Kebijakan Pangan – Bulog Semestinya Bisa Antisipasi Peredaran Beras
Kasus ini serius bagi petani, jangan jadi komoditas politik, harus jadi peristiwa hukum.
Beras siluman dinilai hanya sebagian kecil dari praktik mafia pangan di Tanah Air.
JAKARTA – Peredaran beras siluman, dengan indikasi lonjakan stok beras di sejumlah pasar induk, dinilai merupakan kejahatan ekonomi yang mempermainkan urusan makanan pokok ratusan juta rakyat dan nasib puluhan juta petani Indonesia. Untuk itu, instansi terkait seperti Bulog dan Kementerian Perdagangan mesti mengusut tuntas pelaku peredaran beras siluman yang terbukti mendistorsi tata-niaga beras di lapangan.
Selanjutnya, hasil pengusutan instansi pemerintah tersebut diserahkan kepada aparat penegak hukum agar pemain beras siluman itu bisa ditindak tegas dan mencegah berulangnya kembali kejahatan di bidang pangan tersebut.
Ketua Departemen Asosiasi Petani Indonesia (API), Ferry Widodo, mengemukakan hal itu ketika dihubungi, Rabu (17/2). Ferry menjelaskan selama ini pedagang besar di Pasar Induk, Cipinang, Jakarta hanya memiliki stok beras untuk 12 hari penjualan. Jadi, jika stok tiba-tiba melonjak di atas 24 hari, seharusnya mudah untuk mencari tahu darimana asal beras tersebut.
“Dan itu jadi tanggung jawab Bulog. Kalau ada kartel laporkan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Beras siluman ini soal serius bagi petani, jangan cuma jadi komoditas politik tapi harus jadi peristiwa hukum, tindak tegas,” tukas dia.
Sebelumnya, sejumlah kalangan menilai fenomena beras siluman yang membanjiri sejumlah pasar induk hingga ratusan ribu ton, mempertegas fakta bahwa pada tata-niaga beras ada distorsi besar di lapangan. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mesti turun tangan mengusut tuntas kasus ini agar permainan itu tidak terus berulang setiap tahun.
Kemunculan beras siluman yang diduga ulah pemain besar itu merupakan satu contoh kejahatan ekonomi yang berbahaya bagi rakyat.
“Beras siluman itu mengejek visi kemandirian pangan Presiden Jokowi. Jangan harap kemandirian pangan dan ketahanan pangan nasional bisa terwujud bila kasus ini selalu didiamkan tanpa penindakan,” kata Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Islam Indonesia (UII), Edy Suandi Hamid.
Pasalnya, lanjut dia, fenomena beras siluman itu selalu berulang dari tahun ke tahun. Akibatnya, ketika tengah musim panen harga beras turun, lalu tiba-tiba naik sendiri dan beras hilang dari pasaran sehingga ada alasan untuk impor lagi. Pada akhirnya, petani petani yang dirugikan karena tidak pernah mendapatkan harga beli sesuai harga pasar yang stabil. “Makanya, alasan impor untuk stabilkan harga itu kebohongan,” tegas Edy.
Ferry pun mengatakan beras siluman bukan wacana baru. Pada Februari 2015 juga sempat muncul isu beras siluman. Makanya, kalau ada data terkait beras siluman sudah semestinya segera dilaporkan atau ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. “Harus ada tindakan tegas kepada pengusaha dan perusahaan yang sengaja mempermainkan harga beras. Demikian pula pejabat yang terkait juga harus diberikan sanksi karena tidak mampu menanggulangi beras siluman,” papar dia.
Menurut Ferry, Bulog sebagai operator utama beras nasional semestinya bisa mengantisipasi fenomena itu. “Atau memang jangan-jangan ada oknum Bulog yang juga ikut bermain dalam peredaran beras siluman itu?”
Pekan lalu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkapkan adanya beras siluman di pasaran. Amran curiga beras itu awalnya ditimbun oleh spekulan untuk memainkan harga. Terbukti, sejak awal tahun memang terjadi kenaikan harga akibat kurangnya pasokan di pasar. Namun, karena Maret nanti ada panen raya, para spekulan itu panik dan mengeluarkan timbunannya ke pasar. “Jadi, nggak masuk akal. Ada yang simpan karena memprediksi beras akan naik. Tapi, simpanan mereka dialirkan sekarang karena akan ada panen. Mereka ketakutan kalau harga makin jatuh,” kata Amran.
Sedang Diuji
Dari Surabaya, pengamat ekonomi dari Unair, M Nasih, mengatakan beras siluman hanyalah sebagian kecil dari praktik mafia pangan. Pola permainan mafia tersebut diduga melibatkan penyelenggara negara. “Pola-pola ini beragam, mulai dari pemberian izin kuota impor pangan hingga penunjukan langsung perusahaan yang menjadi impotir pangan,” ungkap dia.
Nasih menyatakan ulah mafia pangan telah merugikan banyak pihak, mulai pemerintah hingga masyarakat yang mengelola pangan secara langsung, seperti peternak dan petani. “Jadi kalau dibiarkan terus maka yang terpukul adalah petani dan para peternak,” jelas dia.
Menurut Nasih, keberpihakan pemerintah kepada petani dalam fenomena banjir beras impor sedang diuji. “Banjir beras impor jelas mengancam petani, sementara mereka bertambah miskin akibat utang dan biaya produksi selama masa tanam,” tutur dia.
SUMBER: http://www.koran-jakarta.com/penegak-hukum-mesti-tindak-tegas-permainan-beras-siluman/