Forum Konsultasi Nasional
Acara yang diselenggarakan oleh API, SPI dan WAMTI selama 2 hari ini dihadiri oleh 7 organisasi tani lainnya. Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Tani Mandiri, Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI), Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI), Sekretariat Pelayanan Tani Nasional Hari Pangan Seduania (SPTN HPS), Serikat Petani Pasundan (SPP), dan Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA).
Forum ini merupakan ruang bersama bagi organisasi-organisasi petani tingkat nasional dan daerah yang selama ini fokus pada perbaikan nasib petani Indonesia melalui jalan perjuangan reforma agraria dan upaya penegakan kedaulatan pangan. Salah satu yang menjadi focus perhatian adalah fenomena impor pangan yang semakin meningkat. Sebagai contoh; dalam 3 tahun terakhir, impor beras selalu diatas 1,5 juta ton per tahun, belum lagi impor jagung, kedelai, bahkan garam pun harus impor. Ketergantungan terhadap benih pabrikan? juga semakin dirasakan oleh petani, bahkan pemerintah telah meloloskan benih jagung Bt dan RR.
Krisis pangan yang saat ini dihadapi oleh Indonesia tentu berkorelasi dengan tingkat kemiskinan yang terjadi di masyarakat. Menurut BPS jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta, dan 18.48 juta orang di antaranya adalah penduduk miskin pedesaan. Tercakup dalam golongan Penduduk miskin pedesaan tersebut adalah petani gurem atau petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 ha, bahkan sebagian besar bekerja sebagai buruh tani dan buruh perkebunan. Menurut sensus pertanian 2003, jumlah petani gurem mencapai 13.7 juta kepala keluarga petani dan tentunya jumlah tersebut akan meningkat seiring dengan adanya konversi lahan pertanian sekitar 100.000 hektar per tahun dan krisis ekonomi yang menerpa sejak tahun 2008.
Berangkat fakta-fakta inilah Forum Konsultasi Petani Nasional menyerukan agar pemerintah menegakkan kedaulatan pangan melalui hal-hal berikut ini; yaitu :
- Melaksanakan Amanat Konstitusi dan Pembaruan Agraria sesuai dengan amanat UUPA? no.5/1960, dengan segera mendistribusikan 9,2 juta hektar seperti yang direncanakan dalam PPAN. Pemanfaatan tanah terlantar untuk petani dengan merujuk kepada PP No11/2010.
- Menghentikan ketergantungan impor pangan dan penggunaan benih transgenik. Pemerintah harus merubah kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk pangan khususnya gabah dan beras yang masih menggunakan sistem tunggal (hanya mengenal satu kualitas) dirubah menjadi HPP multikualitas yang berbasis multilokasi dan multivarietas
- Mendorong kebijakan permodalan yang mudah bagi petani
- Memastikan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan RUU Revisi UU Pangan no.7/1996 tidak bertentangan dengan UUPA.
- Merubah UU Sistem Budidaya Tanaman No 12 Tahun 1992 dan UU Perlindungan Varietas Tanaman dengan UU yang melindungi hak-hak atas benih bagi petani.
- Memastikan lahan untuk petani sebagai turunan dari UU Perlindungan Lahan Pangan Pertanian Berkelanjutan No.44/2009.
- Mengupayakan kemenangan proses-proses Judicial Review UU Pengadaan Tanah no.2/2012
- Pembentukan Pansus penyelesaian konflik agraria dan Pembentukan pengadilan agraria untuk penyelesaian konflik di tingkat provinsi
- Menyerukan perlawanan terhadap perampasan lahan atas nama REDD dan Green Economy
10. Menolak kriminalisasi petani terkait dengan perjuangan agraria
11. Membuat kebijakan yang mendorong penguatan organisasi-organisasi petani, perempuan desa dan pemuda serta peran keterlibatannya dalam pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, proses hingga pemantauan.
12. Memperbaiki sistem penyuluhan pertanian dengan melibatkan organisasi-organisasi petani di tingkat nasional dan daerah.
Jakarta, 18 September 2012