Menteri Perdagangan, Mari Pangestu, Selasa (15 Juli) mengadakan jumpa pers berkaitan dengan akan diadakannya Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO (world Trade Organisation) di Jenewa Swiss, tanggal 21 27 Juli 2008. Tujuan KTM, seperti tercantum dalam presentasi Mendag, adalah untuk membentuk modalitas penuh perundingan di bidang pertanian dan akses pasar non pertanian (NAMA non agriculture market access). Modalitas penuh yang akan dibentuk (dengan asumsi bahwa pertemuan akan berjalan lancar) tidak mempunyai legal commitment (komitmen hukum) dan baru mempunyai legal commitment apabila telah menjadi schedule of commitment. Disamping dua isu di atas, para menteri juga akan membahas isu-isu lain seperti sector jasa-jasa, TRIPs (Hak Kekayaan intelektual yang terkait dengan perdagangan) terutama untuk isu indikasi geografis dan kaitan antaraTRIPS dengan Konvensi Keragaman Hayati.
Selepas menghadiri pertemuan tersebut, saya membuka situs WTO, dan mencari jadwal pertemuan-pertemeuan yang akan diadakan oleh secretariat WTO di bulan Juli. Tidak ada jadwal KTM, bahkan sampai akhir tahun 2008. Pertemuan yang mungkin melibatkan para menteri negara anggota WTO adalah sidang General Council (Dewan Umum) yang dalam jadwal akan dilakukan pada 28 31 Juli 2008.
Perundingan yang akan dihadiri oleh Mendag bukanlah Konferensi Tingkat Menteri yang merupakan pertemuan rutin setiap dua tahun sekali, tetapi pertemuan para menteri yang tidak dijadwalkan dan tidak diumumkan secara resmi. Para utusan negara anggota WTO di Jenewa, juga tidak mengetahui siapa saja yang akan diundang, berapa menteri (beberapa sumber menyebut sekitar 30 menteri perdagangan) yang akan hadir.
Sementara dalam tulisan yang dipublikasikan oleh beberapa media internasional (misalnya International Herald Tribune, atau saya mengambilnya dari situs berita di kanada), Direktur Jenderal WTO, Pascal Lamy menulis memorandum kepada menteri-menteri perdagangan di seluruh dunia. Dalam tulisannya, yang dipublikasikan 4 Juli 2008, Lamy mengatakan perlunya untuk menyampaikan hal-hal terbaru mengenai perundingan Doha, sebelum pertemuan Anda (maksudnya menteri perdagangan) bulan ini di Jenewa. Lamy juga menuliskan bahwa, dirinya telah mengusulkan kepada negara-negara anggota WTO untuk mengadakan pertemuan di bulan July untuk menjembatani perbedaan-perbedaan dalam posisi perundingan. dan Karena itu mengundang para menteri untuk datang, tidak sekedar pejabat senior. undangan terbuka itu ditutup dengan kata-kata I look forward to seeing you in Geneva”.
Memorandum itu mengesankan undangan itu ditujukan untuk semua menteri perdagangan. Artikel Lamy juga memperlihatkan kesan bahwa pertemuan yang dimulai tanggal 21 July adalah pertemuan resmi para menteri perdagangan anggota WTO, dimana semua anggota diundang dan merupakan pertemuan dimandatkan setiap 2 tahun sekali. Faktanya, tidak.
Ini adalah pertemuan kecil para menteri, atau kerap disebut Mini ministerial meeting. Jenis pertemuan informal yang hanya mengundang menteri perdagangan, secara terbatas. Siapa yang diundang, berapa jumlah menteri yang akan diundang, dirahasiakan. Padahal, organisasi perdagangan dunia yang disahkan pada tahun 1994, saat ini memiliki anggota sebanyak 183 negara.
Walaupun tidak terjadwal dalam agenda resmi WTO yang dipublikasikan, di kantor pusat WTO di Jenewa Swiss, telah dilakukan persiapan untuk keamanan dan mungkin akreditasi peserta.
Pertemuan kecil, para menteri ini nampaknya diharapkan dapat memecah kebuntuan perundingan di WTO, yang terutama selama 2 tahun terakhir membeku. Pertemuan tersebut, utamanya akan merundingkan isu pertanian dan akses pasar produk non pertanian. Draft terbaru, dari dua perundingan tersebut telah kembali dikeluarkan oleh ketua perundingan pertanian Dutabesar Crawford Falconer, dari Selandia Baru dan Dutabesar Don Stephenson (Kanada) pada 10 Juli lalu. Ini adalah draft ketiga yang dikeluarkan pada tahun ini, setelah pada bulan Februari, dan Mei.
Selain itu, juga akan ada yang disebut sebagai proses horisontal dimana selain isu pertanian dan akses pasar non pertanian (NAMA), juga akan dibicarakan sector lain, seperti pembukaan pasar jasa; kaitan antara keragaman hayati dengan hak kekayaan intelektual dan indikasi geografis.
———————————-
*Lutfiyah Hanim (research adviser untuk Aliansi Petani Indonesia)