Harga pangan terus melambung. Sejumlah negara memutuskan menghentikan ekspor.
Kamis, 13 Januari 2011, 17:10 WIB
Hadi Suprapto
VIVAnews – Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan melambungnya harga pangan dunia bisa membahayakan posisi Indonesia. Ini karena sejumlah eksportir pangan menahan tidak menjual stok bahan makanan.
“Bila produsen pangan menahan ekspor, ini bisa membahayakan Indonesia,” kata Agus di kantornya, Jalan Wahidin, Jakarta, Kamis, 13 Januari 2011.
Kepala Badan Pusat Statisik, Rusman Heriawan sebelumnya memperingatkan bahwa dua negara eksportir beras terbesar dunia, yakni Vietnam dan Thailand akan menahan ekspor pangannya tahun ini. Mereka akan menjaga stok domestik karena lonjakan harga beras dunia.
Menurut Agus, laju inflasi yang tidak terkendali akan terjadi bila harga komoditas di pasar dunia terus melambung. Hal ini sebenarnya sudah terjadi pada tahun lalu. Saat itu laju inflasi jauh melesat di atas target pemerintah. “Kalau inflasi yang meningkat, rakyat langsung kena karena daya belinya hilang,” ujar dia.
Agus berharap keputusan pemerintah memberikan jatah beras miskin sebanyak dua kali pada Desember 2010 lalu bisa sedikit mengendalikan inflasi. “Pemerintah akan menjaga inflasi agar tidak menyulitkan rakyat,” kata Agus. Menkeu mengatakan, pemerintah juga terus berupaya mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan.
Harga pangan dunia melonjak selama Desember 2010, dengan Indeks Harga Pangan FAO mencapai rekor tertinggi. Kenaikan harga pangan itu melebihi yang terjadi pada 2008, ketika lonjakan menyebabkan kerusuhan di sejumlah negara.
Indeks yang menghitung perubahan harga kumpulan bahan pangan seperti sereal, bijih minyak, susu, daging, dan gula rata-rata mencapai 214,7 pada Desember 2010. Sedangkan rekor Juni 2008 hanya di level 213,5. (hs)
VIVAnews