Dampak proyek pada tujuan-tujuan konservasi
HKm Menyelamatkan Petani
“Sebagai petani, kami bersyukur karena dengan adanya HKm kami sudah bebas bekerja di kawasan ini. Dulu, seblum IUP HKm ada, mana mungkin kami bisa berkebun di kawasan ini”, demikian Rudolfus Rede mengalamai sambutan sebagai Wakil Ketua Pengurus LPMA dalam sambutan membuka kegiatan evaluasi yang diselenggarakan pada tanggal 22 s/d 23 Juni 2018, berlokasi di Baologun. Dan kami bersyukur dengan adanya pendampingan yang dilakukan Yayasan Ayu Tani dan teman-teman yang lain. IUP HKm sudah ada, tapi bila tidak ada pendampingan, belum tentu akan berhasil seperti saat ini ”, demikian Wakil Ketua LPMA.
Keterangan Foto : Rudulfus Rede didampingi Kepala Desa Hikong Akradius Deodatus dan Thomas Uran dari Ayu Tani
HKm meningkatkan pendapatan petani :
Menurut Anto Lado, salah satu petani pengelola, asal Desa Hikong, selain menanam kopi, di lokasi HKm, keluarga mereka juga menanam ubi jalar di bawah tegakan kopi. Hasil penjualan ubi jalar pada tahun 2017 bisa mendapat uang senilai Rp.14 juta/tahun. Belum termasuk hasil dari tanaman lain seperti pisang dan nenas. “Dengan penjualan ubi jalar dan aneka tanaman semusim, saat ini keluarganya tengah membangun rumah. Intinya kami bersyukur bahwa HKm sudah membantu meningkatkan pendapatan kami”, tegas Anton Lado.
Keterangan Foto : Bapak Anton Lado, kaos bergaris didampingi Sekretaris Koperasi Nian Ue Wari.
Hal senanda juga disampaikan bapak Paulus Migu, 60 tahun, petani asal Desa Boru Kedang. Menurutnya, selain menanam tanaman kopi dan beberapa jenis lain yang bibitnya diusahakan bersama, dia juga menanam Sirih. “Saya tanam siri karena saya tahu bahwa sebagian masyarakat di wilayah ini suka makan siri pinang. Sirih sangat dibutuhkan saat acara adat. Dengan demikian saya tanam sirih di beberapa pohon dekat aliran sungai. Tampa saya sadari, dalam tahun ini, s irih yang saya panen dan jual bisa mencapai Rp. 3 juta/bulan. Setiap bulan saya panen dan jual. Jad HKm bagi itu sangat menguntungkan kami petani”, ujar Paulus Migu saat diwawancai pihak Dinas Kehutanan Propinsi NTT ketika melakukan monitoring pada tanggal 13 Juli 2018.
Pengelolaan HKm, mampu menghasilkan Mata Air Baru
Berkaitan dengan kerusakan hutan, petani yang hadir dalam evaluasi memberikan kesaksian bahwa hal itu belum tentu benar. Buktinya, dengan pengelolaan HKm di kawasan Ili Wengot selama kurang lebih empat tahun ini, debit air semakin meningkat dari kondisi sebelumnya. Bahkan di kawasan Wolomage muncul satu mata air baru yang debitnya cukup banyak.
Saat digali informasi mengapa mata air baru tersebut bisa muncul, Yohanes Oda Lewar, Koordinator Kelompok Wolomage menyampaikan. Awalnya beberapa petani di sana menanam tanaman Doko (sejenis Pandan) di suatu hamparan tertentu yang diyakani sebagai hutan keramat. Kurang lebih setahun setelah tanam mereka melihat ada perubahan yaitu berupa tanah di lokasi itu keliatan lembab dan beberapa waktu kemudian muncul mata air. Saat ini sebagian masyarakat sudah mengambil air di lokasi tersebut untuk air minum.
Dari beberapa bukti ini menunjukan bahwa pengelolaan HKm di kawasan Ili Wengot sudah mengarah pada keberhasilan. Dengan demikian, beberapa kelemahan yang ditemukan saat kegiatan Monev perlu kita tuntaskan saat evaluasi ini. Salah satu yang menjadi agenda mendesak adalah peenataan organisasi untuk cepat menjadi Koperasi sehingga ada pendampingan dari pihak lain selain dari Ayu Tani. “Bila kita sudah berbentuk koperasi maka pemerintah terutama Dinas Koperasi, dengan sendirinya akan damping kita juga”, demikian tegas Rudolfus Rede, Wakil Ketua LPMA dalam acara evaluasi.
“Agar Koperasi yang akan kita rintis menjadi lebih kuat, maka kita perlu kita juga merangkul masyarakat lain di hamparan Depu, dekat Wengot. Mereka di sana sudah membuka lahan kurang lebih mencapai 100 Ha. Belum ada upaya serius untuk tanam tanaman umur panjang. Jadi mereka mesti kita rangkul, dengan terlebih dahulu mengurus IUP HKm mereka juga. Bersama Ayu Tani dan mitra lainnya, kita bisa”, tegas Rudolfus Rede, Wakil Ketua LPMA.