Permasalahan tanah yang menjadi titik pergolakan sosial yang melibatkan petani dan petugas Perhutani di Kabupaten Lumajang tampak mengemuka dalam moment pelatihan Community Organizer dan Advokasi untuk petani yang diselenggarakan Serikat Petani Lumajang (SPL) dan Seknas Aliansi Petani Indonesia (API) serta bekerjasama dengan Kelompok kajian dan Pengembangan Masyarakat (KKPM) di Pasrujambe, Lumajang, 24-29 Desember 2008.
“Perhutani selama ini begitu sewenang-wenang mau mengusir kami. Mereka tiba-tiba memasang patok di area rumah kami”, demikian ungkap pak Mizen dengan bahasa madura kental dan berapi-api.
“Saya bicara pada mereka, kalau mereka tak membuang itu patok, saya akan buang kepala mereka”, kisahnya kepada peserta lain. Semangat petani anggota SPL sebagaimana diwakili oleh Pak Mizen dan kawan-kawannya tersebut merupakan potret sekaligus bibit penting bagi tenaga inti perjuangan pembebasan petani di lahan-lahan bersengketa. Kata kuncinya adalah pengorganisasian serta pemahaman implementatif atas kaedah-kaedah advokasi. Hal ini dimaksudkan agar semangat berkobar-kobar yang dimiliki SPL yang telah beranggota tidak kurang dari sebelas kecamatan tersebut tidak justru terpuruk dalam tindakan yang kontra produktif dan merugi.
“Kami berharap dapat mengerti bagaimana malakukan advokasi terhadap hak-hak kami serta mengatur pola gerak organisasi kami”, kata Djunaidi, Dewan Tani SPL yang juga Kepala Desa Pasrujambe.
Acara pelatihan yang mengambil tempat di sebuah bangunan Loji kuno peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda yang berada di dekat lereng Semeru tersebut berlangsung cukup lancar. Selain materi pengorgabisasian yang difasilitasi oleh KKPM, kelas Advokasi yang dibackup oleh Supartono, mantan direktur KIKIS dan Sekjend API, M. Nuruddin juga menyedot perhatian serius dari peserta.
Seperti halnya dikatakan Djunaedi, Supangkat, Sekjend Serikat Petani Lumajang juga tampak cukup puas dengan hasil pelatihan tersebut.
“Alhamdulillah peserta sangat antusias mengikuti keseluruhan materi. Meski hampir semua peserta adalah kepala rumah tangga di rumahnya masing-masing, mereka rela menginap selama tiga hari di tempat ini. Kami berharap pelatihan ini dapat memberi bekal bermanfaat bagi masa depan perjuangan petani di Lumajang” [Dzi]