Meski ‘berkelas’ Maqolah (kata-kata mutiara) tapi ungkapan ini dipandang sangat penting dan memiliki akar sejarah yang kuat. Ungkapan tersebut bahkan juga cukup dikenal dalam hazanah intelektual Islam klasik dan masih dapat diapresiasi hingga saat ini. bahkan saking pentingnya, konon ungkapan tersebut sampai sampai ditengarai mendekati validitas sebuah hadist sahih menurut sementara pendapat.
Ungkapan yang berarti “Petani adalah Tuan bagi sebuah negeri (bangsa) dan Empunya (Tuan dengan status di atas petani) adalah kebenaran sejati” ini, menurut sebuah sumber berlatar belakang sejarah yang berlangsung pada zaman kejayaan pemerintahan Andalusia (Spanyol). Saat itu, teknologi irigasi dan pertanian terbilang sangat menonjol dan mampu menjadi sumber terpenting perekonomian negara. petani bukan saja mampu mencukupi kebutuhannya secara mandiri, namun juga dapat memberi sumbangan terbesar bagi kemakmuran seluruh rakyatnya.
Sebutan “Sayyid” adalah sebutan kehormatan dalam bahasa Arab, maka “Sayyidul Bilad” (Tuan negeri) yang dinisbatkan pada “Al-Falah” (petani) merupakan ‘reward‘ yang tidak main-main. Lebih daripada itu, merujuk frase selanjutnya ‘wa Maalikuhu” (pemilik/yang menguasai) petani sendiri adalah “al-haqiqi“, yang berarti kebenaran sejati, yang pada intinya berarti pula Petani berada pada tingkat penghargaan tertinggi di bawah status kemutlakan, yang hanya dimiliki oleh Tuhan saja.
Tentu saja Maqolah ini tidak sedang ‘awu-awu‘ alias berlebihan, mengingat jasa petani yang sedemikian besar bagi upaya menata perekonomian negara dan berkaitan langsung dengan soal kesejahteraan umat. Dan tentu bukan kebetulan jika lalu hal tersebut lantas sejalan pula dengan sebuah ungkapan lain dengan tingkat validitas yang kurang lebih sepadan, yakni “Kaadhal Faqru an yakuuna kufro“, yang berarti kemiskinan sangatlah dekat dengan keterjerumusan pada kekufuran…(dzi)