Merespon Fokus Group Discussion (FGD) Pengembangan dan Penggunaan Benih Produk Bioteknologi “Benih Transgenik” oleh Kementerian Koordinator Perekonomian
23 Februari 2015
Salah satu prioritas pembangunan yang tertuang dalam “Nawa Cita” adalah memperkuat kedaulatan Pangan.Pada waktu dekat ini pemerintah akan melepas benih hasil rekayasa genetika “NK-603” yang menurut beberapa sumber sudah melalui uji keamanan pangan, pakan dan lingkungan. Pelepasan dan pemberian izin benih hasil rekayasa genetika “Transgenik” bertentangan dengan program “Nawa Cita” yaitu memperkuat kedaulatan pangan dan akan berpotensi merusak keanekaragaman hayati merupakan kekayaan tak ternilai bagi Indonesia, khususnya petani. Bahwa rencana tersebut tidak konsisten dengan program pemeritah mengenai 1000 desa mandiri benih dan 1000 desa organik.
Model pertanian di Indonesia adalah pertanian yang berbasis keluarga (subsisten) dimana sebagian dari produk mereka adalah untuk memenuhi konsumsi atau sumber pangan. Pelepasan produk rekayasa genetika “transgenik”, seperti benih jagung NK-603 akan membahayakan keamanan lingkungan, kesehatan dan mengancam keanekaragaman hayati serta kedaulatan pangan. Kurang lebih 20 tahunan, bahwa hasil ujicoba produk rekayasa genetika “transgenik” yang berkembang adalah jagung, kedelai, kapas, canola. Pada awalnya produk-produk itu ditujukan untuk pakan ternak. Akan tetapi belakangan di promosikan untuk makanan manusia.
Dari sudut pandang etika, penyediaan kebutuhan pangan harus memperhatikan aspek keamanan lingkungan, kesehatan, proses produksi yang berkelanjutan dan menjamin keanekaragaman hayati serta mempertahankan siklus kehidupan. Disini kita patut bertanya siapa dan sejauhmana mereka akan bertanggung jawab, jika benih-benih transgenik mengkontaminasi tanaman sejenis lainnya yang bukan transgenik sehingga berdampak mengganggu siklus ekosistem.Siapa yang kemudian bertanggung jawab, jika produk transgenik membahayakan kesehatan manusia di kemudian hari, bagaimana proses kontrol dan peredaran serta pengedalian lingkungan akibat dampak negatif dari benih transgenik dikemudian hari, jika kemudian benih-benih tersebut sudah beredar dan mengkontaminasi benih-benih lainnya.
Kita tahu bahwa makanan adalah sumber pokok untuk keberlanjutan populasi manusia. Oleh karena itu dari sudut pandang etika tidak benar jika masyarakat Indonesia digunakan sebagai kelinci percobaan dalam produksi rekayasa genetika. Mandat konstitusi kita bahwa negara harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum. Salah satu pelaksanaan dari mandat tersebut adalah pemerintah harus menyediakan pangan yang aman dan sehat serta harus melindungi sumber-sumber makanan yang tersedia dari ancaman-ancaman yang berpotensi merusak struktur ekosistem pangan di Indonesia. Ancaman dari penggunaan benih-benih transgenik merupakan ancaman nyata bagi struktur ekosistem pangan di Indonesia.
Penggunaan benih-benih transgenik akan menggeser tradisi pertanian kita yang multi-cultur kedalam bentuk pertanian yang monokultur. Banyak kalangan petani, konsumen di benua eropa, Amerika, Asia dan Afrika termasuk Amerika telah menolak penggunaan benih-benih transgenik, sehingga mendorong penggunaan benih-benih transgenik di Indonesia akan melemahkan daya saing dan keunikan serta keragaman dari sumber makanan di Indonesia sebagai keunggulan komparative dari petani kita.
Penggunaan produk rekayasa genetika atau benih transgenik akan membuat ketergantungan baru bagi petani terhadap benih-benih hasil rekayasa genetika tersebut. Rencana pemerintah kementerian pertanian, dan kementerian koordinator perekonomian mendorong pelepasan dan penggunaan benih transgenik bertentangan dengan prinsip kedaulatan pangan, bertentangan juga dengan program Nawa Cita dari Presiden Joko Widodo untuk memperkuat kedaulatan pangan dan membangun 1000 desa mandiri benih dan 1000 desa organik. Pelepasan benih hasil rekayasa genetika oleh pemerintah juga akan mengancam existensi desa-desa yang sudah memulai proses pembangunan pertanian organik, karena pelepasan benih transgenik akan berpotensi mengkontaminasi proses peretanian organik tersebut yang sedang berlangsung di banyak tempat.
Dari sisi keamanan pangan untuk manusia, produk rekayasa genetika “benih transgenik” masih belum dapat dipastikan mengenai keamanannya dari sudut pandang lingkungan, kesehatan, dan pertanian berkelanjutan. Hal ini masih diperdebatkan oleh kalangan peneliti, akademisi dan pemerhati lingkungan. Tetapi kita menyakini bahwa penggunaan benih transgenik belum dapat dipastikan mengenai keamanannya, sehingga itu sangat berisiko dan masih diragukan keamanannya.
Kekuarangan stok makanan baik untuk manusia dan juga hewan seperti beras, kedelai jagung dan sebagainya bukan karena disebabkan oleh rendahnya produktifitas petani karena tidak adanya benih atau mutu benih yang berkualitas. Tetapi, itu semua disebabkan oleh luasan lahan untuk memproduksi itu semua sangat sempit bahkan semakin menyempit. Hal ini karena pemerintah lebih fokus untuk memperluas tanaman perkebunan seperti sawit dari pada memperluas lahan untuk tanaman pangan.
Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Republik Indonesia akan melakukan sosialisasi terkait benih transgenik atau rekayasa genetika yang dikemas dengan FGD yang akan diselenggarakan pada tanggal 23 Februari 2015 di Hotel Amarosa Bogor.
Maka dari itu terkait kegiatan yang akan diselenggarakan oleh pemerintah tersebut, maka kami dari organisasi petani dan masyarakat sipil di Indonesia menolak dengan tegas penggunaan produk rekayasa genetika atau benih transgenik serta produk turunannya yang akan segera pemerintah luncurkan. Kami juga mengingatkan bahwa kedaulatan pangan tidak akan pernah terwujud apabila pemerintah mengandalkan benih trasngenik yang sudah jelas akan membuat pertanian dan khususnya petani Indonesia semakin terjerumus dalam lubang kemiskinan.
Organisasi dan Lembaga pendamping Petani khususnya dalam merespon Fokus Group Discussion (FGD) Pengembangan dan Penggunaan Benih Produk Bioteknologi “Benih Transgenik” oleh Kementerian Koordinator Perekonomian, terdiri dari: Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (WAMTI), Konphalindo, GRAIN, PIB, IHCS, Bina Desa, Indonesia for Global Justice, Yayasan Field, IPPHTI, FIAN Indonesia, KPA