Penulis: Defri Werdiono | Editor: Aloysius Gonsaga Angi Ebo
Kamis, 17 Februari 2011 | 18:09 WIB
BANJARMASIN, KOMPAS.com Terkait rencana moratorium di bidang kehutanan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Selatan, mengingatkan pemerintah sebaiknya melihat ulang dan menata kembali kawasan hutan yang ada di Kalsel. Sebab, selama ini banyak ketidaksesuaian antara fakta di lapangan dan data pinjam pakai kawasan hutan yang ada.
“Kita perlu lihat lagi apakah selama ini data-data yang ada sudah beres, yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan. Secara keseluruhan, kami melihat banyak data yang tidak sinkron,” ujar Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel Dwito Frasetiandy, Kamis (17/2/2011).
Data yang dikumpulkan Walhi Kalsel dari Dinas Kehutanan Kalsel, saat ini ada 31 perusahaan yang diproses permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk keperluan tambang, dengan luas 444.006 hektar. Semua itu berada di kawasan hutan.
Sementara di Kabupaten Tanah Bumbu saja, dari 37 tambang sebagian di antaranya batu bara, hanya 4 yang memperoleh izin pinjam pakai dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Dengan kata lain, dari 152.036 hektar kawasan tambang di kabupaten itu dan berada di kawasan hutan, yang mengantongi izin dari Kemenhut hanya 15.654 hektar atau sekitar 10 persen saja.
“Begitu pula di Kabupaten Tanah Laut, dari 74 perusahaan tambang pemegang izin kuasa pertambangan (KP), hanya 4 perusahaan yang memiliki izin pakai. Sisanya, bisa dipastikan tidak memiliki izin pakai,” ujarnya.
Secara keseluruhan, hingga tahun 2007 saja sudah ada 658.742 hektar dari 1,4 juta hektar luas hutan yang dipakai untuk tambang. Sisanya, 281.966 hektar untuk hak pengusahaan hutan, 383.683 untuk hutan tanaman industri, dan 84.779 hektar untuk hak guna usaha.
Karena itu, lanjut Dwito, jika pemerintah ingin menerapkan moratorium sebaiknya melibatkan kabupaten dan kota, tidak hanya ditataran nasional. Sebab, selama ini izin tambang, khususnya kuasa pertambangana, dikeluarkan oleh kepala daerah.