API. JAKARTA Rabu, 20-Mei 2015: Telah berlangsung hari ini Focus Group Discussion, yang bertemakan “Kebijakan Perberasan Nasional yang Mensejahterakan Petani” tepatnya di Sekretariat DPP SPI. Focus Group Discussion (FGD) ini diselenggarakan oleh Aliansi Petani Indonesia (API) dan bekerjasama dengan Serikat Petani Indonesia(SPI), turut mengundang beberapa instansi pemerintah, yang tentunya memiliki peranan besar dalam Perberasan Nasional kita yang terkait dengan HPP, seperti Perum BULOG dan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementrian Pertanian RI,serta Departemen Perdagangan. Selain Organisasi Petani yang hadir terlihat Organisasi/Lembaga non-pemerintah seperti Bina Desa, IHCS, Field, KRKP, KPA dan mahasiswa.
Seperti kita ketahui bahwa beras berperan besar dalam hidup dan kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah sangat berkepentingan dalam mengendalikan harga dan pasokan gabah-beras melalui kebijakan perberasan yang bersifat promotif maupun protektif yang mempunyai dampak langsung terhadap kesejahteraan para petani. Tetapi disisi lain ternyata Instruksi Presiden No 5 Tahun 2015 tentang Pengadaan Gabah/Beras Dan Penyaluran Beras, masih menunjukan bahwa kebijakan pemerintah, terutama kebijakan pembelian pemerintah terhadap gabah dan beras masih menggunakan Harga Tunggal atau harga beras medium (satu kualitas).
Kebijakan satu kualitas (harga tunggal) menjadikan industri beras dan padi tidak maju dan berakibat pula pada kesejahteraan petani yang tidak kunjung meningkat. Selain itu, HPP dengan kualitas tunggal sama sekali tidak mencerminkan realitas kualitas gabah dan beras yang beragam. Selain itu Kebijakan HPP Tunggal sampai saat ini juga tidak mampu membuat Perum BULOG secara efektif melakukan penyerapan/pengadaan terhadap gabah/beras dari petani. Padahal pengadaan adalah kunci dalam merealisasikan jaminan harga buat petani dan penguatan stok beras nasional.
Beras berperan besar dalam hidup dan kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah sangat berkepentingan dalam mengendalikan harga dan pasokan gabah-beras melalui kebijakan perberasan yang mempunyai dampak langsung terhadap kesejahteraan para petani. Dalam empat bulan terakhir harga beras di pasar mengalami lonjakan. Bahkan setelah Bulog melakukan operasi pasar, harga beras tetap tidak turun. Kalau pun harga beras akhirnya turun, hal itu disebabkan oleh karena adanya panen pada bulan April. Menurut data Kementerian Perdagangan RI, harga beras medium pada awal April (01/04) sebesar Rp. 10.078.-/kg kemudian turun pada pertengahan Mei (12/05) menjadi Rp. 9.954,-/kg. Penurunan harga tersebut masih perlu diragukan karena panen sudah dilaksanakan pada bulan sebelumnya. Dengan demikian ada ‘tangan tak terlihat’ yang mampu mengontrol harga beras.
Pada sisi lain, kenaikan harga beras dan juga gabah di pasar tidak sepenuhnya dirasakan oleh petani. Selama April 2015 menurut BPS, harga gabah kualitas rendah ditingkat petani hanya dihargai Rp. 3.592,24 per kg atau turun 7,39 persen dan ditingkat penggilingan sebesar Rp. 3.670,00 per kg atau turun 7,17 persen[2]. Gabah dan beras mereka sudah dibeli oleh tengkulak terlebih dahulu. Oleh karena itu tinggi-rendah harga beras di pasaran menjadi tidak berpengaruh kepada mereka. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal bulan ini (04/05), Nilai Tukar Petani tanaman pangan turun sebesar 3,44 persen. Penurunan tajam NTP tanaman pangan dari 100,80 menjadi 97,33 disebabkan oleh turunnya indeks yang diterima kelompok petani padi sawah. Ini merupakan level terendah dalam 4 tahun terakhir, persisnya sejak Juli 2010. Selain itu, faktor kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp. 500,-/liter dan angkutan tansportasi pada akhir Maret (28/03) lalu juga turut andil pada rendahnya NTP tanaman pangan. Hal itu dibuktikan dengan laporan BPS pada April ini yang menyatakan bahwa inflasi pedesaan sebesar 0,21 persen disebabkan oleh naiknya indeks kelompok transportasi dan komunikasi sebesar 2,24 persen.
Di tengah krisis harga beras tersebut, pada 17 Maret 2015, pemerintah akhirnya kembali mengeluarkan Instruksi Presiden No 5 Tahun 2015 tentang Pengadaan Gabah/Beras Dan Penyaluran Beras yang kemudian disingkat menjadi Inpres No 5/2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras Dan Penyaluran Beras. Inpres tersebut menggantikan Inpres No. 3 tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.
Keluarnya Inpres ini sebetulnya menjadi cerminan bahwa kebijakan pemerintah, terutama kebijakan pembelian pemerintah terhadap gabah dan beras masih menggunakan Harga Tunggal atau harga beras medium (satu kualitas), tidak mengalami perubahan sejak kebijakan ini diberlakukan 46 tahun lalu.
Kebijakan satu kualitas (harga tunggal) menjadikan industri beras dan padi tidak maju dan berakibat pula pada kesejahteraan petani yang tidak kunjung meningkat. Selain itu, HPP dengan kualitas tunggal sama sekali tidak mencerminkan realitas kualitas gabah dan beras yang beragam.