnya, di Nepal organisasi-organisasi pertanian keluarga berhasil meminta kepada pemerintah untuk membayarkan ganti rugi kepada petani yang terkena dampak pestisida. Sementara di Asia, AFA bersama LVC mengelola bersama Program MTCP-2, yang memperkuat kapasitas organisasi-organisasi petani di Asia untuk melakukan dialog kebijakan yang efektif bersama pemerintah mereka dan memberi pelayanan peningkatan kapasitas ekonomi kepada para anggota mereka di 16 negara. Program ini didukung oleh berbagai pihak, di antaranya IFAD, Swiss Development Cooperation dan akan menyusul Uni Eropa, sementara FAO, Agricord dan SEWA sebagai penasihat teknisnya.
“Di Filipina, kami memanfaatkan Peringatan Tahun Internasional Pertanian Keluarga untuk mengajukan usulan kongkrit kepada pemerintah untuk menyelesaikan persoalan dana komoditas kopra yang macet sehingga mempengaruhi hidup lebih dari tiga juta petani kelapa yang merupakan warga termiskin di negeri kami,” tambah Esther Penunia. “Walau setelah akhir pertemuan dengan Presiden kami, para petani yang telah berjalan kaki selama 71 hari dari kampung halaman kecewa dengan komitmen dari Presiden yang hanya berjanji akan membantu mereka, namun masih terbuka kesempatan berdialog pada hari-hari ke depan ini”.
Sebagai salah satu persoalan utama bagi AFA, organisasi yang beranggotakan 15 organisasi petani dari 13 negara itu, memanfaatkan Tahun Internasional Pertanian Keluarga untuk mengangkat situasi pemuda di perdesaan, dan bagaimana mereka dapat menarik generasi muda untuk kembali ke pertanian.
“Bagaimana kami melanjutkan momentum yang telah tercipta selama Tahun Pertanian Keluarga 2014 ini? Mengingat banyaknya kebijakan dan kerja yang tidak akan selesai dalam satu tahun saja,” lanjut Sekjen AFA itu. “Kami akan melanjutkan penguatan kelembagaan petani keluarga dan organisasi pertanian keluarga dalam dialog kebijakan dan program kerja kami di tingkat lokal dan nasional. Kami juga menghimbau adanya Dasawarsa Internasional Pertanian Keluarga, yang bersinergi dengan Tahun Internasional Tanah (2015) dan Tahun Internasional Tanaman Kacang-kacangan (2016) seperti yang telah kami jalani bersama Tahun Internasional Koperasi (2012). Tidak lupa, terus memperkuat kemitraan antara organisasi pertanian keluarga dengan peneliti, akademisi, sektor swasta, dan terutama pemerintah untuk mewujudkan kebijakan yang berpihak kepada petani-petani keluarga”.