LaporanIRRI
Jumat, 27 Mei 2011 | 23:00:39 WIB
MANILA. Lembaga Riset Padi Internasional (IRRI) memperingatkan negara berkembang agar mewaspadai kenaikan harga hasil komoditas pertanian, terutama beras, dalam beberapa waktu belakangan ini. Pasalnya, kondisi tersebut bisa menyebabkan terulangnya krisis pangan pada 2008 yang memicu kerusuhan di sejumlah negara.
Menurut IRRI, keseimbangan pasar beras secara global sulit sekali terwujud seiring dengan kenaikan harga komoditas pangan itu saat ini. Data terbaru IRRI menyebutkan, harga gandum dalam delapan bulan terakhir hingga Februari lalu naik 121 persen, tepung maizena melonjak hingga 92 persen dan gula meningkat 80 persen akibat cuaca ekstrem serta kenaikan permintaan komoditas global.
Pada saat bersamaan, harga beras juga terdorong naik cukup besar, yakni sebesar 17 persen. Anehnya, kenaikan tersebut terjadi meski hasil pada 2010 cenderung baik.
Meski demikian, IRRI mengungkapkan adanya tanda-tanda kepanikan untuk membeli bahan pangan, seperti yang terjadi pada tiga tahun lalu. Kondisi tersebut diyakini dapat mendorong kembali kenaikan harga beras.
Data IRRI menyebutkan, harga beras saat ini melonjak hampir tiga kali lipat dari harga tertinggi pada Desember 2007 lalu 362 dollar AS per ton. Dengan kata lain, harga beras kini nyaris menyentuh level 1.000 dollar AS per ton, hampir sama dengan lonjakan harga pada April 2008. Kenaikan harga beras itu terjadi lantaran cadangan turun hingga ke level terendah dalam 30 tahun terakhir akibat meningkatnya permintaan global.
“Sektor komoditas beras beruntung bisa terhindar dari serangan cuaca buruk. Namun, tanda-tanda kepanikan serupa di negara konsumen beras bisa membebani pasar dan menyebabkan terulangnya krisis (pangan) 2008,” demikian laporan IRRI dalam jurnal kuartalan Rice Today, Jumat (27/5).
Larangan Ekspor
Lembaga riset yang bermarkas di Manila, Filipina, itu menambahkan kenaikan harga beberapa komoditas lainnya telah memaksa sejumlah negara konsumen beras, seperti Bangladesh, Indonesia, dan Myanmar untuk meningkatkan cadangannya atau menjatuhkan larangan ekspor.
Menurut IRRI, kondisi tersebut juga pernah dilakukan negara-negara eksportir beras pada 2008. Langkah tersebut telah memicu kenaikan harga beras pada 2008 sehingga memicu kerusuhan di sejumlah negara berkembang.
Untungnya, cadangan beras saat ini lebih besar ketimbang tiga tahun lalu. IRRI melaporkan cadangan beras global 2010 mencapai 20 juta ton, lebih tinggi dibandingkan kondisi pada 2008. Namun, IRRI memperingatkan, kemarau panjang yang mengancam kawasan utara China bisa memicu kembali kekhawatiran terhadap ketahanan beras untuk tahun ini. uci/AFP/E-10
(Sumber : http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/63327)