Kebijakan Pemerintah yang lebih mementingkan investasi modal besar sungguh tidak masuk akal. Dengan 230 juta penduduk dan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia saat ini hanyalah sebuah Negara berkembang, memiliki 1600 trilyun utang Luar Negeri, dan 40% penduduknya masih berada di garis kemiskinan. Ada sekitar 30 juta pengangguran, yang mayoritas berada di perkotaan untuk menjadi buruh dengan gaji rendah dan kehidupan yang tidak layak.
Dampaknya adalah benturan yang cukup keras antara kepentingan petani atas tanah dan pengusaha. Salah satunya adalah Konflik Cinta Manis, Sumsel yang telah merenggut nyawa Petani. Ini terjadi karena pemerintah selalu menyelesaikan konflik dengan pendekatan keamanan. Karena itu, apa yang disampaikan SBY untuk membentuk tim penyelesaian konflik dan tim pencari fakta dalam pidato kenegaraan Agustus kemarin menjadi sia-sia.
Jika kita berkaca pada pembentukan TGPF atas kasus penembakan di Mesuji, Lampung, kita dapat melihat bahwa pembentuk tim tersebut sia-sia belaka. Apa yang direkomendasikan oleh tim tersebut tidak dijalankan sama sekali, padahal rekomendasi tim tersebut bisa dikatakan sangat moderat dan dikritik oleh kelompok masyarakat. Selama kepemimpinan SBY, catatan dari berbagai sumber, sekitar 183 Petani telah tewas, ratusan luka, dan puluhan rumah terbakar.
Menjelang hari tani 24 september 2012, seyogianya Presiden menunjukkan sikap yang lebih jelas dalam menyelesaikan konflik agraria yang ada, yaitu mengeluarkan kebijakan pelaksanaan reforma agrari, membentuk pengadilan agrarian, memberikan subsidi pertanian, dan pelarangan import pangan.
Jika Presiden tidak bersikap tegas, dapat dipastikan konflik agrarian akan terus bermunculan karena situasi ekonomi dunia tidak kunjung pulih. Bencana alam terus terjadi yang menyebabkan produksi pertanian menurun sehingga kebutuhan akan tanah semakin meningkat.