Mulai tahun 2012, ekspor biji kakao wajib terfermentasi. Kebijakan ini sedang dirancang di Kementerian Pertanian dalam bentuk peraturan menteri pertanian. Tujuan dari aturan ini dikeluarkan untuk menumbuhkan industri pengolahan biji kakao dan industri makanan dalam negeri serta memberikan nilai tambah bagi petani kakao.
Dengan difermentasi, petani kakao akan mendapatkan harga jual kakao lebih bagus. Harga kakao fermentasi per kilogram Rp 20.000, lebih tinggi dibandingkan dengan harga kakao yang tidak difermentasi yang hanya Rp 16.0000 per kilogram. Ekspor biji kakao nonfermentasi bahkan dikenai potongan. Di Amerika Serikat ada potongan harga otomatis.
Dengan kewajiban fermentasi, industri hilir akan berkembang. Saat ini saja, dengan penerapan kebijakan bea keluar biji kakao, pabrik pengolahan kakao berkembang dari 4 menjadi 10. Industri pengolahan biji kakao bermunculan di Batam, juga di Surabaya. Bahkan, pabrik pengolahan kakao di Malaysia dan Singapura sudah direlokasi ke Indonesia.
Berkembangnya industri hilir akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan daya beli, dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Rencana kebijakan wajib fermentasi biji kakao ekspor ini seiring dengan keinginan pemerintah mengembangkan industri hilir.
Selama ini, industri pengolahan kakao/cokelat ada di negara-negara maju. Setelah menjadi produk cokelat, diekspor ke Indonesia dengan harga mahal. Dengan membangun industri hilir, akan lebih banyak keuntungan yang didapat.
Sebagai contoh, Swiss merupakan negara produsen cokelat dunia, tetapi mereka sama sekali tidak punya kebun kakao. Kakao diimpor dari negara lain, termasuk Indonesia, dengan harga murah. Setelah diolah menjadi cokelat dalam berbagai bentuk, dijual dengan harga tinggi.
Selama ini kebutuhan kakao fermentasi untuk industri pengolahan kakao dalam negeri masih kurang 30.000 ton, yang harus dipenuhi dari impor. Jumlah itu bahkan tidak cukup sehingga industri makanan masih harus menambah impor bubuk cokelat 10.000 ton per tahun. Dengan adanya kebijakan baru ini, industri pengolahan biji kakao dan pangan tidak perlu lagi impor. Semua kebutuhan kakao bisa dipenuhi dari dalam negeri.
Di dunia hanya biji kakao Indonesia yang tidak difermentasi. Biji kakao Ghana dan Pantai Gading sudah difermentasi sehingga mendapat harga premium.
Sumber: Kompas
Harga coklat fermentasi hanya Rp. 20.000,-. dalam sebuah survey yang pernah saya lakukan di Soppeng tahun 2012 pada bulan February malah tembus angka Rp. 45.000,-. Tai juga kita harus sadar tentang fluktuasinya harga coklat ini. Salam
Saya sangat bangga para petani Indonesia sdh pd melek teknologi shg lbh mdh mengakses informasi dari sumber manapun. Saya juga paham skrg knp Indonesia sbg penghasil kakao dunia tdk mampu mengolah hasil produksinya dan justru mengimpor produk olahan dr luar dg harga mahal. Kmrn saya msh belum ngeh kl produsen coklat dr negara2 Eropa menggunakan coklat produksi Indonesia sbg bahan bakunya. Ternyata dg teknologi informasi semua terasa begitu gamblang. Majulah petani Indonesia! YES!
Dengan penguasaan teknologi yang berjalin erat dengan proses produksi oleh petani (salah satunya kakao) akan dapat memangkas banyak sekali pengeluaran pada berbagai pos dalam rantai produksinya. jika kita mampu mengolah kakao dan memproduksi coklat, betapa besar keuntungan yg besa didapatkan. dan ini membutuhkan keberpihakan pemerintah secara serius. banyak sekali coklat yg beredar diindonesia diimport dr luar negeri, dan berharga relatif mahal, padahal bahan bakunya adalah dari Indonesia. bukankah hal tsb cukup ironis. Trimakasih.
kakao very good of you, any company in Vietnam has import your kakao not if can give me your address, thanks!
kakao very good of you, any company in Vietnam has import your kakao not if can give me your address, thanks!
Fermentasi memang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan harga jual dari kakao, tetapi kebanyakan petani kita mengetahui hal tersebut. Ditambah lagi didaerah tempat saya tinggal, pengepul tidak pernah mengatakan kepada petani kalau meraka akan membeli biji kakao dengan harga yang lebih mahal biji kakao yang telah difermentasi. kalaupun petani melakukan fermentasi, meraka akan kebingungan harus menjualnya kemana. mungkin fermentasi kakao ini lebih cocok untuk diterapkan pada perkebunan besar.
Mas Fajri, hasil pengalaman kami kerja-kerja pengorganisasian di petani kakao, baik itu di Jembrana, Ende, Flores Timur, Polman, Banggai menggambarkan situasi pasar kakao yang dikuasai oleh tengkulak. Fermentasi salah satu usaha untuk meningkatkan nilai tambah yang berdampak terhadap harga. Untuk memperbaiki mata rantai kakao, kami langsung bekerjasama dengan pengusaha atau perusahaan yang juga aktor kunci dalam rantai pasok kakao. Kebanyakan perusahaan seperti PT. Bumi Tangerang, PT. Armajaro, PT. Mars, PT. Mayora memberikan informasi harga kakao non fermentasi dan kakao fermentasi secara periodik. Hal ini yang membuat kelompok kelompok tani kakao mengembangkan sistem pemasaran bersama untuk mengontrol kualitas produksi dan memperbaiki posisi tawar petani. Hal ini kemudian berkembang menjadi pengetahuan petani akan cara budidaya tanaman kakao yang baik, pengolahan paska panen dan akses pasar yang juga mempengaruhi besaran modal yang dimiliki oleh petani dan mengembangkan strategi advokasi di akses pasar dengan mengajak para pemangku kepentingan seperti pemerintah (dinas pertanian), pengusaha atau perusahaan dan lembaga keuangan eksternal seperi bank-bank yang memberikan dana talangan duduk bersama untuk saling berbagi peran untuk mendukung kesejahteraan petani dan pengelolaan lingkungan serta sumberdaya yang ada dikelola secara berkelanjutan
sekolah lapangan kakao menjadi bagian dari pemberdayaan untuk meningkatkan pngtahuan petani dalam berbudidaya kakao. yang baik dan benar. Harga kakao baik akan ditentukan dengan kualitas biji kakao. Mudah mudahan Sl meningkatkan produkdtvitas dan pendapatan bagi petani kakao