Sabtu, 26 Februari 2011
Purwokerto, Kompas – Penyediaan kebutuhan pangan nasional semakin bertumpu pada usaha tani skala mikro dan petani usia lanjut. Kalaupun ada pemuda yang tertarik masuk ke pertanian pangan, hal itu karena sebagian dari mereka tidak mampu bersaing di sektor lain.
Demikian pantauan Kompas selama enam hari dari Minggu hingga Jumat (25/2) di sentra-sentra produksi pangan di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Suwedi (59), petani warga Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, misalnya. Ia mengungkapkan, dia bertahan menjadi petani karena tidak ada alternatif pekerjaan lain. Meski sawah miliknya hanya seluas 700 meter persegi, dia tidak bisa meninggalkannya.
Suwedi ingin bekerja di tempat lain, tetapi dia tidak yakin bisa. Selain sudah berusia lanjut, keterampilan di luar usaha budidaya padi juga tidak punya. Ya, berat hidup sekarang, ungkapnya lirih di sela-sela mencangkul tanah di sawahnya.
Dengan lahan 700 meter persegi, panen musim rendeng kemarin menghasilkan padi tiga kuintal gabah kering panen. Sawahnya ditanami dua kali setahun dan hal itu cukup menjamin ketersediaan beras bagi dia, istri, dan satu anaknya yang masih tinggal bersamanya.
Urusan lauk, dia dan keluarga baru bisa mengonsumsinya kalau ada orang yang mempekerjakannya sebagai buruh penggarap. Kalau tidak, untuk beli tembakau saja mengutang. Lauk cukup dengan daun singkong atau daun pepaya.
Menurut Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Banyumas Muntohar, setidaknya 70 persen dari sekitar 25.000 petani di wilayah Kabupaten Banyumas berusia lebih dari 55 tahun.
Penuturan Daldiri (67), petani di Desa Pesawahan, Kecamatan Rawalo, Banyumas, jika dihitung dari pendapatan bersih hasil panennya sebesar Rp 1 juta pada panen kali ini, penghasilannya sebulan hanya Rp 250.000. Akibatnya, tidak ada anaknya yang mau bertani.
Di tempat lain, Mujib (35) pemuda desa warga Randusari, Kecamatan Pagerbarang, Kabupaten Tegal, mengungkapkan, dia menjadi petani karena gagal bekerja di sektor lain.
Sementara itu, Kementerian Keuangan memastikan memberikan dana talangan pengadaan beras. Dana ini akan menekan biaya pengadaan beras Perum Bulog sekitar Rp 300 miliar-Rp 500 miliar.
Dengan cara ini, Perum Bulog akan mendapatkan keringanan biaya dan semakin mudah dalam pengadaan beras, ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo.
(OIN/MAS/GRE/BUR)
http://cetak.kompas.com/read/2011/02/26/04053926/pangan.andalkan.petani.tua