Peluang Dan Strategi Advokasi Kepada Pihak Swasta dalam Membangun Kemitraan yang Berkeadilan Bersama Petani[1]
Muhamamd Nuruddin[2]
- Latar Belakang Konteks
Petani skala kecil di Indonesia menghadapi tantangan yang besar dikarenakan ketidak mampuan mereka dalam melakukan penetrasi pasar. Hal ini bukan karena produk-produk mereka tidak diminati, tetapi karena kurangnya pemahaman dan terbatasnya pilihan yang dimiliki dalam hal pemasaran. Membangun kemitraan melalui strategi pemasaran bersama (collective action) di antara petani selaku produsen dengan perusahaan adalah salah satu cara meningkatkan peluang akses dan penetrasi ke pasar yang dinamis. Dengan pemasaran bersama, tindakan kolektif petani dapat mengurangi biaya transaksi, petani skala kecil dapat mengakses input dan output pasar, disamping itu juga dapat melalukan efisiensi dan menggunakan tehnologi tepat guna untuk meningkatkan nilai tambah. Selain itu, pemasaran bersama dapat menyebabkan peningkatan daya tawar dalam negosiasi dengan pembeli dan perantara. Terhadap latar belakang ini potensi, keuntungan, dukungan dari kelompok tani dan kelembagaan ekonominya dapat mempengaruhi agenda kebijakan pemerintah.
Meskipun terdapat keberhasilan petani skala kecil melalui pemasaran bersama namun juga ada kegagalan dikarenakan ketidak mampuan mereka dapat mengelola dinamika internalnya yang membuat jatuh bangunnya organisasi ekonomi petani skala kecil. Ada tiga kategori variabel, termasuk karakteristik kelompok, pengaturan kelembagaan dan lingkungan eksternal yang menentukan fungsi tindakan kolektif dan relevan dalam konteks akses pasar petani. Aspek utama dari fungsi tindakan kolektif adalah menjawab nilai-nilai sosial dengan apa yang kita sebut dengan komitmen. Hal ini berlaku ketika lembaga pemasaran bersama berhasil dikembangkan, sejauh mana anggota kelompok berkomitmen untuk lembaga pemasaran bersama.
Komitmen anggota dapat dianggap sebagai perilaku yang menentukan loyalitas sebenarnya anggota. Karakteristik kelompok petani dalam dimensi gender, keragaman tingkat pendidikan dan usia, penguasaan luasan lahan kepemilikan, dan aturan main dalam kelembagaan pemasaran bersama serta pengaruh lingkungan luar akan mempengaruhi fungsi tindakan kolektif melalui lembaga formal. Misalnya seperti aturan, denda, dan peraturan atau melalui norma-norma sosial, nilai-nilai bersama dan kebiasaan. Kelembagaan pemasaran bersama dapat menciptakan insentif dan kontrol, mendorong anggota kelompok untuk bersikap terhadap kepentingan bersama atau tujuan. Pertama, kelembagaan sosial petani dan kelembagaan pemasaran bersama secara agregat dan bertahap secara informal memperkuat kohesi internal, yang ditandai dengan fokus pada tujuan seperti kegiatan budidaya dan pemasaran serta menjamin adanya akuntabilitas organisasi. Kedua, kelembagaan petani menciptakan tegaknya aturan atau mekanisme timbal balik antara organisasi dan anggotanya.
Aturan main atau mekanisme organisasi sebenarnya untuk menjaga reputasi kelembagaan petani disamping itu juga sebagai alat kontrol dari kemungkinan menerima bantuan dari orang atau lembaga lain, yang akan membuat seseorang dalam jaringan sosial berperilaku loyal dan dipercaya, dengan demikian, menghindari perilaku oportunistik. Ketika anggota berkomitmen untuk lembaga pemasaran bersama, yaitu fungsi tindakan kolektif mereka dengan baik akan memiliki efek langsung pada kinerja organisasi. Anggota berkomitmen dan cenderung tidak akan melakukan penjualan samping (side selling), ketika terdapat harga atau layanan yang lebih baik yang ditawarkan oleh pembeli alternatif. Komitmen yang tinggi akan mengurangi biaya transaksi terkait dengan sanksi dan peraturan lembaga pemasaran bersama karena kemungkinan menghindari dari perilaku oportunistik.
Gambar 1. Kepercayaan Untuk Mencapai Tindakan Kolektif[3]
2. Kolektivitas Petani
Gambar 2. Modal Sosial Dioperasionalisasikan dengan Kepercayaan Dalam Tiga Disiplin yaitu Ekonomi, Politik dan Sosiologi[4].
Gambar 2 memperlihatkan modal sosial diwujudkan dengan kepercayaan dalam tiga disiplin ilmu yakni Ekonomi, Politik dan Sosiologi. Kepercayaan merupakan nilai-nilai sosial baik dari tradisi maupun dari agama yang dipelihara melalui pendidikan ditingkat keluarga, norma masyarakat dan kelembagaan agama dimana pelaksanaannya dengan adanya perilaku jujur, teratur dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Norma-norma dalam kelompok tani ini pula yang dianut oleh individu yang tergabung dalam koperasi-koperasi anggota Aliansi Petani Indonesia.
Hasil pengorganisasian dan pemberdayaan petani yang dilaksanakan di koperasi-koperasi produksi anggota API menggambarkan adanya kemampuan dari komunitas petani dengan komoditas unggulan berhasil melaksanakan tindakan-tindakan kolektif (collective action) yang merupakan salah satu faktor utama keberhasilan pemberdayaan petani berbasis komunitas. Apa yang bekerja dalam tindakan kolektif di tingkat komunitas dikarenakan perpaduan faktor sosial, politik dan historis baik dari sisi internal dan eksternal dari komunitas yang bersangkutan. Pemberdayaan masyarakat berkaitan erat dengan kapasitas masyarakat untuk menjalankan tindakan kolektif[5].
Untuk mewujudkan tindakan kolektif petani, dibutuhkan daya kohesi komunitas, relasi sosial yang stabil, dan adanya hierarki yang mendasarkan pada relasi sosial dan klas, saling percaya dalam pola interaksi sosial yang saling bergantung satu dengan lainnya. Beberapa faktor yang turut andil sebagai peran katalis tindakan kolektif sehingga mengurangi sisi negatif atau dilema kolektivitas dapat diperkecil resikonya adalah, tindakan kolektif dalam kelembagaan kelompok tani dapat memperkecil biaya transaksi yang tinggi, adanya dukungan dari pihak pemerintah daerah, lembaga keuangan atau perbankan, dukungan dari offtaker yaitu perusahaan swasta (eksportir) yang bekerja sebagai inkubator bisnis dengan menjalankan peran sebagai pendamping dari sisi teknis budidaya tanaman, keterkaitan dengan pelaku di luar komunitas petani yang juga menyediakan informasi harga, keahlian hingga sumber daya keuangan, serta memfasilitasi aturan internal agar lebih efektif dan lebih murah, hingga proses pengolahan paska panen tanaman sebagai komoditas unggulan dapat meningkatkan nilai tambah (value chain).
Identifikasi beberapa faktor yang memfasilitasi kemunculan dan perkembangan tindakan kolektif untuk pemasaran bersama produk unggulan dan terseleksi dan adanya peningkatan nilai tambah karena adanya relasi yang kuat antara tindakan kolektif dengan partisipasi petani dalam kegiatan pemasaran produk. Bagaimana koperasi-koperasi produksi anggota API yang terlibat dalam pengolahan paska panen dapat melobi ke pemerintah daerah dan pengusaha mampu membeli sarana dan pra sarana produksi atau peralatan berharga karena dengan adanya tehnologi pengolahan produk dapat meningkatkan nilai tambah, mencapai h
arga yang lebih baik dan mengembangkan peluang pasar baru. Demikian pula dengan didirikannya koperasi dapat mengumpulkan sumber daya keuangan dari tabungan pribadi dan pinjaman dari kelompok atau mendapatkan tambahan biaya permodalan dari lembaga perbankan milik pemerintah. Dengan demikian, tindakan kolektif melalui pemasaran bersama dapat mengurangi biaya transportasi sehingga para petani dapat mengakses pasar yang lebih baik.
Untuk mengakses pasar, para petani ahrus terorganisir melalui kelompok-kelompok tani dan mengembangkan lembaga pemaran bersama atau koperasi dikarenakan para offtaker atau pembeli lebih memilih untuk bertransaksi dengan petani semi pedagang atau tengkulak dan pedagang besar. Hal ini memberikan pengertian bahwa melalui tindakan kolektif dalam bentuk kelembagaan pemasaran bersama dapat membantu petani untuk memenuhi persyaratan ketat yang diajukan oleh pasar sekaligus dapat melakukan koreksi. Para offtaker atau pembeli mengapa lebih memilih bekerja dengan organisasi petani atau kelembagaan pemasaran bersama atau karena dinilai mampu menyediakan pasokan komoditas yang lebih stabil, berkualitas dan dalam jumlah tertentu secara kontinyu dibandingkan bertransaksi dengan petani secara individu. Saluran pemasaran memerlukan biaya dan dengan tindakan kolektif petani dapat mengurangi biaya pencarian pasar.
Gambar 3. Proses Bisnis Kopi Robusta Fine Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama, Kabupaten Malang – Jawa Timur
Pemasaran bersama yang dilakukan petani merupakan tindakan rasional petani yang dilakukan oleh koperasi dan kelompok tani untuk mencapai tujuan bersama dengan mengembangkan modal sosial yang ada di tingkat akar rumput. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan kolektif adalah peran dan tanggung jawab dalam lembaga pemasaran bersama, tingkat pendidikan dan usia petani, besar kecilnya biaya transaksi dan kualitas produk yang dihasilkan terkait dengan cara budidaya dan pengolahan paska panen yang dilakukan oleh petani. Adanya pola dan sistem insentif untuk meningkatkan kualitas produk tanaman petani supaya memiliki daya saing tinggi dalam aspek tata niaga adalah melakukan kerjasama dengan pihak pemerintah dan offtaker. Peran dan sinergi multipihak antar pelaku dilakukan untuk mendapatkan insentif dan dukungan dari pemerintah melalui regulasi dalam bentuk perlindungan dan pemberdayaan petani dan dengan offtaker insentif melalui kualitas produk yang dihasilkan dengan mekanisme persyaratan yang diatur antar kedua belah pihak.
Gambar 4. Keunggulan Kolektivitas Petani[6]
Untuk memperkecil resiko atau dilema kolektivitas petani, pemerintah harus hadir dengan kebijakan dalam bentuk program publik yang pro petani skala kecil berupa kebijakan subsidi atau perlindungan petani dalam bentuk asuransi supaya menekan resiko yang dihadapi petani. Selama ini pendekatan pemerintah dalam mengintroduksikan berbagai program bidang tanaman pangan dan hortikultur serta tanaman perkebunan selalu kelompok. Namun untuk dapat mengakses bantuan permodalan, persyaratan yang diajukan oleh Dinas Koperasi dan UKM ditingkat pemerintah daerah adalah kelompok tani harus sudah menjadi koperasi dan berbadan hukum. Pengalaman selama ini menggambarkan bahwa harga komoditas selalu ditentukan oleh pasar, tetap dibutuhkan kehadiran negara supaya transaksi di pasar berkeadilan bagi petani. Pasar yang berkeadilan ditandai dengan ciri-ciri bahwa aktor atau pelaku utama yang melalukan tindakan atau kegiatan besar harus memperoleh bagian yang besar pula dalam setiap transaksi. Pasar selalu terbuka namun dapat dikoreksi dan kemampuan petani untuk dapat melakukan penetrasi ditentukan oleh kehadiran negara.
Dengan pasar yang berkeadilan harapan untuk terwujudnya kesejahteraan petani dapat dilaksanakan. Untuk menyejahterakan petani, negara dan pedagang harus berperan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Pemerintah sebagai representasi negara berfungsi sebagai pengawal transaksi di pasar. Selanjutnya, peran offtaker memberikan layanan dalam bentuk bantuan teknis mulai dari budidaya, pengolahan paska panen dan insentif harga sesuai dengan persaratan pasar yang dituju.
Lampiran 1
ALUR PRODUK MENUJU RETAIL MODERN
Gambar Alur produk Menuju Pasar Modern
Lampiran 2
ALUR KERJA PENDAMPINGAN PRODUK UMKM
Diagram Alur Kerja Pendampingan Produk UMKM
Referensi
Anonymous, Laporan Tahunan Aliansi Petani Indonesia, 2015
Dewey, J. 1998. Budaya dan Kebebasan: Ketegangan Antara Kebebasan Individu Dan Aksi Kolektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Terjemahan dari buku berjudul Freedom and Culture
Hayami, Yujiro dan Masao Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa. Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Terjemahan dari judul asli: Asian Village Economy at the Crossroads. An Economic Approach to Institutional Change. 1981. University of Tokyo Press. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Rokhani. et. al. Dilema Kolektivitas Petani Kopi: Tinjauan Sosiologi Weberian (Kasus Petani Kopi di Nagori Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara), Sodality, Jurnal Sosiologi Pedesaan, 2016
Ostrom, E and T.K.Ahn. 2009. The Meaning of Social Capital and Its Link to Collective Action. Handbook of Social Capital. The Troika of Sociology, Political Science and Economics. Gert Tinggaard Svendsen and Gunnar Lind Haase Svendsen (Editors). UK: Edward Elgar.
[1] Disampaikan dalam Diskusi Peluang dan Manfaat dalam Membangun Kemitraan yang Berkeadilan Bersama Petani dan Sektor Swasta, oleh Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Tanggal 21 Mei di Hotel Permata, Kota Bogor
[2] Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia periode 2014-2020
[3] Rokhani Dkk, Dilema kolektivitas Petani Kopi : Tinjauan Sosiologi Weberian. Jurnal Sodality 2016
[4] Ibid.
[5] Koperasi anggota API, Koperasi Koerintji Barokah Bersama, Koperasi Argo Makmur Tanjabbar, Koperasi Hanjuang, Pandeglan, Koperasi Mentari Sinar Alami, Tasikmalaya, Koperasi Trisno Tani Boyolali, Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama Kab. Malang, Koperasi Asnikom, Manggarai, Koperasi Primavera Bajawa, Koperasi Jantan, Flotim, Koperasi Amanah, Polman, Koperasi Kopi Toraja Sulsel.
[6] Rokhani. et. al. Dilema Kolektivitas Petani Kopi: Tinjauan Sosiologi Weberian (Kasus Petani Kopi di Nagori Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)