“Perlindungan dan Pemberdayaan Sistem Kedaulatan Benih Petani Masih Sangat Lemah”
Kasus penangkapan 14 petani pemulia benih dikediri sejak tahun 2005 sampai 2010 dan yang terbaru adalah penangkapan Bapak Munirwan, Petani kecil pemulia benih padi sekaligus Kepala Desa (Gampoeng) Meunasah reyeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara adalah contoh nyata lemahnya kebijakan dalam perlindungan dan pemberdayaan petani kecil pemulia benih. Meskipun petani selama ini khususnya petani kecil sangat berkontribusi terhadap penyediaan pangan dan penyedian peluang kerja bagi masyarakat di pedasaan, serta dalam menjaga dan pengumpulan plasma nutfah kita. Inovasi-inovasi yang dikembangkan oleh petani kecil dalam hal ini kegiatan pengumpulan plasma nutfah dan pemuliaan tanaman, baik melalui kelompok tani atau organisasi tani yang diinisiasi oleh petani seharusnya didukung, dilindungi dan diberdayakan.
Sebelum , hingga Indonesia Merdeka, Sistem/mode petanian kita khususnya petani pangan adalah bercorak budaya pertanian (agriculture) bukanlah agri-bisnis yang bertumpu pada industri pertanian. Sejak dulu sitem budidaya dan perbenihan melekat dalam budaya petani. Namun, sejak revolusi hijau, dilakukan lompatan yang sangat besar dimana pola budaya pertanian (Agriculture) digeser dengan pola agri-bisnis dan industri pertanian, sehingga memaksa sistem perbenihan petani semakin lama semakin hilang, diganti dengan sistem perbenihan formal yang berbasis korporasi dengan paket-paket teknologi yang tidak ramah liungkungan (bergantung pada herbisida dan pertisida), yang mana mereka menawarkan paket-paket teknologi yang mengatasnamakan pencapaian produktifitas, efisiensi guna memenuhi kebutuhan pangan, tetapi yang terjadi malah sebaliknya, biaya pertanian semakin mahal, ekosistem pertanian dan budaya pertanian kita semakin rusak.
Dampaknya adalah dengan rusaknya ekosistem lingkungan pertanian, petani semakin tergantung terhadap pestisida dan herbisida. Yang paling menghawatirkan adalah hancurnya sistem perbenihan petani. Saat ini sebagian besar tergantung terhadap benih-benih dari luar. Sementara itu, tujuan untuk mencapai swasembada pangan tidak tercapai dilain pihak ekosistem pertanian dan sistem perbenihan petani semakin hancur. Saat ini, tidak banyak petani yang melakukan pemulian dan menyimpan benih-benih mereka untuk mereka pergunakan dalam kegiatan pertanian mereka. Sistem pertanian yang tergatung terhadap input luar yang besar yang menyebabkan kegiatan pertanian berbiaya tinggi, sementara hasilnya juga belum memenuhi pemenuhan kebutuhan pangan yang dijanjikan.
Belanja petani terhadap benih sangat tinggi setiap tahunnya. Berdasarkan luas panen tanaman pangan yang ditanam oleh petani, misalnya total luas panen padi sawah dan ladang 15.494.512, total kebutuhan benih 464.835 ton/tahun total belanja petani terhadap benih padi 6.97 trilyun/th, sedangkan belanja benih jagung Rp 9.4 trilyun/th, kedele Rp 306.17 milyar/th, bawang merah Rp 13.29 trilyun/th, cabe rawit merah Rp 42.19 milyar/th. Saat ini petani hanya dimanfaatkan sebagai obyek dalam perdagangan benih tanpa mempunyai kedaulatan atas benih mereka.
Kami dari koalisi masyarakat Sipil “Koalisi Kedaulatan Benih Petani” yang terdiri dari, Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), Indonesia Human Right Committee For Social Justice (IHCS), Indonesia For Grobal Justice (IGJ), Yayasan BINA DESA, Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Kesatuan Nalayan Tradisional Indonesia (KNTI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Yayasan Field Indonesia, Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu (IPPHTI), Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Aliansi Organik Indonesia (AOI), pertama sangat menyayangkan terjadinya penangkapan petani kecil pak Munirwan selaku petani kecil, Kepala desa; kedua meminta pemerintah khususnya kementerian pertanian lebih mengedepankan perlindungan dan pemberdayaan petani terutama petani kecil. Koalisi juga meminta pemerintah menjamin dan melindungi pemenuhan hak-hak petani terkait dengan benih, yaitu hak petani untuk menyimpan, menggunakan, menukarkan, dan menjual benih/bahan hasil perbanyakan tanaman sendiri. Serta, Negara juga harus menjamin hak petani untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan di tingkat nasional.
Koalasi Kedualtan Benih Petani
Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), Indonesia Human right Committee For Social Justice (IHCS), Indonesia For Grobal Justice (IGJ), Yayasan BINA DESA, Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Kesatuan Nalayan Tradisional Indonesia (KNTI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Yayasan Field Indonesia, Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu (IPPHTI), Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Aliansi Organik Indonesia (AOI).
Kontak:
Muhammad Rifai: 085 331712453