Nanti pada suatu masa
Akan datang bangsa kate…
Yang akan memerintah dan berkuasa di tanah nuswantara
.
Hanya seumur jagung kekuasaanya
(Ramalan Jayabaya, Raja dari Kerajaan Dinasti Daha-
Wilayah Kediri sekarang)
Jagung sudah lama dikenal di Indonesia pada abad 10 Masehi dan dikenalkan secara estetik oleh kerajaan Hindu di Jawa Timur, yakni kerajaan Daha, tepatnya di daerah Kediri. Adalah Jayabaya raja sekaligus peramal pada masanya menyebut jagung. Dengan demikian, tanaman jagung sudah dibudidayakan pada masa itu dan menjadikan jagung sebagai petunjuk waktu. Dengan masyarakat yang mengetahui waktu berarti masa tersebut masyarakat sudah mengenali kesadaran ruang, dengan demikian, pranata sosial masa itu sudah demikian maju setidak-tidaknya dalam ilmu pertanian khususnya domestifikasi tanaman jagung.
Uniknya, anak cucu Jayabaya di Kediri malah terpenjara karena dakwaan melanggar UU No.12 Tahun 1992 tentang Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jumlah petani yang terkena kasus jagung sebanyak 10 orang dengan berbagai dakwaan dan tuduhan yang diajukan oleh PT. BISI sebuah perusahaan pembenih tanaman pangan (jagung, padi dan beberapa produk hortikultur lainnya) di Indonesia, anak perusahaan PT. Charoenpokpand.
Sebagai pengetahuan, petani sejak dahulu tidak mengenal apa yang disebut dengan hak kepemilikan, hak paten. Mereka secara budaya–sosio nasionalisme– menganggap bahwa pengetahuan bukanlah property (hak milik) namun sebagai milik bersama dan penyebaran pengetahuan diwariskan antar generasi bahkan lintas wilayah. Sebagai gambaran, dalam dunia komputer, perusahaan pembenih jagung menganggap benih jagung yang direproduksi kembali dan ditanam dilahan petani Kediri adalah karya perusahaan dan mendapat perlindungan hukum baik atas nama WTO seperti Hak Kekayaan Intelektual (HAKI atau TriPs) yang turunan dari kebijakan tersebut di implementasikan dalam UU No.29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT). Jadi ada pihak yang beranggapan pengetahuan adalah property (hak milik). Namun, rasionalitas perdagangan bebas juga mendapat perlawanan bahwa pengetahuan juga sebagai open source (OS) yang menyakini bahwa pengetahuan adalah milik bersama dan untuk mereplikasikannya tidak harus membayar. Ibarat mata uang, rasionalisme kepemilikan individu pada sisi keping, sisi keping lainya adalah kepemilikan bersama.
Untuk memperkuat perlawanan terhadap faham yang beranggapan bahwa pengetahuan adalah hak milik, harus dinegasikan dengan tindakan bahwa pengetahuan sebetulnya adalah berasal dari sang pencipta maka untuk tujuan spiritual ilmu, selayaknya ilmu itu disebar luaskan guna mencari kesempurnaan melalui serangkaian pengembangan uji coba yang terus menerus dan akan menghasilkan sesuatu yang baru dan dinikmati secara kolektif. Secara sadar, petani Kediri mampu mengembangkan jenis varietas unggul jagung meski kepandaian mereka diperlukan ketekunan dan keuletan dalam proses pemuliaan tanaman jagung dengan metode penyilangan jagung secara hormonal.
Untuk mewujudkan kedaulatan pangan, yang harus dibetulin dulu adalah pemaknaan benih dan mengapa benih kita ? ternyata refleksi atas benih menghasilkan sesuatu yang mengejutkan bahkan sampai pada tataran ideologis. Mengapa demikian ? karena kosa kata benih dalam alam sadar kolektif petani tergantikan oleh toko-toko pertanian yang merupakan kepanjangan tangan perusahaan benih. Untuk itu proses penyadaran dilakukan kembali dengan membongkar masalah dan sumber masalahnya. Beberapa faktor internal juga dikaji secara serius tapi santai sampai pada pemetaan kurun waktu dan kejadian apa yang terjadi dan kaitannya dengan perubahan perilaku petani.
Faktor penyebab hilangnya istilah tarang atau petarangan (istilah Jawa) suatu pendekatan aplikasi tehnologi sederhana yang dilakukan oleh petani masa dahulu untuk menjadikan seleksi pembenihan dengan meletakkan benih jagung yang baik dan bermutu diletakkan di atap diatasnya tempat memasak. Secara fisik dan kimiawi, benih tersebut mengalami proses pengawetan dan akan dipergunakan kembali untuk ditanam. Kebiasaan tersebut hampir tidak dilakukan kembali dikarenakan serbuan dan kooptasi oleh kebijakan pertanian yang memihak perusahaan benih dan memaksa petani mempercayai sesuatu yang belum pernah dibuktikan dahulu. Hanya karena kooptasi dan manipulasi yang dilakukan secara sistemik, pengetahuan tradisional tersebut menjadi hilang.
Pada kesempatan pendidikan pemuliaan jagung, bapak Burhana Juwita, bapak Suli dan istrinya ibu Ana bersedia menjelaskan secara detail, dari sudut teori biologi dan makna kebijakan tanaman jagung bahwa jagung bukan semata-mata problem tehnis kimia pangan, namun jauh lebih besar lagi yaitu penguasaan benih untuk mengontrol dan memonopoli salah satu jenis tanaman pangan di Indonesia. Bukankah tepat sekali untuk mengingat tentang kepentingan penguasan akan benih didunia dengan merujuk pada pidato petinggi perusahaan benih TNCs/MNCs paling besar seantero jagad ini pada tahun 1994, Siapa yang menguasai benih, dia akan menguasai pangan, siapa yang menguasai pangan akan mengontrol populasi manusia Rasa-rasanya ada betulnya makna pidato tersebut dan kenyataanya pada hari ini (dhink/API-link)