Dalam rangka mempercepat proses Reforma Agraria berupa redistribusi tanah terhadap petani penggarap Serikat Petani Kalibakar (SIKAB) mengadakan musyawarah dan sosialisasi kegiatan pemetaan partisipatif.
Siang hari itu tampak berkabut dan matahari menyelinap lewat celah-celah dinding rumah milik Marzuki salah satu petani anggota SIKAB. Rumahnya yang berada di Desa Tirtoyudo, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada 19 Februari 2022 dijadikan tempat musyawarah dan sosialiasi kegiatan pemetaan partisipatif yang diadakan oleh SIKAB. Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Aliansi Petani Indonesia (API) yang dihadiri langsung oleh Sekretaris Jendral (Sekjen) API, Muhmmad Nurrudin. Selain itu, dihadiri pula oleh Muslimin Pendamping Lokal Desa (PLD) Tirtoyudo, dan pengurus SIKAB Simojayan, Bumirejo-Baturetno, Tlogosari, Tirtoyudo, dan Kepatihan.
Kegiatan musyawarah dan sosialisasi ini merupakan rangkaian kegiatan setelah pada 19 hingga 20 Februari 2022, SIKAB telah melakukan pelatihan pemetaan partisipatif. Pun ditargetkan pada 22 Februari hingga April 2022, kegiatan pemetaan akan dilaksanakan dan menghasilkan peta tematik berupa informasi bidang penggunaan, pemanfaatan, dan pengelolaan tanah. Hal tersebut juga dalam rangka memperbarui-melengkapi data agraria (subyek dan obyek) SIKAB, mengingat Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII Kalibakar berakhir pada 31 Desember 2013 dan pendataan subyek terakhir dilakukan pada tahun 2010.
Pelaksanaan pemetaan partisipatif ini diawali dengan sosialisasi rencana pemetaan, musyawarah pra pemetaan, pelatihan pemetaan, pengambilan data spasial dan data sosial, penggambaran, klarifikasi hasil dan perumusan kerangka tindak lanjut. Penataan produksi dan distribusi serta advokasi penyelesaian konflik adalah rangkaian tindak lanjut pasca dilakukannya pemetaan partisipatif di Eks HGU PTPN XII Kalibakar.
Pemetaan partisipatif di Desa Tirtoyudo ini merupakan rangkaian pemetaan tematik yang dilakukan SIKAB setelah sebelumnya dilakukan di Desa Tlogosari dan Simojayan. Pelaksanaan pemetaan partisipatif ini diawali dengan sosialisasi rencana pemetaan, musyawarah pra pemetaan, pelatihan pemetaan, pengambilan data spasial,dan data sosial, penggambaran, klarifikasi hasil, serta perumusan kerangka tindak lanjut. Pemetaan partisipatif akan memetakan bidang pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah eks HGU PTPN XII Kalibakar yang berada di Desa Tirtoyudo dengan luasan sekitar 450 hektar dan 1700 bidang.
Petani yang tergabung dalam SIKAB telah memperjuangkan tananya sebenarnya sudah sejak awal kemerdekaan. Pada saat itu, perkebunan yang dikelola Belanda mulai ditelantarkan. Akhirnya masyarakat sekitar yang mengelolanya. Hingga secara sepihak pada 1958 PTP mengambil alih tanah tersebut dan menjadikannya Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan. Lalu, PTP berkembang menjadi PTPN XXIII dan saat ini menjadi PTPN XII. Pada 1967 hingga 1968, PTPN XXIII merebut tanah-tanah rakyat. Jika rakyat tidak menyerahkan tanahnya kepada pihak PTPN, maka mereka akan dicap antek-antek Partai Komunis Indonesia (PKI).
Karena proses penetapan HGU yang sangat sewenang-wenang, tanpa adanya sosialisasi bahkan masyarakat mendapatkan intimidasi. Akhirnya, pada 1998, masyarakat melakukan rekleiming terhadap tanah yang diambil secara paksa oleh PTPN. Hingga 2013 yang mana seharusnya HGU PTPN XXIII habis masyarakat masih berjuang mendapatkan hak atas tanahnya.
Atas dasar perjuangan masyarakat yang telah bertahun-tahun untuk hak atas tanah tersebut, Sekjen API, Muhammad Nurudin, menyatakan perlunya percepatan penyelesaian konflik agraria di Kalibakar. Langkah yang saat ini sudah ditempuh untuk memperkuat advokasi ialah, pendataan sosial yang dilakukan secara partisipatif oleh SIKAB. “Ini nantinya sebagai gambaran untuk memotret perubahan ekonomi-sosial petani (tingkat kesejahteraan petani) sebagai akibat dari pengusahaan dan pemanfaatan lahan Eks HGU PTPN XII Kalibakar,” ujarnya.
Ia juga melanjutkan, penyediaan data agraria (subyek dan obyek) ini sebagai usaha pelaksanaan reforma agraria dari akar rumput. Dengan basis data subyek dan obyek yang secara nyata yakni, memanfaatkan, mengelola, dan menggunakan tanah untuk kelangsungan hidupnya sehari-hari. “Skema ini dalam rangka penyelesaian konflik agraria yakni redistribusikan tanah untuk petani penggarap. Hal ini tentunya dalam rangka pengentasan dan penanggulangan kemiskinan masyarakat di pedesaan akibat dari struktur agraria yang timpang. Seharusnya ini sesuai dengan prinsip pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan petani,” imbuh laki-laki yang kerap disapa Gus Din itu.
Terakhir ia ia juga mendorong pemerintah serta instansi terkait untuk memastikan kebijakan reforma agraria dapat diimplementasikan dalam semangat berdesa, sebagaimana azas rekognisi di dalam Undang-Undang (UU) No.6 tahun 2014 tentang Desa. Hal itu meliputi tidak hanya pengakuan hak asal usul, tetapi azas rekognisi yang diimplementasikan dalam redistribusi tanah oleh pemerintah pusat. “Tujuannya untuk mengatasi ketidakadilan akan penguasaan sumber-sumber agraria terutama hak atas tanah oleh petani gurem dikawasan perkebunan negara maupun swasta,” pungkasnya.