Jum’at, 5 Juni 2009 – 16:19 wib
Ahmad Nabhani – Okezone
JAKARTA – Berdasarkan data World Bank di 2005, setidaknya penghasilan petani di negara-negara berkembang akan mengalami peningkatan sebesar USD300 miliar per tahunnya bila subsidi yang dilakukan negara maju dihilangkan atau dihapus.
Pasalnya, pemberian subisidi bidang pertanian dinilai telah merugikan para petani negara berkembang. Di mana dengan pemberian subisidi tersebut akan terus menekan harga lebih murah dari pasaran.
“Pemberian subsidi pada sektor pertanian selama ini dianggap sebagai sistem terdistorsi yang akan menekan harga petani lebih murah,” kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu kepada wartawan dalam konfrensi pers di Gedung Depdag di Jakarta, Jumat (5/6/2009).
Melalui pertemuan Cairns Group Ministerial Meeting (CGMM) ke-33 di Bali, lanjutnya dinilai akan memberikan sinyal positif adanya pembicaraan kembali antarnegara maju dan berkembang untuk membahas perundingan Doha yang sempat molor sejak Januari 2009 akibat tidak adanya kesepakatan antara Amerika sebagai mitra utama perdagangan dengan negara berkembang.
Dijelaskan Mendag, pertemuan internasional yang akan dihadiri 19 delegasi negara juga akan membahas persoalan proteksionisme yang di pandang tidak membantu pemulihan ekonomi. Bahkan dengan cara proteksionisme, justru akan memperburuk situasi karena dapat memicu perang dagang.
Diharapkan, pertemuan kali ini dapat memperkuat komitmen untuk mencegah proteksionisme di sektor pertanian. Di sisi lain, pertemuan tersebut juga akan menjadi wadah tukar pikiran dan pengalaman antarorganisasi petani.
Sebagai informasi, berdasarkan data World Bank 2005-2007 pemberian subisidi dan suport domestik di bidang pertanian yang dikeluarkan negara maju mencapai USD368 miliar. Di mana pemberian subsidi tersebut setara dengan pengeluaran yang diberikan negara berkembang lima kalinya atau sebanyak USD17 miliar per tahun.
Bahkan pemberian subsidi seekor sapi di negara maju mencapai USD2 atau di atas penghasilan rata-rata negara berkembang. Namun pemberian subisidi sapi tersebut digantikan dengan pemberian subsidi susu dan hal tersebut tidak melanggar perjanjian WTO. (ade)