Kamis, 10 Februari 2011 | 18:32 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta – Pemerintah Provinsi Jawa Timur mentargetkan Waduk Nipah yang berlokasi di Desa Nagasari, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, sudah bisa diresmikan pemanfaatannya September 2011 mendatang.
Target tersebut dicapai berdasarkan hasil kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan Pemerintah Kabupaten Sampang setelah menggelar rapat tertutup di Kantor Wakil Gubernur di Jalan Pahlawan, Surabaya, Kamis (10/2).
“Waduknya sudah selesai dibangun, tinggal pembebasan tanahnya, yakni kami targetkan selesai dilakukan September. Kalau masalah pembebasan tanahnya selesai, otomatis waduk sudah bisa digunakan, kata Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf seusai pertemuan.
Saifullah menjelaskan, berdasarkan data yang ada, dari 527 hektare lahan yang dibutuhkan, saat ini 489 hektare sudah berhasil dibebaskan. Meski tak sampai 30 persen lahan yang belum dibebaskan, namun proses pembebasannya sangat sulit karena beberapa warga tetap ngotot tidak menjual tanahnya.
Siafullah minta Sekretaris Kabupaten Sampang Hermanto Subaidi sebagai Ketua Tim Pembebasan Tanah melakukan pendekatan. Tidak hanya kepada pemilik lahan melainkan juga kepada para tokoh agama di sekitar waduk.
Menurut Gus Ipul, proses studi kelayakan hingga pembangunan waduk sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1973. Namun, konflik berdarah yang terjadi tahun September 1993 membuat pembangunan waduk sempat terhenti. Dalam peristiwa empat warga tewas tertembak peluru aparat keamanan.
Peristiwa berdarah yang dikenal dengan Kasus Nipah tersebut menimbulkan amarah warga dan para tokoh Madura, termasuk Almarhum Mohammad Nur, mantan Gubernur Jawa Timur, yang juga putera kelahiran Sampang, dan KH Muhammad Alawy.
Hermanto Subaidi mengakui proses pembebasan lahan terkendala banyak hal. Tanah warga yang belum dibebaskan tebagi dalam beberapa kelompok, yaitu warga yang tanahnya kemungkinan sudah pernah dibebaskan tapi dijual ke orang lain, juga warga yang tanahnya belum pernah dibebaskan dan menolak pembebebasan, serta kelompok warga yang tanahnya belum dibebaskan tapi tahanya sudah dijual ke orang lain. Ada pula warga yang belum pernah dibebaskan tapi minta harga di atas Rp 50 ribu per meter persegi.
“Ada juga problem perbedaan luas tanah yang sudah dibebaskan antara hasil pengukuran dan arsip luas tanah yang sudah dibebaskan sejak tahun 1983,” papar Hermanto.
Meski demikian, Hermanto optimistis pembebasan lahan akan segera berakhir. Apalagi sikap pemilik tanah di sekitar lokasi waduk sudah mulai melunak.
Adapun tanah yang belum dibebaskan berada di Dusun Balanjeng dan Morsongai, Desa Nagasareh, serta Dusun Tolang, Desa Tolang –semuanya berada di Kecamatan Banyuates.
Pembangunan Waduk Nipah dilakukan dengan pertimbangan belum tercukupinya kebutuhan air di Kabupaten Sampang, terutama di daerah pesisir utara. Air waduk, selain untuk kebutuhan irigasi yang bisa mengairi sawah 1.150 hektare, juga untuk kebutuhan air minum, mandi dan cuci.
Waduk Nipah yang bisa menampung air sekitar enam juta meter kubik, juga digunakan untuk keperluan perikanan, konservasi sumber daya air, dan untuk pariwisata.
Pembangunannya didanai pemerintah pusat. Untuk pembangunan fisik Rp 168,249 miliar dan Rp 43,876 miliar untuk pembebasan lahan. FATKHURROHMAN TAUFIQ | JALIL HAKIM.