Selasa, 8 Maret 2011
Jakarta, Kompas – Kebijakan Bank Indonesia harus secara konkret mampu mendorong peningkatan produksi pangan guna menekan laju inflasi dari kelompok bahan makanan yang harganya mudah bergejolak.
Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi, Senin (7/3) di Jakarta, mengungkapkan itu menjawab pertanyaan terkait penegasan Gubernur BI Darmin Nasution soal perlunya penanganan masalah inflasi inti terutama pada inflasi kelompok bahan makanan dari sumbernya dengan cara meningkatkan produksi pangan.
Menurut Bayu, Kementerian Pertanian menyambut baik kalau industri perbankan di Tanah Air bisa memahami situasi dan karakteristik kredit di sektor pertanian misalnya saja soal tenggang waktu pengembalian.
Bayu mencontohkan, industri perbankan jangan hanya melihat komoditas sawit. Kalau perkebunan sawit, industri perbankan mau memberikan kredit dengan tenggang waktu pengembalian 5-6 tahun. Tetapi mengapa tidak bisa untuk teh dan karet, padahal punya karakteristik yang sama, katanya.
Mekanisme kebijakan finansial harus didorong ke sana. Bentuk konkret dukungan BI terhadap sektor pertanian, terutama dalam peningkatan produksi pangan untuk menekan laju inflasi, juga ditunggu. Perlu kebijakan perbankan yang bisa mempermudah pengembangan alat pertanian atau kredit alat pertanian semudah kredit sepeda motor, katanya. Lebih jauh, Bayu juga mengharapkan dukungan yang lebih konkret dari BI dalam menarik investor masuk ke sektor pertanian.
Bayu menyatakan, kesadaran perlunya peningkatan produksi untuk mengamankan ketahanan pangan memang datang belum lama.
Selama ini arus utama kita masih fokus pada masalah penanganan pangan melalui kebijakan pasar internasional. Bahkan Bank Dunia tahun 2007/ 2008 baru menyadari perlunya kembali ke pertanian. Semula, seluruh arus utama ekonomi dalam konteks komoditas akan makin baik dengan pasar terbuka, ternyata tidak. Baru sekarang dipikirkan perlunya peningkatan produksi pangan yang ekstrem, termasuk oleh BI, katanya.
Salah satu langkah BI mendorong pertumbuhan sektor pertanian dengan menggerakkan perbankan syariah untuk menyalurkan pembiayaan bagi petani. Saat ini, pembiayaan syariah untuk pertanian baru mencapai Rp 1,76 triliun.
Survei petani oleh BI menyebutkan, sekitar 97,5 persen petani belum pernah memperoleh kredit. Ketua tim program studi ekonomi syariah Fakultas Ekonomi Manajemen IPB Irfan Syauqi Beik menyebutkan, salah satu problem pertanian adalah terbatasnya akses sumber pembiayaan. Rata-rata pendapatan bersih rumah tangga petani Rp 4,2 juta per tahun. (MAS/IDR)
http://cetak.kompas.com/read/2011/03/08/04575111/bi.diminta.dukung.peningkatan.produksi