Selasa, 8 Februari 2011
Jakarta, Kompas – Harga sejumlah komoditas pangan yang diimpor naik di sejumlah daerah di Tanah Air. Kenaikan mencolok, misalnya, terjadi pada komoditas kedelai yang naik sejak bulan Desember 2010, yakni dari Rp 5.800 per kilogram menjadi Rp 6.200 per kilogram.
Naiknya harga kedelai disikapi beragam oleh sejumlah perajin berbahan baku kedelai di Malang, Jawa Timur. Perajin tempe mengurangi ukuran, sementara perajin keripik tempe rela mengurangi margin keuntungan karena tidak bisa menaikkan harga.
Di Malang harga kedelai Rp 6.200 per kg. Sebelumnya, harga kedelai rata-rata di bawah Rp 6.000 per kg. Kenaikan harga terjadi sejak akhir Desember.
Menaikkan harga tempe tidak mudah karena bisa-bisa pembeli protes. Salah satu solusinya adalah dengan memperkecil ukuran tempe 0,5-1 cm, tutur Khoirul, perajin tempe di Kota Malang, Senin (7/2).
Hambali, perajin keripik tempe di pusat keripik tempe Sanan, Kota Malang, mengaku harus menekan keuntungan seminimal mungkin dalam situasi kenaikan harga saat ini.
Menaikkan harga keripik tidak mungkin sebab pembeli pasti memprotesnya. Itu sebabnya saat ini kami belum menaikkan harga dengan risiko menekan keuntungan, ujar Hambali tanpa bersedia menyebut margin keuntungannya.
Daerah sentra kedelai di Jatim antara lain Banyuwangi, Jember, Pasuruan, Jombang, Nganjuk, Ngawi, Bojonegoro, Lamongan, dan Sampang. Jenis yang ditanam umumnya adalah anjasmoro, baluran, dan wilis.
Untuk tahun 2011, diproyeksikan luas panen kedelai di Jatim 247.394 hektar dengan produktivitas per hektar 13,83 kuintal.
Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Franciscus Welirang mengatakan, ketersediaan bahan baku pangan semakin tidak menentu.
Perubahan iklim tidak hanya menggagalkan panen, tetapi juga mengganggu sistem distribusi. Kadin sudah pernah melayangkan surat kepada Presiden untuk segera menurunkan pajak pertambahan nilai (PPN). Sebagian besar negara lain justru menurunkan PPN 3-5 persen. Hanya Indonesia yang masih mematok 10 persen, kata Franciscus.
Keuntungan tergerus
Franciscus yang juga bergerak di industri tepung terigu mengatakan, produk UKM sangat bersentuhan langsung dengan konsumen. Sejak 2008, saat harga bahan baku pangan turun, UKM sudah menaikkan harga. Dengan kenaikan bahan baku saat ini, UKM masih mendapat keuntungan.
Saya mengira, keuntungannya kini sedikit tergerus karena mahalnya bahan baku, ujarnya.
Direktur Operasional PT Nippon Indosari Corpindo Tbk Yusuf Hady, selaku produsen roti merek Sari Roti dan Boti, mengatakan, kenaikan bahan baku pangan sudah jauh diantisipasi. Bahkan, kenaikan harga jual pun sudah dilakukan.
Kami sudah lama memperkirakan kecenderungan kenaikan bahan baku pangan akibat perubahan iklim dan kegagalan panen. Pada Oktober 2010, harga jual roti sudah dinaikkan rata-rata 9 persen. Ini tidak dinaikkan secara bertahap, kata Yusuf.
Para perajin tahu di Cibuntu, Bandung, kian terpojok dengan kenaikan harga kacang kedelai impor. Pilihannya, berhenti beroperasi, menaikkan harga jual, atau mengurangi ukuran tahu.
Cibuntu adalah salah satu sentra perajin tahu di Kota Bandung yang mampu menyedot 1.000 tenaga kerja dengan usaha pembuatan tahu dan tempe.
Harga kedelai impor saat ini Rp 6.400 per kg, padahal beberapa bulan sebelumnya Rp 5.600 per kg. Kenaikan harga berlangsung dengan perlahan, tetapi tetap saja terasa karena kami belanja kedelai setiap hari, ujar seorang perajin tahu, Waway Waliyah (30).
Ketua Koperasi Perajin Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Jawa Barat Asep Nurdin tidak dapat memastikan kapan kenaikan harga kedelai bakal berhenti. Jika kenaikan terus terjadi, hal itu akan mengancam sekitar 6.000 perajin tahu skala kecil di Jabar.
Kondisi ini sangat dilematis karena pembuatan tahu mutlak menggunakan kedelai, tidak seperti tempe yang masih bisa diganti sebagian dengan jagung atau ketela, ujar Asep Nurdin.
Tidak hanya kedelai impor, krisis pakan ikan dan udang juga kian mengancam pada tahun 2011. Kenaikan harga minyak internasional yang menembus 100 dollar AS per barrel akan berimbas pada sulit dan mahalnya bahan baku pakan yang masih bergantung pada impor.
Ketua Asosiasi Produsen Pakan Indonesia Divisi Akuakultur Denny Indradjaja mengemukakan, pada Januari 2011, kenaikan harga pakan sudah menyentuh Rp 508 per kg.
Bahan baku yang mengalami kenaikan harga, di antaranya tepung ikan, dedak, tepung terigu untuk pakan, tepung kedelai, dan tepung tulang sapi.
Harga komponen tepung ikan sudah Rp 16.500 per kg, naik Rp 516 per kg dibandingkan dengan Desember 2010. Produksi tepung ikan lokal menurun karena sulit memperoleh bahan baku lokal berupa ikan lemuru akibat cuaca buruk perairan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengelolaan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia Thomas Darmawan mengemukakan, terdapat tiga unit pengolahan udang yang berhenti beroperasi tahun 2010 akibat kekurangan bahan baku.
Beberapa unit pengolahan udang di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan tidak mampu bersaing dengan pembeli udang dari luar Jawa. (MAS/DIA/ANO/NIT/SIR/ELD/ RON/ACI/LKT/OSA/HAM)