Sekretariat Nasional Aliansi Petani Indonesia (API) bekerjasama dengan Agriterra menyelenggarakan pelatihan koperasi bertajuk MY.COOP (Managing Your Agriculture Cooperative – mangatur koperasi pertanian anda) di Bunta, Sulteng (26-30/12/13). Acara yang dihadiri oleh sedikitnya 30 orang peserta dari anggota Ortabun (Organisasi Tani, Buruh, Nelayan) ini dilaksanakan dalam rangka memberikan wawasan yang lebih komprehensif dan applicable mengenai tata laksana sebuah koperasi. Hal tersebut dirasa perlu mengingat besarnya potensi ekonomi dan peluang usaha yang dapat dimanfaatkan oleh petani yang seluruhnya merupakan petani kakao. Dengan model pemasaran bersama dalam bentuk koperasi maka organisasi tani dan secara umum petani di wilayah tersebut dapat lebih memiliki peluang untuk menembus pasar yang lebih menjanjikan serta tidak bergantung lagi pada tengkulak.
Dengan menggunakan pendekatan pendidikan orang dewasa (POD), pelatihan yang mengambil lokasi di salah satu penginapan di desa Salabenda, kecamatan Bunta tersebut berlangsung dengan antusiasme yang tinggi. Meski hampir separuh peserta adalah perempuan, tapi mereka tak segan mengutarakan pendapat dan menceritakan berbagai pengalaman dan gagasan dalam berbagai sesi yang ada. Hadir sebagai fasilitator dalam pelatihan tersebut Muhammad Rifai dan Loji. keduanya tampak saling mengisi dan memberi stimulan kepada peserta untuk aktif berpartisipasi dalam forum.
Dimulai dengan dengan brainstorming (curah pendapat) mengenai definisi koperasi, para peserta tak segan misalnya menyampaikan pandangan bahkan olok-olok minor yang melekat pada bentuk kelembagaan ini sebagai organisasi PUD (pengurus untung duluan). “selama ini koperasi kebanyakan tidak melayani anggota sebagaimana mestinya”, kata Pak Sahlan, seorang petani kakao yang mengaku pernah menjadi anggota koperasi. “Kebanyakan anggota tidak terlibat aktif dalam berbagai kebijakan yang diambil, sehingga hal tersebut perlahan memicu ketidakpercayaan dari anggota. Padahal komitmen dan kepercayaan merupakan kunci dari koperasi”, tambahnya.
Selain brainstorming, berbagai sesi berikutnya banyak diwarnai dengan berbagai roleplay (bermain peran) dan game (permainan) sebagai ilustrasi dan media untuk “memaksa” peserta terlibat dalam memahami sasaran yang diinginkan oleh materi, yakni upaya agar peserta memiliki gambaran tertentu secara lebih dalam mengenai koperasi dan berbagai komponen pendukungnya.
Dalam pemetaan rantai nilai misalnya. Para peserta diajak bermain peran dengan posisi yang berbeda-beda. Aada yang menjadi konsumen, penjual eceran, penjual grossir, penyedia jasa hingga produsen. Masing-masing peran diwawancarai oleh peserta lain yang berperan sebagai interviewer. pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan mencoba menelusuri sebuah produk jadi yang ada di tangan seorang konsumen, semisal minuman merk susu. Ditanyakan pada konsumen tersebut dimana dibelinya, berapa harganya, enak apa tidak, bagaimana dengan kemasannya, kenapa memilih produk tersebut dibanding yang lain, dan seterusnya.
lalu sang interviewer mewawancarai pedagang eceran yang menjual produk tersebut berdasarkan informasi dari konsumen. begitu seterusnya hingga ke level produsen. Dari permainan tersebut dapat ditelusuri perubahan harga disertai dengan berbagai perubahan bentuk produk akhir serta kecenderungan prilaku pasar.
Rahmah, salah seorang peserta perempuan yang mengikuti proses pelatihan tersebut mengaku sangat senang serta tidak mengalami kesulitan mengikuti keseluruhan sesi. “tidak membosankan, itu yang penting”, ujarnya. “biasanya pelatihan itu kaku dan membuat ngantuk. tapi disini kami juga diajak ikut berfikir bagaimana memecahkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi. kami jadi merasa tertantang”, tambahnya.
Teror Penangkapan
Hal yang sangat disayangkan terjadi di tengah pelatihan tersebut adalah hadirnya beberapa aparat keamanan (polisi) berpakaian preman yang sejak hari kedua sering tampak mondar-mandir di area pelatihan. Seknas mendapatkan informasi bahwa salah satu peserta pelatihan berstatus sebagai buron dan akan “diambil” paksa karena dituduh mangkir dari pemanggilan oleh kepolisian.
Tindak kejahatan yang dituduhkan kepada peserta tersebut, yakni Pak Arham, sebenarnya bukan barang aneh bagi warga bohotokong. Para petani yang menempati lahan bekas HGU yang sudah habis masa berlakunya perlahan melakukan penanaman di atas tanah tersebut dengan berbagai hasil pertanian, utamanya kakao dan kelapa. namun tanpa disangka, tiba-tiba terbit HGU baru atas lahan yang sudah puluhan tahun digarap oleh warga. Akibatnya warga pun diintimidasi dan dikriminalisasi, misalnya melalui penangkapan dengan tuduhan pidana pencurian buah kelapa yang tumbuh di atas tanah yang diklaim memiliki ijin usaha, yang itu artinya lebih memiliki dasar hukum yang kuat.
Ironisnya, penangkapan dan berbagai upaya intimidasi itu dilakukan oleh orang-orang suruhan perusahaan dengan dukungan penuh dari aparat kepolisian. saat ini sedikitnya ada tiga orang yang sudah diamankan polisi. Padahal dalam putusan sidang MA mereka sudah dimenangkan. Tentunya hal tersebut merupakan bentuk tidak dihormati dan ditaatinya sebuah ketetapan hukum oleh aparat penegak hukum sendiri. Saat ini upaya pengaduan atas hal tersebut kepada pihak yang berwenang sedang kami usahakan untuk menghentikan aksi-aksi inkonstitusional tersebut. [Dzi]