Sebut saja Sutriyono, kami sering menyebutnya sebagai “freelance scientist” (peneliti lepasan), berasal dari Desa Sawangan, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada 17-Agustus 2014 lalu ikut menghadiri upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-69 di Istana Merdeka, Jakarta. Pasalnya, Ia menjadi salah satu dari 32-orang penyuluh lapang swadaya/mandiri dari 32 provinsi di seluruh Indonesia yang diundang oleh Kementrian Pertanian RI. Ia terpilih mewakili Provinsi Jawa Tengah Namun ada sesuatu yang membuatnya “lebih bangga”, tentu saja menjadi satu-satunya wakil dari provinsinya Jawa Tengah.
Ada perbincangan kecil disela-sela prosesi peringatan hari kemerdekaan 17-agustus 2014 di Istana Negara diantara kami dan kedua pemulia benih diantaranya dari Kalimantan, terlihat mereka sangat akrab sembari meresapi situasi yang tak pernah mereka jumpai sebelumnya, pengakuan dia kepada pa’ Sutriyono malah bersyukur, karena Pak Tri masih mengembangkan salah satu jenis padi “merah-putih” yang pada awalnya dikembangkan di Kalimantan, namun kini jenis itu tidak bisa lagi diperoleh di Kalimantan. “Kenapa kita baru kenal dan ketemu sekarang ya, Pak Tri..?” ujar wakil dari Kalimantan tersebut bernada setengah menyesal. “Wah, bapak telat sih.. saya sudah lama beredar bersama API. Bapak tahu apa API itu?” tanya Pak Tri kepadanya. Orang tersebut menggeleng. Lalu Pak Tri pun menjelaskan organisasi petani tempatnya berkiprah tersebut. Walau baru sebentar bergabung sebagai Guru Tani di API, namun Pak Tri sangat bangga bisa bersama-sama dengan Seknas API, membantu para anggota melalui pendampingannya dalam bidang pengembangan pengendalian hama dan penyakit secara alami (agensi hayati). Pak Tri pun mengisahkan obrolannya bersama orang itu dan peserta dari beberapa provinsi lainnya.
Sayang, obrolan kami pagi itu harus berakhir ketika telepon seluler Pak Tri berdering. Panitia memberitahu bahwa saat keberangkatan para peserta sudah tiba. Mereka difasilitasi akan dipulangkan ke daerah masing-masing.
Selang waktu beberapa jam, kami pun berpisah. Sebelum menuju ke mobil travel yang akan membawanya pulang ke Banyumas, Pak Tri sempat berpesan, “Saya tidak akan bisa melakukan pelayanan dan pendampingan seperti berbagi ilmu dan pengalaman kepada teman-teman lain, tanpa bantuan dari API”.
Memang tidak mengherankan, namanya juga penyuluh lapang swadaya/mandiri, segala sesuatunya mesti dilakukan secara mandiri alias swadaya.. Pak Tri tetaplah orang biasa, walau terpilih menjadi penyuluh lapang di tingkat nasional, ia tetap membutuhkan peneguhan dari API.
Sebuah niat luhur dari seorang relawan peneliti lepasan dan pendamping/kawan buat petani!
Ya.. Semoga ini menjadi awal baru untuk kita bisa bekerja sama lagi, Pak Tri.. bahu-membahu memberi pelayanan terbaik kita kepada petani Indonesia.