Penulis: Yulvianus Harjono | Editor: Tri Wahono
Minggu, 20 Februari 2011 | 23:12 WIB
SUKADANA, KOMPAS.com – Pemerintah semestinya menerapkan harga yang fleksibel dalam hal pembelian gabah kering panen. Sehingga, selain melindungi petani di saat harga jatuh, Bulog juga tidak kesulitan memenuhi persediaan beras saat harga tinggi.
“Pemerintah mestinya lebih berperan aktif (membeli gabah). Tidak bisa lepas tangan, apalagi dengan sekedar impor,” ujar Yonatan (42), petani di Kecamatan Pekalongan, Lampung Timur.
Yang ia maksud, harga pembelian pokok pemerintah (HPP) mestinya bisa lebih fleksibel. Ada batas atas serta batas bawah. Tidak kaku seperti sekarang, dimana HPP ditetapkan Rp 2.640 per kg untuk GKP.
Diharapkan pula, standar pembelian juga bisa fleksibel sesuai dengan kondisi panen rata-rata. Menurut dia, standar pembelian Bulog yang mensyaratkan, antara lain kadar air maksimal 25 persen terkadang sulit dipenuhi, te rutama di musim basah seperti akhir-akhir ini.
Selama beberapa bulan terakhir, sebelum pertengahan Februari 2011 ini, harga GKP di Lampung bertahan tinggi, yaitu rata-rata di atas Rp 3.200 per kg. Ini jauh melampaui HPP yang ditetapkan pemerintah.
Akibatnya, Bulog Lampung sepanjang tahun 2010 lalu pun kesulitan menyerap beras. Dari target penyerapan 135.000 ton beras, setidaknya hanya terealisasi separuhnya, 70.000 ton.
Akibatnya, untuk menjaga ketahanan pangan sekaligus pula menstabilkan harga beras, Bulog Divre Lampung beberapa kali melakukan pengadaan dari luar, termasuk impor dari Vietnam sebesar 82.000 ton di akhir tahun lalu.