Selasa, 08 Maret 2011
Jakarta, Kompas – Ketergantungan terhadap berbagai komoditas pangan yang diimpor dari sejumlah negara dikhawatirkan akan memperburuk krisis pangan di dalam negeri. Kebijakan pemerintah seharusnya bersifat jangka panjang dan lebih mengutamakan pemenuhan secara swasembada.
Kalau semuanya terus-terusan diimpor, ketergantungan Indonesia akan semakin besar. Impor hanyalah kebijakan instan yang tidak bisa menyelesaikan masalah untuk jangka panjang. Dalam jangka pendek masalah mungkin akan selesai, tetapi setelah itu akan kembali berulang, kata Revrisond Baswir, pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada, yang dihubungi Kompas, Senin (7/3).
Menurut dia, harus diakui saat ini hampir semua negara menghadapi kelangkaan pangan. Salah satu pemicunya adalah faktor iklim. Namun bagi Indonesia, kelangkaan pangan sebenarnya sudah berlangsung lama. Pemerintah sejak awal tidak menjadikan sektor pertanian sebagai prioritas utama.
Impor hanyalah pilihan terakhir ketika produksi dalam negeri sudah dipacu dengan perbaikan infrastruktur. Kalau sudah ada upaya serius ternyata masih kurang, barulah impor. Masalahnya, sejauh ini upaya serius itu belum ada, paparnya.
Revrisond mengatakan, secara makro impor pangan memang bisa mengendalikan harga sehingga inflasi bisa ditekan. Persoalannya, serbuan barang impor membuat petani kelimpungan. Hasil pertanian lokal masih kalah kompetitif sehingga konsumen akan mendekati barang impor. Kalau sudah terpuruk begitu, petani tinggal jual tanah dan ganti profesi. Akibatnya, produksi pangan akan semakin turun dan krisis pangan pun semakin mengancam, ujarnya.
Berdasarkan data kementerian perdagangan, realisasi impor beras tahun 2010-2011 per 2 Maret mencapai 1,26 juta ton dari target 1,898 juta ton beras. Selain beras, tahun ini pemerintah juga mengimpor cabai sebanyak 15.000 ton, kedelai sekitar 1,7 juta ton per tahun, serta impor bawang merah dari Vietnam dan Thailand. Sesuai data Badan Pusat Statistik, sepanjang Januari 2011, total impor bawang merah mencapai 17,25 juta kilogram.
Angka tersebut melonjak 264 persen bila dibandingkan dengan realisasi impor Desember 2010 di kisaran 4,88 juta kilogram.
Menurut laporan pemantauan harga Kementerian Perdagangan, harga pangan berangsur-angsur turun. Harga beras rata-rata nasional turun dari Rp 7.376 per kilogram pada Januari menjadi Rp 7.279 per kilogram pada awal Maret. Harga cabai rawit merah juga turun dari 74.935 per kilogram menjadi Rp 72.000 per kilogram.
Langkah terakhir
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh mengatakan, sebenarnya pihaknya tidak mendukung kebijakan impor. Namun, karena kebutuhan dalam negeri tidak bisa dipenuhi dari stok yang ada, impor menjadi langkah terakhir. Kalau masih bisa dipenuhi sendiri, impor tidak diperlukan lagi, ujarnya. (ENY)
http://cetak.kompas.com/read/2011/03/08/04564678/ketergantungan.impor.perparah.krisis.pangan